Pengacara Mary Jane Pikirkan Upaya Gugatan ke PTUN
A
A
A
YOGYAKARTA - Pengacara terpidana mati narkoba Mary Jane, Agus Salim memikirkan upaya hukum lain pasca penolakan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA). Yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Diakuinya, upaya hukum itu meniru langkah dua terpidana mati kasus narkotika lainnya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang sudah terlebih dulu mengajukan gugatan atas penolakan grasi ke PTUN.
"Kami akan diskusikan dulu dengan Mary Jane," kata Agus Salim ketika dihubungi SINDO, Kamis 26 MAret 2015 malam.
Secara umum, pihaknya merasa kecewa atas putusan MA itu. Ditudingnya hakim tidak mempertimbangkan sejumlah bukti baru yang diajukan termasuk yurisprudensi putusan PK terpidana kasus narkotika asal Thailand, Nonthanam N Saichon.
Di pengadilan tingkat pertama, Nonthanam divonis hukuman mati tapi putusan PK akhirnya meringankan vonis tersebut. Menurutnya latar belakang pengajuan PK Nonthanam dan Mary Jane sama persis yaitu terkait kendala bahasa saat menjalani proses hukum.
Dalam perkara Nonthanam, materi sidang tidak bisa tersampaikan dengan baik karena penerjemah tidak menguasai bahasa Thailand. "Sama seperti kasus Mary Jane, penerjemahnya tidak menguasai bahasa Tagalog," sebutnya.
Pihaknya secara tegas merasa kecewa atas vonis mati bagi Mary Jane. Karena terkesan perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu adalah gembong narkotika internasional.
"Kami tidak menyangka majelis akan menolak permohonan PK atas klien kami. Vonis mati itu seolah memposisikan Mary Jane sebagai gembong narkotika, padahal dia tidak tahu apa-apa tentang isi koper tersebut," imbuh Agus.
Langkah hukum gugatan ke PTUN diakuinya masih menunggu pemberitahuan resmi dari MA. Sampai saat ini dia masih sebatas mengetahui informasi penolakan PK dari pemberitaan media online.
Dilansir website resmi MA, majelis hakim MA yang dipimpin Ketua Hakim Agung M Saleh dengan anggota Timur Manurung dan Andi Samsan Nganro menolak bukti baru yang diajukan Mary Jane dalam memori PK-nya. Vonis telah diketuk pada hari Rabu 25 Maret kemarin.
"Informasinya seperti itu, tapi secara resmi kami belum menerima salinan putusan MA," kata Humas Pengadilan Negeri Sleman, Marliyus.
Diakuinya, upaya hukum itu meniru langkah dua terpidana mati kasus narkotika lainnya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang sudah terlebih dulu mengajukan gugatan atas penolakan grasi ke PTUN.
"Kami akan diskusikan dulu dengan Mary Jane," kata Agus Salim ketika dihubungi SINDO, Kamis 26 MAret 2015 malam.
Secara umum, pihaknya merasa kecewa atas putusan MA itu. Ditudingnya hakim tidak mempertimbangkan sejumlah bukti baru yang diajukan termasuk yurisprudensi putusan PK terpidana kasus narkotika asal Thailand, Nonthanam N Saichon.
Di pengadilan tingkat pertama, Nonthanam divonis hukuman mati tapi putusan PK akhirnya meringankan vonis tersebut. Menurutnya latar belakang pengajuan PK Nonthanam dan Mary Jane sama persis yaitu terkait kendala bahasa saat menjalani proses hukum.
Dalam perkara Nonthanam, materi sidang tidak bisa tersampaikan dengan baik karena penerjemah tidak menguasai bahasa Thailand. "Sama seperti kasus Mary Jane, penerjemahnya tidak menguasai bahasa Tagalog," sebutnya.
Pihaknya secara tegas merasa kecewa atas vonis mati bagi Mary Jane. Karena terkesan perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu adalah gembong narkotika internasional.
"Kami tidak menyangka majelis akan menolak permohonan PK atas klien kami. Vonis mati itu seolah memposisikan Mary Jane sebagai gembong narkotika, padahal dia tidak tahu apa-apa tentang isi koper tersebut," imbuh Agus.
Langkah hukum gugatan ke PTUN diakuinya masih menunggu pemberitahuan resmi dari MA. Sampai saat ini dia masih sebatas mengetahui informasi penolakan PK dari pemberitaan media online.
Dilansir website resmi MA, majelis hakim MA yang dipimpin Ketua Hakim Agung M Saleh dengan anggota Timur Manurung dan Andi Samsan Nganro menolak bukti baru yang diajukan Mary Jane dalam memori PK-nya. Vonis telah diketuk pada hari Rabu 25 Maret kemarin.
"Informasinya seperti itu, tapi secara resmi kami belum menerima salinan putusan MA," kata Humas Pengadilan Negeri Sleman, Marliyus.
(kri)