Investasi untuk Industri Hijau
A
A
A
Ali Masykur Musa
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Ketua WGEA (2013-2014)
Industrialisasi sebagai proses dan pembangunan industri berada pada satu nafas kegiatan yaitu pada hakikatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat.
Industrialisasi sendiri tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam. Semakin berkembangnya industri di berbagai daerah, masalah lingkungan hidup juga menjadi perhatian yang sangat besar dan harus mendapat perhatian yang lebih dari pihak swasta tersebut.
Dewasa ini permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Di Indonesia permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri walaupun industrialisasi itu sedang menjadi prioritas dalam pembangunan.
Tidak sedikit jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh masyarakat luas tanpa ada kompensasi yang sebanding dari pihak industri. Di sisi lain, makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya menambah permasalahan yang ada saat ini. Mulailah tumbuh tumpukan limbah atau sampah yang tidak dibuang sebagaimana mestinya.
Ini berakibat pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan, terutama pada lingkungan sekitar. ”Siapa yang mau berinvestasi di Indonesia harus hijau (ramah lingkungan),” kata Wakil Presiden Indonesia HM Jusuf Kalla saat memberikan sambutan dalam Tropical Landscape Summit di Jakarta beberapa hari lalu.
Tuntutan tersebut sangatlah tidak berlebihan. Seyogianya, perusahaan dan industri wajib menerapkan prinsip-prinsip produksi ramah lingkungan. Mengapa? Isu mengenai lingkungan dan kampanye perusahaan ”hijau” lambat laun menjadi suatu tuntutan paradigma baru yang harus diterapkan pada setiap perusahaan. Kemunduran kelestarian alam akibat limbah industri harus diakhiri. Sebelum alam menjadi marah dan berbalik melumpuhkan kehidupan manusia.
Mewujudkan Komitmen Manila
Harus kita sadari pula bahwa pemanasan global akibat limbah industri bukan sekadar wacana lingkungan. Menurut Forum Kemanusiaan Global (GHF), kematian yang disebabkan oleh pemanasan global di seluruh dunia tidak kurang dari 315.000 orang. Jumlah sebesar itu berasal dari kelaparan, berbagai penyakit, dan aneka bencana alam. Diprediksi, pada 2030 jumlah kematian langsung dari pemanasan global bisa mencapai 500.000 orang. Maka, tidak heran jika kemudian kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih ramah lingkungan menggema di mana-mana.
Tuntutan bukan saja terhadap individu, melainkan juga pada perusahaan yang telah begitu banyak memberikan andil besar terhadap perusakan lingkungan. Mengatasi hal tersebut, sekelompok organisasi yang bernaung di PBB dan beberapa Negara Asia hadir dalam International Conference on Green Industry in Asia di Manila Filipina pada 2009 dan menelurkan gagasan ”Declaration on Green Industry in Asia”.
Deklarasi Manila tersebut bersifat nonlegally binding dan merupakan komitmen bersama negara- negara di Asia dalam upaya penanganan masalah lingkungan hidup melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi gas karbon utamanya di sektor industri. Green industry atau industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Pertumbuhan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru bersumber dari investasi pemerintah dan swasta yang rendah karbon dan polusi, yang efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya alam, serta mampu mencegah kerusakan keanekaragaman hayati dan lingkungan. Efisiensi sumber daya dapat dilakukan dengan menerapkan reduce, reuse, recycle, dan recovery (4R) yang merupakan inti dari cleaner production (produksi bersih).
Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Di samping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimisasi terbentuknya limbah sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan rendah karbon dapat dicapai dengan menerapkan CO2 emission reduction yang sejalan dengan clean development mechanism (CDM); efisiensi energi, dan diversifikasi dalam rangka mendapatkan energi terbarukan.
Investasi Hijau
Menindaklanjuti Deklarasi Manila, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian insentif dan kemudahan bisnis untuk investor yang menanamkan modalnya pada industri hijau. Ketentuan mengenai insentif itu tertuangdalamPeraturanPemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah- Daerah Tertentu.
Kemudahan atau insentif yang akan diberikan pemerintah bersifat fiskal dan nonfiskal. Dari sisi fiskal, pemerintah akan memberikan insentif berupa keringanan pajak seperti tax holiday dan tax allowance untuk lima sampai 10 tahun kepada industri biofuel dan sumber daya alam terbarukan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015, pemberian tax allowance diberikan kepada 143 sektor bisnis.
Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan fasilitas nonfiskal untuk industri hijau yang mencakup pelayanan satu pintu (one stop service) untuk perizinan investasi serta penyederhanaan perizinan. Selanjutnya, industri ramah lingkungan juga akan mendapatkan perpanjangan izin secara otomatis tanpa melakukan verifikasi ulang dan dibebaskan bea masuk untuk impor teknologi yang mewujudkan investasi ramah lingkungan.
Bidang usaha ramah lingkungan atau investasi hijau yang mendapatkan insentif itu meliputi bidang pengusahaan tenaga panas bumi, industri pemurnian dan pengolahan gas alam, industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, industri lampu tabung gas, pembangkit tenaga listrik, serta pengadaan gas alam dan buatan.
Selain itu, juga penampungan penjernihan dan penampungan air bersih, angkutan perkotaan yang ramah lingkungan, kawasan pariwisata, serta pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya. Dengan ada insentif tersebut, pemerintah berharap industri hijau bisa tumbuh hingga 20% per tahun. Dalam lima tahun terakhir investasi di industri hijau mencapai USD41 miliar.
Realisasi penanaman modal untuk industri ramah lingkungan ditargetkan mencapai USD100 miliar pada 2019. Agar insentif dari pemerintah semakin efektif dan untuk mempercepat langkah penerapan Standar Industri Hijau, wajib pula ada sinergi program antarlembaga dan kementerian negara. Hal tersebut juga penting agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.
Melihat komitmen pemerintah, sudah saatnya industri mengubah pandangan bahwa investasi bukan lagi semata persoalan keuntungan. Dengan pengolahan limbah yang baik, secara moril perusahaan telah ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan yang dieksploitasinya. Kenyamanan kerja bisa muncul jika kondisi perusahaan juga ramah terhadap lingkungan.
Limbah produksi yang seringkali menjadi pemicu konflik utama antara masyarakat dan perusahaan atau industri lambat laun bisa dikurangi. Dengan rendahnya tingkat limbah industri, bumi bisa menjadi lebih lega bernafas. Manusia yang hidup pada masa kini mampu mewariskan bumi sebagai taman yang indah untuk generasi mendatang. Investasi hijau adalah investasi untuk masa depan. Setujukah Anda
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Ketua WGEA (2013-2014)
Industrialisasi sebagai proses dan pembangunan industri berada pada satu nafas kegiatan yaitu pada hakikatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat.
Industrialisasi sendiri tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam. Semakin berkembangnya industri di berbagai daerah, masalah lingkungan hidup juga menjadi perhatian yang sangat besar dan harus mendapat perhatian yang lebih dari pihak swasta tersebut.
Dewasa ini permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Di Indonesia permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri walaupun industrialisasi itu sedang menjadi prioritas dalam pembangunan.
Tidak sedikit jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh masyarakat luas tanpa ada kompensasi yang sebanding dari pihak industri. Di sisi lain, makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya menambah permasalahan yang ada saat ini. Mulailah tumbuh tumpukan limbah atau sampah yang tidak dibuang sebagaimana mestinya.
Ini berakibat pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan, terutama pada lingkungan sekitar. ”Siapa yang mau berinvestasi di Indonesia harus hijau (ramah lingkungan),” kata Wakil Presiden Indonesia HM Jusuf Kalla saat memberikan sambutan dalam Tropical Landscape Summit di Jakarta beberapa hari lalu.
Tuntutan tersebut sangatlah tidak berlebihan. Seyogianya, perusahaan dan industri wajib menerapkan prinsip-prinsip produksi ramah lingkungan. Mengapa? Isu mengenai lingkungan dan kampanye perusahaan ”hijau” lambat laun menjadi suatu tuntutan paradigma baru yang harus diterapkan pada setiap perusahaan. Kemunduran kelestarian alam akibat limbah industri harus diakhiri. Sebelum alam menjadi marah dan berbalik melumpuhkan kehidupan manusia.
Mewujudkan Komitmen Manila
Harus kita sadari pula bahwa pemanasan global akibat limbah industri bukan sekadar wacana lingkungan. Menurut Forum Kemanusiaan Global (GHF), kematian yang disebabkan oleh pemanasan global di seluruh dunia tidak kurang dari 315.000 orang. Jumlah sebesar itu berasal dari kelaparan, berbagai penyakit, dan aneka bencana alam. Diprediksi, pada 2030 jumlah kematian langsung dari pemanasan global bisa mencapai 500.000 orang. Maka, tidak heran jika kemudian kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih ramah lingkungan menggema di mana-mana.
Tuntutan bukan saja terhadap individu, melainkan juga pada perusahaan yang telah begitu banyak memberikan andil besar terhadap perusakan lingkungan. Mengatasi hal tersebut, sekelompok organisasi yang bernaung di PBB dan beberapa Negara Asia hadir dalam International Conference on Green Industry in Asia di Manila Filipina pada 2009 dan menelurkan gagasan ”Declaration on Green Industry in Asia”.
Deklarasi Manila tersebut bersifat nonlegally binding dan merupakan komitmen bersama negara- negara di Asia dalam upaya penanganan masalah lingkungan hidup melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi gas karbon utamanya di sektor industri. Green industry atau industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Pertumbuhan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru bersumber dari investasi pemerintah dan swasta yang rendah karbon dan polusi, yang efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya alam, serta mampu mencegah kerusakan keanekaragaman hayati dan lingkungan. Efisiensi sumber daya dapat dilakukan dengan menerapkan reduce, reuse, recycle, dan recovery (4R) yang merupakan inti dari cleaner production (produksi bersih).
Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Di samping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimisasi terbentuknya limbah sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan rendah karbon dapat dicapai dengan menerapkan CO2 emission reduction yang sejalan dengan clean development mechanism (CDM); efisiensi energi, dan diversifikasi dalam rangka mendapatkan energi terbarukan.
Investasi Hijau
Menindaklanjuti Deklarasi Manila, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian insentif dan kemudahan bisnis untuk investor yang menanamkan modalnya pada industri hijau. Ketentuan mengenai insentif itu tertuangdalamPeraturanPemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah- Daerah Tertentu.
Kemudahan atau insentif yang akan diberikan pemerintah bersifat fiskal dan nonfiskal. Dari sisi fiskal, pemerintah akan memberikan insentif berupa keringanan pajak seperti tax holiday dan tax allowance untuk lima sampai 10 tahun kepada industri biofuel dan sumber daya alam terbarukan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015, pemberian tax allowance diberikan kepada 143 sektor bisnis.
Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan fasilitas nonfiskal untuk industri hijau yang mencakup pelayanan satu pintu (one stop service) untuk perizinan investasi serta penyederhanaan perizinan. Selanjutnya, industri ramah lingkungan juga akan mendapatkan perpanjangan izin secara otomatis tanpa melakukan verifikasi ulang dan dibebaskan bea masuk untuk impor teknologi yang mewujudkan investasi ramah lingkungan.
Bidang usaha ramah lingkungan atau investasi hijau yang mendapatkan insentif itu meliputi bidang pengusahaan tenaga panas bumi, industri pemurnian dan pengolahan gas alam, industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, industri lampu tabung gas, pembangkit tenaga listrik, serta pengadaan gas alam dan buatan.
Selain itu, juga penampungan penjernihan dan penampungan air bersih, angkutan perkotaan yang ramah lingkungan, kawasan pariwisata, serta pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya. Dengan ada insentif tersebut, pemerintah berharap industri hijau bisa tumbuh hingga 20% per tahun. Dalam lima tahun terakhir investasi di industri hijau mencapai USD41 miliar.
Realisasi penanaman modal untuk industri ramah lingkungan ditargetkan mencapai USD100 miliar pada 2019. Agar insentif dari pemerintah semakin efektif dan untuk mempercepat langkah penerapan Standar Industri Hijau, wajib pula ada sinergi program antarlembaga dan kementerian negara. Hal tersebut juga penting agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.
Melihat komitmen pemerintah, sudah saatnya industri mengubah pandangan bahwa investasi bukan lagi semata persoalan keuntungan. Dengan pengolahan limbah yang baik, secara moril perusahaan telah ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan yang dieksploitasinya. Kenyamanan kerja bisa muncul jika kondisi perusahaan juga ramah terhadap lingkungan.
Limbah produksi yang seringkali menjadi pemicu konflik utama antara masyarakat dan perusahaan atau industri lambat laun bisa dikurangi. Dengan rendahnya tingkat limbah industri, bumi bisa menjadi lebih lega bernafas. Manusia yang hidup pada masa kini mampu mewariskan bumi sebagai taman yang indah untuk generasi mendatang. Investasi hijau adalah investasi untuk masa depan. Setujukah Anda
(ars)