Politik Abu-abu
A
A
A
SRI KISARAH HUSNA
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya
Bagai gerak lift yang terus aktif beroperasi ke atas dan ke bawah, harga bahan bakar minyak (BBM) hari ini benar akan kefluktuatifan. Membuat pusing kepala dan mual dirasa.
Harga BBM hanyalah satu dari sekian banyak faktor ekonomi yang memang menyandarkan nasib pada sekadar ekspektasi. Namun, jika harus keluar sedikit dari ihwal ekonomi, realitanya negeri ini memang sedang dilanda ketidakjelasan yang memicu perang semakin jelas.
Sebut saja, eksekutif vs legislatif. Baik di pusat maupun daerah, baik secara dingin maupun panas, semua sama, membuat rakyat dapatkan posisi paling berimbas. Pun tidak hanya antardua pilar trias politica itu yang beradu. Lebih lagi, aparat penegak hukum bangga dengan wujud eksekusi yang tak karuan. Tidak ketinggalan elite partai yang sibuk menyikut kanankiri tak tahu malu.
Ada apa sebenarnya? Setiap orang sibuk dengan terka pikirnya. Posisikan diri siap menyerang, mantapkan keberpihakan. Memang siapa yang sesungguhnya lawan? Kita seperti sedang mengadopsi luka hingga sakit masa lalu sudah tak lagi berasa, lupa. Divide et impera , politik adu domba, ini yang nyata. Bertahun lama kita terjajah hanya karena dibodohkan politik adu domba, tak belajarkah kita?
Hari ini semua kepentingan telah bias, kita tidak benar-benar tahu mana dalang dari segala kekisruhan yang ada. Kita tidak benar-benar tahu mana yang sesungguhnya bedebah dari tiap kejahatan struktural yang menyengsarakan hingga bawah. Realitanya kita sedang diadu. Sekarang teman, sepersekian detik kemudian menjadi lawan. Tidak ada yang tahu.
Begitu mudah membolak-balikkan posisi, macam menekan deret tombol tujuan dalam analogi lift tadi. Hingga kebingungan melanda semua, dari rakyat hingga orang nomor satu di republik ini. Tidak hanya di republik ini, di seluruh dunia, di penjuru mana pun, politik adalah segala.
Bahkan benar betul anggapan bahwa harga cabai sekalipun dipengaruhi oleh dinamika politik yang ada. Jadi jelas, dari semua karut-marut ini, lagi-lagi rakyatlah yang dapati posisi paling tersudutkan. Baik dari kondisi materi, aktualisasi, maupun mental. Semua terjun bebas tak terperikan.
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya
Bagai gerak lift yang terus aktif beroperasi ke atas dan ke bawah, harga bahan bakar minyak (BBM) hari ini benar akan kefluktuatifan. Membuat pusing kepala dan mual dirasa.
Harga BBM hanyalah satu dari sekian banyak faktor ekonomi yang memang menyandarkan nasib pada sekadar ekspektasi. Namun, jika harus keluar sedikit dari ihwal ekonomi, realitanya negeri ini memang sedang dilanda ketidakjelasan yang memicu perang semakin jelas.
Sebut saja, eksekutif vs legislatif. Baik di pusat maupun daerah, baik secara dingin maupun panas, semua sama, membuat rakyat dapatkan posisi paling berimbas. Pun tidak hanya antardua pilar trias politica itu yang beradu. Lebih lagi, aparat penegak hukum bangga dengan wujud eksekusi yang tak karuan. Tidak ketinggalan elite partai yang sibuk menyikut kanankiri tak tahu malu.
Ada apa sebenarnya? Setiap orang sibuk dengan terka pikirnya. Posisikan diri siap menyerang, mantapkan keberpihakan. Memang siapa yang sesungguhnya lawan? Kita seperti sedang mengadopsi luka hingga sakit masa lalu sudah tak lagi berasa, lupa. Divide et impera , politik adu domba, ini yang nyata. Bertahun lama kita terjajah hanya karena dibodohkan politik adu domba, tak belajarkah kita?
Hari ini semua kepentingan telah bias, kita tidak benar-benar tahu mana dalang dari segala kekisruhan yang ada. Kita tidak benar-benar tahu mana yang sesungguhnya bedebah dari tiap kejahatan struktural yang menyengsarakan hingga bawah. Realitanya kita sedang diadu. Sekarang teman, sepersekian detik kemudian menjadi lawan. Tidak ada yang tahu.
Begitu mudah membolak-balikkan posisi, macam menekan deret tombol tujuan dalam analogi lift tadi. Hingga kebingungan melanda semua, dari rakyat hingga orang nomor satu di republik ini. Tidak hanya di republik ini, di seluruh dunia, di penjuru mana pun, politik adalah segala.
Bahkan benar betul anggapan bahwa harga cabai sekalipun dipengaruhi oleh dinamika politik yang ada. Jadi jelas, dari semua karut-marut ini, lagi-lagi rakyatlah yang dapati posisi paling tersudutkan. Baik dari kondisi materi, aktualisasi, maupun mental. Semua terjun bebas tak terperikan.
(bbg)