Petani Jangan Hilang
A
A
A
Petani membutuhkan lahan yang luas untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun sayangnya petani merelakan lahannya untuk dijadikan lahan perumahan dan perindustrian yang kita gunakan.
Masyarakat hanya memikirkan bagaimana dia tinggal, bagaimana bentuk rumah yang ideal ataupun bagaimana rumah yang dia tempati dapat diakses terhadap jalur lain, tidak memikirkan kapan dewasa ini petani akan maju dalam hal pembangunan infrastruktur pertanian. Hal ini tentu lambat laun menyebabkan lahan di sektor pertanian mengecil.
Juga dapat menyebabkan sempitnya lahan, pencemaran lingkungan, dan berkurangnya produksi pertanian. Masyarakat belum sadar akan hal seperti ini. Masyarakat terlalu konsumtif atas produk impor akibat kebijakan pemerintah. Contohnya pada kasus pembebasan impor untuk beras dan bahan pangan lainnya tahun 2014.
Impor dari negara lain merupakan bukti kurang dihargainya petani. Hanya karena beras made in Thailand masyarakat berbondong-bondong untuk membeli sebanyak-banyaknya. Adapun untuk produksi hasil sendiri rasanya sedikit malu untuk membelinya dengan berbagai alasan. Upah yang dihasilkan petani sangat minim. Mereka hanya dapat diupah oleh pengepul dan distributor.
Upah tersebut digunakan untuk modal menanam beras dan jagung kembali, sisanya pun ala kadarnya. Untuk makan sehari-hari saja mereka harus berusaha keras untuk menafkahi keluarganya. Apakah kita belum bisa menghargai jasa petani? Petani lambat laun akan hilang akibat tertindasnya hak-hak mereka.
Pemerintah tidak bisa mengadvokasi profesi pertanian baik dalam bentuk undang-undang maupun penghargaan yang diberikan ke petani. Contohnya pada dipersulitnya pengeksporan akibat melambungnya biaya bea cukai keluar serta masalah kurs mata uang yang tinggi.
Sadarlah pemuda pejuang bangsa dan masyarakat Indonesia.Mari kita lakukan hal yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Cukup menghargai jasa para profesi pertanian, khususnya seorang petani.
Menghargainya pun tidak perlu memberatkan hati para pemuda pejuang bangsa. Kita harus memahami bagaimana rasanya menjadi seorang petani. Kita jangan merampas lahan petani karena kebutuhan papan.
Aryan Nugroho
Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, Anggota Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya Universitas Indonesia
Masyarakat hanya memikirkan bagaimana dia tinggal, bagaimana bentuk rumah yang ideal ataupun bagaimana rumah yang dia tempati dapat diakses terhadap jalur lain, tidak memikirkan kapan dewasa ini petani akan maju dalam hal pembangunan infrastruktur pertanian. Hal ini tentu lambat laun menyebabkan lahan di sektor pertanian mengecil.
Juga dapat menyebabkan sempitnya lahan, pencemaran lingkungan, dan berkurangnya produksi pertanian. Masyarakat belum sadar akan hal seperti ini. Masyarakat terlalu konsumtif atas produk impor akibat kebijakan pemerintah. Contohnya pada kasus pembebasan impor untuk beras dan bahan pangan lainnya tahun 2014.
Impor dari negara lain merupakan bukti kurang dihargainya petani. Hanya karena beras made in Thailand masyarakat berbondong-bondong untuk membeli sebanyak-banyaknya. Adapun untuk produksi hasil sendiri rasanya sedikit malu untuk membelinya dengan berbagai alasan. Upah yang dihasilkan petani sangat minim. Mereka hanya dapat diupah oleh pengepul dan distributor.
Upah tersebut digunakan untuk modal menanam beras dan jagung kembali, sisanya pun ala kadarnya. Untuk makan sehari-hari saja mereka harus berusaha keras untuk menafkahi keluarganya. Apakah kita belum bisa menghargai jasa petani? Petani lambat laun akan hilang akibat tertindasnya hak-hak mereka.
Pemerintah tidak bisa mengadvokasi profesi pertanian baik dalam bentuk undang-undang maupun penghargaan yang diberikan ke petani. Contohnya pada dipersulitnya pengeksporan akibat melambungnya biaya bea cukai keluar serta masalah kurs mata uang yang tinggi.
Sadarlah pemuda pejuang bangsa dan masyarakat Indonesia.Mari kita lakukan hal yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Cukup menghargai jasa para profesi pertanian, khususnya seorang petani.
Menghargainya pun tidak perlu memberatkan hati para pemuda pejuang bangsa. Kita harus memahami bagaimana rasanya menjadi seorang petani. Kita jangan merampas lahan petani karena kebutuhan papan.
Aryan Nugroho
Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, Anggota Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya Universitas Indonesia
(ftr)