Amputasi Tanpa Solusi

Sabtu, 25 April 2015 - 11:21 WIB
Amputasi Tanpa Solusi
Amputasi Tanpa Solusi
A A A
Sudah prestasinya cenderung menurun, masalah pun terus menggelayuti. Kurang lebih begitulah situasi yang dihadapi dunia sepak bola Indonesia. Prestasi seperti kian menjauh dari salah satu cabang olahraga yang paling dicintai di negeri ini.

Salah urus dituding menjadi sumber segala masalah di dunia sepak bola Indonesia. Namun rupanya salah urus oleh siapa tidak pernah mencapai kata sepakat. Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai wadah olahraga sepak bola Indonesia tak mau disalahkan dan cenderung menuding lembaga lain di bawah negara merecoki, tetapi tak memberi dukungan yang mencukupi.

Sementara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) juga tak mau bertanggung jawab atas kemerosotan prestasi tersebut walaupun pada dasarnya menaungi semua cabang olahraga di Indonesia. Sementara negara cq Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan gagah berani mengambil podium ketika sepak bola sukses, tetapi sibuk menyalahkan ketika sepak bola menghadapi kegagalan serta keruwetan organisasi.

Memang kalau sibuk mencari kambing hitam, kita tak akan dapat menyelesaikan masalah. Namun jika simpul masalah tak kunjung ditemukan, tak akan terbenahi juga. Meski demikian, dengan masalah yang tak kunjung dibenahi, rupanya para stakeholder sepak bola di negeri ini seperti sangat menggemari masalah.

Pada 17 April 2015 Menpora Imam Nahrawi menandatangani Keputusan Menpora No 0137 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Kegiatan Keolahragaan PSSI Tidak Diakui. Pengenaan sanksi yang bisa dikatakan sebagai pembekuan kegiatan PSSI tersebut bersamaan dengan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Surabaya yang memilih La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai ketua umum PSSI menggantikan Djohar Arifin Husein.

Sebelumnya Kemepora memang sampai tiga kali menegur PSSI mengenai dua peserta QNB League, yaitu Arema Cronus dan Persebaya. Teguran tertulis pertama Nomor 01133/Menpora/IV/2015 dilayangkan pada 8 April 2015, dilanjutkan teguran tertulis II 01286/Menpora/IV/2015 pada 15 April 2015 sampai teguran tertulis III 01306/Menpora/IV/2015 tanggal 16 April 2015.

Inilah alasan Kemenpora membekukan kegiatan PSSI. Dalam semangat bangsa ini yang ingin mengembangkan sepak bola yang profesional, justru modal utamanya dibuat susah perjalanannya. Pembekuan kegiatan administratif PSSI oleh Kemenpora yang akibatnya segala aktivitas PSSI tidak diakui tentu langsung memengaruhi para klub, bukan hanya di QNB League, tapi juga semua klub sepak bola profesional di Indonesia.

Klub rugi miliaran rupiah per bulan karena tetap harus menanggung biaya gaji pemain dan ofisial tim, sementara dana sponsor tidak bisa turun karena liga tidak bergulir. Kalau masalah seperti ini berkepanjangan, sudah barang tentu bisa ada klub yang sampai bangkrut. Pemain pun selalu akan diambangkan pada masalah politik persepakbolaan yang berkorelasi negatif dengan prestasi.

Memang masalah ini sedari awal seperti tidak berpikir panjang. PSSI demi memperjuangkan Arema Cronus dan Persebaya tetap ikut liga mengambil risiko dengan mempertaruhkan nasib 16 klub lain peserta QNB League. Ternyata respons dari PSSI lebih nekat lagi dengan mengorbankan seluruh industri sepak bola dengan tidak mengakui kegiatan PSSI.

Padahal Kemenpora tahu bahwa tanpa PSSI bisa dikatakan tak ada kompetisi sepak bola. PSSI seperti mengamputasi sepak bola Indonesia, tetapi tidak berpikir cara cepat untuk membereskan kekacauan yang ditimbulkan. PSSI juga selama ini seperti besar kepala selalu meributkan tidak mau dicampuri negara.

PSSI jelas harus membenahi pola komunikasinya. Jangan sedikit-sedikit ketika negara memberi saran PSSI selalu mengeluarkan jurus pamungkas mengusir negara dari ranah sepak bola dengan ancaman Indonesia bisa diberisanksi FIFA. Sudah barang tentu lama-lama negara jadi gerah karena kita tahu PSSI sebagai organisasi tak beres-beres amat.

Prestasi dunia sepak bola sebagai output PSSI pun belum menggembirakan. Kisruh pun seperti tak henti-hentinya menghinggapi wadah sepak bola Tanah Air ini. Sekalipun wadah sepak bola adalah PSSI, lembaga tersebut harus sadar dalam kesehariannya selalu berurusan dengan negara. Komunikasi yang tak baik dengan negara tentu akan selalu mendatangkan masalah.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6033 seconds (0.1#10.140)