Hak Konstitusional Komjen Pol BG Menjadi Pimpinan Polri
A
A
A
Brigjen POL DR Bambang Usadi MM
Kepala Biro Analisis Akademik Lemdikpol
Kebutuhan pengisian kepemimpinan di institusi Polri mendesak dilakukan setelah suksesi kepemimpinan Polri terhambat dengan persoalan politisasi hukum pasca-kepala Polri sebelumnya nonaktif.
Ini mengingat Polri saat ini sedang membutuhkan kehadiran pemimpin yang memiliki kewenangan dan kekuasaan penuh untuk mengelola segala aktivitas dan keputusan Polri dalam menjawab berbagai dinamika tantangan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta kepentingan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Persoalan suksesi kepemimpinan puncak Polri sempat memanas terkait isu hukum yang mengemuka ketika Komjen Pol BG yang diajukan menjadi calon kepala Polri ditetapkan tersangka oleh KPK, kemudian ketika proses hukum berjalan melalui sidang praperadilan, Komjen Pol BG dinyatakan tidak tepat ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah tersebut.
Atau, dengan bahasa yang mudah dicerna, Komjen Pol BG telah nyata dizalimi oleh KPK mengingat penetapan tersangka tersebut sampai menyebabkan hak Komjen Pol BG untuk menduduki jabatan kepala Polri menjadi terampas. Gelombang penolakan pencalonan Komjen Pol BG belum berhenti mengingat pengangkatan Komjen Pol BG tidak dapat dilepaskan dari dua faktor utama yakni ketidakterimaan atau ketidaknyamanan aktivis dan pemerhati antikorupsi serta peran berbagai kepentingan dan isu politik secara keseluruhan terhadap eksistensi pemerintahan saat ini.
Isu tersebut sempat mereda ketika Presiden memutuskan mengajukan Komjen Badrodin Haiti sebagai calon kepala Polri baru dan segera menjalani fit and proper test di Dewan Pe r wakilan Rakyat . Namun, gelombang penolakan kembali terjadi ketika Komjen Pol BG dikabarkan mendapatkan posisi sebagai calon wakil kepala Polri mendampingi Komjen Pol Badrodin Haiti, mengingat kelompok-kelompok kepentingan tersebut menilai aspirasi penolakan mereka menjadi siasia dan tidak mendapatkan tempat selayaknya.
Terlihat sekali kesan penolakan Komjen Pol BG sebagai calon wakil kepala Polri sudah melampaui proporsionalitas dan rasionalitas hak konstitusional Komjen Pol BG sebagai anggota Polri untuk dicalonkan dan dipromosikan pada jabatan tertentu di lingkungan internal Polri, mengingat sudah tidak ada lagi permasalahan hukum dengan Komjen Pol BG.
Padahal, hak setiap anggota Polri untuk dipromosikan dijamin berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga memenuhi aspek kepastian hukum dan keadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Perkap No 16 Tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan: “Setiap Anggota mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam Mutasi anggota baik TOD (tour of duty) atau TOA (tour of area) dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan “ . dan Pasal 3 Perkap No 16 Tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Polri menegaskan bahwa proses mutasi anggota Polri mengikuti prinsip legalitas, akuntabel, keadilan, transparan, objektif, dan antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.
*** Sebelumnya tidak pernah terjadi, wacana penunjukan calon wakil kepala Polri sampai diwacanakan dan menjadi bagian dari aspirasi anggota Dewan menjelang fit and proper test calon kepala Polri. Tetapi, pencalonan Komjen Pol BG sebagai wakil kepala Polri sampai menjadi arus aspirasi utama sebagian besar bahkan dapat dikatakan seluruh anggota Dewan memiliki harapan serupa meski anggota Dewan memahami bahwa pengangkatan wakil kepala Polri murni wewenang internal Polri yang ditentukan melalui sidang Wanjakti.
Ini semestinya disadari bahwa sesungguhnya eksistensi Komjen Pol BG secara pribadi disukai banyak kalangan, termasuk juga di kalangan internal anggota Polri. Modal ini sangat esensial dalam membangun pola hubungan kerja sama yang konstruktif antarlembaga dan di dalam lembaga internal kepolisian sehingga kinerja kepolisian ke depan seiring, sejalan, dan responsif terhadap dinamisasi tantangan lokal, regional, dan global yang tidak ringan yang membutuhkan kompetensi dan kecakapan kepemimpinan yang memadai.
Patut dicatat dan diketahui bahwa Komjen Pol BG merupakan figur atau sosok perwira tinggi Polri terbaik saat ini. Pada saat menempuh pendidikan di pendidikan kepolisian dan Lemhannas, Komjen Pol BG merupakan salah satu siswa yang berprestasi. Pada masa pemerintahan Presiden SBY saja, Komjen Pol BG mendapatkan dua kali promosi kenaikan pangkat/bintang dari sebelumnya Brigjen Pol sampai mencapai pangkat Komjen Pol.
Performance Komjen Pol BG pada saat menghadapi fit and proper test sebagai calon kepala Polri di DPR juga secara konsisten membuktikan hal tersebut. Belum lagi, pencapaian berbagai prestasi yang diukir Komjen Pol BG, baik secara internal maupun eksternal selama bertugas dan menjadi abdi negara di institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penting untuk ditekankan bahwa pembangunan dan penggiringan opini yang tidak proporsional sampai merampas hak-hak konstitusional seseorang dalam sebuah jabatan publik sesungguhnya merupakan bentuk tindakan yang berlebihan yang tidak boleh dibiarkan.
Aksi tersebut meng-abaikan prinsip keadilan dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum ketatanegaraan dalam bingkai dan cita-cita sebagai negara hukum, terutama dalam konteks suksesi kepemimpinan lembaga-lembaga negara, lembagakementerian, termasuk lembaga negara setingkat kementerian seperti TNI, Polri, dan kejaksaan.
Mengingat, Plato (429- 347 SM) dan Aristoteles (384- 322 SM) sebagai penggagas pertama konsep negara hukum menekankan pentingnya pengelolaan negara berpijak pada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku untuk menjaga negara dikelola secara baik dan menghindari ketidakpastian.
Kepala Biro Analisis Akademik Lemdikpol
Kebutuhan pengisian kepemimpinan di institusi Polri mendesak dilakukan setelah suksesi kepemimpinan Polri terhambat dengan persoalan politisasi hukum pasca-kepala Polri sebelumnya nonaktif.
Ini mengingat Polri saat ini sedang membutuhkan kehadiran pemimpin yang memiliki kewenangan dan kekuasaan penuh untuk mengelola segala aktivitas dan keputusan Polri dalam menjawab berbagai dinamika tantangan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta kepentingan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Persoalan suksesi kepemimpinan puncak Polri sempat memanas terkait isu hukum yang mengemuka ketika Komjen Pol BG yang diajukan menjadi calon kepala Polri ditetapkan tersangka oleh KPK, kemudian ketika proses hukum berjalan melalui sidang praperadilan, Komjen Pol BG dinyatakan tidak tepat ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah tersebut.
Atau, dengan bahasa yang mudah dicerna, Komjen Pol BG telah nyata dizalimi oleh KPK mengingat penetapan tersangka tersebut sampai menyebabkan hak Komjen Pol BG untuk menduduki jabatan kepala Polri menjadi terampas. Gelombang penolakan pencalonan Komjen Pol BG belum berhenti mengingat pengangkatan Komjen Pol BG tidak dapat dilepaskan dari dua faktor utama yakni ketidakterimaan atau ketidaknyamanan aktivis dan pemerhati antikorupsi serta peran berbagai kepentingan dan isu politik secara keseluruhan terhadap eksistensi pemerintahan saat ini.
Isu tersebut sempat mereda ketika Presiden memutuskan mengajukan Komjen Badrodin Haiti sebagai calon kepala Polri baru dan segera menjalani fit and proper test di Dewan Pe r wakilan Rakyat . Namun, gelombang penolakan kembali terjadi ketika Komjen Pol BG dikabarkan mendapatkan posisi sebagai calon wakil kepala Polri mendampingi Komjen Pol Badrodin Haiti, mengingat kelompok-kelompok kepentingan tersebut menilai aspirasi penolakan mereka menjadi siasia dan tidak mendapatkan tempat selayaknya.
Terlihat sekali kesan penolakan Komjen Pol BG sebagai calon wakil kepala Polri sudah melampaui proporsionalitas dan rasionalitas hak konstitusional Komjen Pol BG sebagai anggota Polri untuk dicalonkan dan dipromosikan pada jabatan tertentu di lingkungan internal Polri, mengingat sudah tidak ada lagi permasalahan hukum dengan Komjen Pol BG.
Padahal, hak setiap anggota Polri untuk dipromosikan dijamin berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga memenuhi aspek kepastian hukum dan keadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Perkap No 16 Tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan: “Setiap Anggota mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam Mutasi anggota baik TOD (tour of duty) atau TOA (tour of area) dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan “ . dan Pasal 3 Perkap No 16 Tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Polri menegaskan bahwa proses mutasi anggota Polri mengikuti prinsip legalitas, akuntabel, keadilan, transparan, objektif, dan antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.
*** Sebelumnya tidak pernah terjadi, wacana penunjukan calon wakil kepala Polri sampai diwacanakan dan menjadi bagian dari aspirasi anggota Dewan menjelang fit and proper test calon kepala Polri. Tetapi, pencalonan Komjen Pol BG sebagai wakil kepala Polri sampai menjadi arus aspirasi utama sebagian besar bahkan dapat dikatakan seluruh anggota Dewan memiliki harapan serupa meski anggota Dewan memahami bahwa pengangkatan wakil kepala Polri murni wewenang internal Polri yang ditentukan melalui sidang Wanjakti.
Ini semestinya disadari bahwa sesungguhnya eksistensi Komjen Pol BG secara pribadi disukai banyak kalangan, termasuk juga di kalangan internal anggota Polri. Modal ini sangat esensial dalam membangun pola hubungan kerja sama yang konstruktif antarlembaga dan di dalam lembaga internal kepolisian sehingga kinerja kepolisian ke depan seiring, sejalan, dan responsif terhadap dinamisasi tantangan lokal, regional, dan global yang tidak ringan yang membutuhkan kompetensi dan kecakapan kepemimpinan yang memadai.
Patut dicatat dan diketahui bahwa Komjen Pol BG merupakan figur atau sosok perwira tinggi Polri terbaik saat ini. Pada saat menempuh pendidikan di pendidikan kepolisian dan Lemhannas, Komjen Pol BG merupakan salah satu siswa yang berprestasi. Pada masa pemerintahan Presiden SBY saja, Komjen Pol BG mendapatkan dua kali promosi kenaikan pangkat/bintang dari sebelumnya Brigjen Pol sampai mencapai pangkat Komjen Pol.
Performance Komjen Pol BG pada saat menghadapi fit and proper test sebagai calon kepala Polri di DPR juga secara konsisten membuktikan hal tersebut. Belum lagi, pencapaian berbagai prestasi yang diukir Komjen Pol BG, baik secara internal maupun eksternal selama bertugas dan menjadi abdi negara di institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penting untuk ditekankan bahwa pembangunan dan penggiringan opini yang tidak proporsional sampai merampas hak-hak konstitusional seseorang dalam sebuah jabatan publik sesungguhnya merupakan bentuk tindakan yang berlebihan yang tidak boleh dibiarkan.
Aksi tersebut meng-abaikan prinsip keadilan dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum ketatanegaraan dalam bingkai dan cita-cita sebagai negara hukum, terutama dalam konteks suksesi kepemimpinan lembaga-lembaga negara, lembagakementerian, termasuk lembaga negara setingkat kementerian seperti TNI, Polri, dan kejaksaan.
Mengingat, Plato (429- 347 SM) dan Aristoteles (384- 322 SM) sebagai penggagas pertama konsep negara hukum menekankan pentingnya pengelolaan negara berpijak pada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku untuk menjaga negara dikelola secara baik dan menghindari ketidakpastian.
(ars)