Memahami Transformasi Kopassus

Jum'at, 01 Mei 2015 - 07:50 WIB
Memahami Transformasi...
Memahami Transformasi Kopassus
A A A
Perayaan 63 tahun Kopassus yang digelar Rabu (29/4) lalu serasa begitu istimewa.

Bukan karena kedahsyatan atraksi ketangkasan para prajurit pasukan khusus milik TNI AD tersebut, tapi karena kehadiran sejumlah tokoh yang pernah menjadi musuh di medan laga seperti Panglima Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Timor Leste Lere Amon Timor dan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka Muzakir Manaf.

Kopassus sengaja mengundang mereka sebagai bagian dari upaya merangkul lawan menjadi kawan. Melalui kehadiran mereka dalam peringatan kali ini, Kopassus sekaligus mendeklarasikan wajah baru yang lebih humanis. Di bawah kepemimpinan Mayjen TNI Doni Monardo, Kopassus memang tengah melakukan transformasi yang mengarah pada pembentukan kultur baru yang akan menjadi cetak biru wajah baru Kopassus ke depan.

Selain merangkul lawan menjadi kawan, pasukan baret merah tersebut juga melakukan beberapa langkah untuk mendukung transformasi. Di antara langkah dimaksud adalah Ekspedisi NKRI untuk menjelajahi wilayah yang tidak tersentuh dan memetakan segala potensi di dalamnya; pembagian bibit pohon kepada masyarakat saat car free day beberapa bulan lalu di Jakarta; dan membantu sejumlah daerah, termasuk Timor Leste, melestarikan tanaman langka seperti gaharu dan cendana.

Pada tataran internal, Kopassus juga sedang mengampanyekan perilaku berbasis 3S: senyum, sapa, salam. Tagline 3S yang dipampang di hampir tiap sudut Markas Kopassus, termasuk di Mako Kopassus Cijantung, menggantikan perilaku yang selama ini mendarah daging di lingkungan prajurit, yakni 3M: melihat, melotot, dan memukul. Transformasi yang dipimpin Doni Monardo patut diapresiasi senyampang apa yang dilakukan tidak menyimpang dari tugas pokok TNI seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 34/2004.

Berdasar konstitusi, Kopassus, yang merupakan salah satu inti TNI, mendapat tanggung jawab menegakkan kedaulatan negara; mempertahankan keutuhan NKRI; dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.

Secara lebih rinci tugas pokok yang terimplementasikan melalui operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP), Kopassus tidak hanya berkutat pada tanggung jawab perang dan kekerasan, tapi juga tugas lain seperti membantu pemerintah daerah, membantu penanganan bencana alam, dan tugas bukan perang yang lain.

Berdasar tugas-tugas pokok tersebut, transformasi yang dilakukan tidaklah menyalahi khitah Kopassus sebagai tentara. Kopassus hanya menyasar terbentuknya perilaku yang humanis tanpa mengurangi profesionalitasnya sebagai mesin pembunuh milik negara yang otoritatif.

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko dalam sambutannya pun tetap menuntut prajurit Kopassus terus meningkatkan kapasitas dan kapabilitas untuk merespons tantangan global yang kian kompleks seperti munculnya proxy war dan cyber war. Jika dipahami lebih dalam, metamorfosis yang dibangun justru menegaskan profesionalitas Kopassus, karena mereka tidak mempunyai dendam kepada siapa pun.

Bunuh-membunuh di medan tempur tidak lebih sebagai tugas negara, bukan yang lain. Begitu pun perubahan perilaku 3M menjadi 3S bisa menjadi senjata Kopassus untuk menghentikan ancaman tanpa harus menyalakkan letusan. Sebab, 3S secara tidak langsung juga mensyaratkan adanya diplomasi dan negosiasi.

Berangkat dari pemahaman ini, benar apa yang disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq yang mengonsepsikan keseluruhan transformasi Kopassus ini sebagai pembentukan soft power .

Bila disinergiskan dengan kapasitas dan kapabilitas hard power yang sudah dikuasai, paduan kekuatan akan memunculkan smart power : di satu sisi Kopassus selalu siap melaksanakan tugas negara sebagai pasukan elite, di sisi lain kehadirannya bisa diterima di tengah masyarakat yang kian terbuka, demokratis, dan mengedepankan HAM. Digahayu Kopassus: berani, benar, berhasil.
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9076 seconds (0.1#10.140)