Konten Dewasa dan Podcast Dituding Jadi Biang Keladi Seks Bebas
Sabtu, 21 Januari 2023 - 14:36 WIB
JAKARTA - Lingkungan dan tontotan berpengaruh besar terhadap perilaku anak. Di era digital saat ini banyak sekali konten dewasa yang mudah didapatkan, salah satunya obrolan di podcast yang membahas soal urusan ranjang dan semacamnya.
Psikolog Rose Mini Agoes Salim menilai tontonan tersebut mempengaruhi pola berpikir anak, sehingga akhirnya membuat penasaran lalu ingin mencoba.
"Iya betul, itu stimulan, stimulasi di lingkungan luar pun menjadi terlalu banyak yang membuat anak akhirnya mikir 'ada apa yah, ko orang banyak yang ngomongin, banyak melakukan, ah coba ah'," kata Rose dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertema Remaja, Seks Bebas , dan Kita, Sabtu (21/1/2023).
Baca juga: KPAI Ungkap Penyebab Dispensasi Kawin, dari Hamil Duluan hingga Telanjur Sebar Undangan
"Dan itu berpengaruh pada cara berpikir dia. Manusia itu kan prosesnya kan pasti di kemampuan berpikirnya, ketika dicoba, ada kepuasan, dan melakukan lagi, sehingga jadi habbit," sambungnya.
Rose menjelaskan, anak yang awalnya hanya menonton konten dengan unsur dewasa, kemudian justru mencari lagi dan terjun untuk melihat video porno. Hal tersebut terjadi lantaran terlalu banyak paparan yang masuk, sehingga anak menganggap bahwa itu hal yang biasa terjadi.
"Kenapa anak kok jadi kebiasaan menonton itu, ada titik dia coba coba akhirnya dia jadi satu kebiasaan. Ada juga kasus, mereka buka situs tertentu karena diajari oleh temannya, kalau itu terus dipaparkan, dimulainya terlalu banjir, itu berdampak pada cara berpikir dan keinginan dorongan untuk mencoba, itu ada, apalagi anak sudah puber," katanya.
Menurut Rose, ketika rasa penasaran dan kebiasaan tersebut sudah tidak terbendung, maka peran orang tua menjadi sulit. Hanya anak yang dapat menghentikannya. "Jadi kalau saya melihat ini, stimulasi di luar terlalu heboh, kalau tidak ada rem dalam dirinya akan berdampak sulit bagi orang tua untuk merem juga. Anaknya harus ngerem," katanya.
Beda hal ketika kebiasaan tersebut belum terjadi. Peran orang tua dan agama lah yang menjadi tameng utama untuk membentengi anak.
"Kalau dari sisi psikologi, saya melihatnya kalau kita mau membentengi anak kita 24 jam, tidak mungkin, maka sesuatu harus di-insert ke dalam anak kita supaya mereka tahu bahwa apa yang baik dan buruk, dia diajarkan atau dilatih di rumah dalam pembentukan perilaku," kata Rose.
"Moral harus diajarkan, agama itu sarat akan moral, membedakan baik buruk, moral itu sebetulnya kemampuan manusia membedakan yang baik dan buruk, jadi kalau kita mengatakan ke anak sesuatu, dia perlu contoh," katanya.
Psikolog Rose Mini Agoes Salim menilai tontonan tersebut mempengaruhi pola berpikir anak, sehingga akhirnya membuat penasaran lalu ingin mencoba.
"Iya betul, itu stimulan, stimulasi di lingkungan luar pun menjadi terlalu banyak yang membuat anak akhirnya mikir 'ada apa yah, ko orang banyak yang ngomongin, banyak melakukan, ah coba ah'," kata Rose dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertema Remaja, Seks Bebas , dan Kita, Sabtu (21/1/2023).
Baca juga: KPAI Ungkap Penyebab Dispensasi Kawin, dari Hamil Duluan hingga Telanjur Sebar Undangan
"Dan itu berpengaruh pada cara berpikir dia. Manusia itu kan prosesnya kan pasti di kemampuan berpikirnya, ketika dicoba, ada kepuasan, dan melakukan lagi, sehingga jadi habbit," sambungnya.
Rose menjelaskan, anak yang awalnya hanya menonton konten dengan unsur dewasa, kemudian justru mencari lagi dan terjun untuk melihat video porno. Hal tersebut terjadi lantaran terlalu banyak paparan yang masuk, sehingga anak menganggap bahwa itu hal yang biasa terjadi.
"Kenapa anak kok jadi kebiasaan menonton itu, ada titik dia coba coba akhirnya dia jadi satu kebiasaan. Ada juga kasus, mereka buka situs tertentu karena diajari oleh temannya, kalau itu terus dipaparkan, dimulainya terlalu banjir, itu berdampak pada cara berpikir dan keinginan dorongan untuk mencoba, itu ada, apalagi anak sudah puber," katanya.
Menurut Rose, ketika rasa penasaran dan kebiasaan tersebut sudah tidak terbendung, maka peran orang tua menjadi sulit. Hanya anak yang dapat menghentikannya. "Jadi kalau saya melihat ini, stimulasi di luar terlalu heboh, kalau tidak ada rem dalam dirinya akan berdampak sulit bagi orang tua untuk merem juga. Anaknya harus ngerem," katanya.
Beda hal ketika kebiasaan tersebut belum terjadi. Peran orang tua dan agama lah yang menjadi tameng utama untuk membentengi anak.
"Kalau dari sisi psikologi, saya melihatnya kalau kita mau membentengi anak kita 24 jam, tidak mungkin, maka sesuatu harus di-insert ke dalam anak kita supaya mereka tahu bahwa apa yang baik dan buruk, dia diajarkan atau dilatih di rumah dalam pembentukan perilaku," kata Rose.
"Moral harus diajarkan, agama itu sarat akan moral, membedakan baik buruk, moral itu sebetulnya kemampuan manusia membedakan yang baik dan buruk, jadi kalau kita mengatakan ke anak sesuatu, dia perlu contoh," katanya.
(abd)
tulis komentar anda