Bumerang Pemberasan Timur

Sabtu, 28 Maret 2015 - 10:23 WIB
Bumerang Pemberasan...
Bumerang Pemberasan Timur
A A A
Isti Sri Ulfiarti
Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, Anggota KSM Eka Prasetya UI Universitas Indonesia

Menjadi seorang Indonesia belumlah lengkap apabila makan tanpa nasi, meskipun telah makan roti, ubi, bakso, kue, ataupun hal nonberas lainnya.

Hal itu yang kadang tercuat dalam menjawab apakah kita telah makan ataupun belum. Meskipun tidak secara mutlak, hal ini dapat menyiratkan bahwa orang Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Orang Indonesia yang dimaksud bukanlah sebatas pada Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, melainkan juga meliputi wilayah-wilayah yang memang menjadi bagian dari Indonesia dari Sabang di barat hingga Merauke di timur, serta dari Miangas di utara hingga Pulau Rote di selatan Indonesia.

Mengonsumsi beras ataupun makan nasi adalah hal yang beradab, katanya. Pemberadaban makan beras ini bila ditinjau ke belakang, tahun 1969, Indonesia secara konsisten telah mengejar swasembada beras. Pada masa Orde Baru, makan beras adalah hal yang beradab, maka ini harus ditularkan pada saudara kita, khususnya di wilayah-wilayah timur yang masih merupakan bagian dari negara Indonesia.

Pembukaan lahan berjalan, persawahan dibuka di setiap pulau, semua orang Indonesia harus makan beras, agar beradab, katanya. Pemberadaban makan beras ini tidaklah memperhatikan tradisi wilayah tujuan, di mana dominan wilayah timur adalah mengonsumsi pangan nonberas. Tahun-tahun berlalu, beras yang dulu dapat diproduksi dengan optimal kini hanya sebatas angan, beras langka, kita pun harus impor.

Pemberasan yang semula bertujuan menjadikan Indonesia masyarakat beradab, malah menjadikan rakyatnya ”kurang beradab”. Mereka saling berebut beras di pasar rakyat, ini terjadi karena semua orang butuh beras, orang timur yang dahulu makan makanan khas daerah mereka, namun karena kebijakan ”pemberadaban” beras, membuat mereka terbiasa makan beras.

Orang dari barat, timur, utara, dan selatan pun saling menginginkan beras, ini menjadi bumerang tersendiri bagi Indonesia, di mana saat kebutuhan pangan terpusat pada satu jenis, yaitu beras, tradisi pangan mereka sekarang menjadi pangan nomor dua, inilah ironi dari pemberasan Indonesia, ketika Indonesia bagian timur yang makanan khasnya sagu harus beradab dengan makan beras mengakibatkan Indonesia harus siap menanggung risikonya.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5750 seconds (0.1#10.140)