Negara Agraris yang Perlu Belajar
A
A
A
Pemerintah hingga saat ini belum bisa memberikan alternatif solusi makanan pokok untuk menyubstitusikan beras. Ini tentu akan berbahaya bagi Indonesia.
Lahan pertanian yang semakin lama semakin terkikis arus peningkatan permukiman dan jumlah penduduk Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya adalah alasan betapa berbahayanya kondisi masyarakat Indonesia di masa mendatang jika kondisi pertanian Indonesia tidak dilakukan improvement metode produksi yang cepat.
Indonesia memang menjadi penghasil beras terbanyak di Asia Tenggara, tetapi saat ini Indonesia masih mengimpor beras dari negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Tujuh puluh juta ton beras per tahun yang dihasilkan oleh petani-petani Indonesia (tahun 2014) ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras rakyat Indonesia.
Dulu pertanian menjadi ujung tombak perekonomian. Langkah penguatan ekonomi pada zaman Presiden Soeharto, lebih tepatnya ketika menteri perekonomian yang saat itu menjabat adalah Widjojo Nitisastro, lebih menekankan penguatan di bidang pertanian sebagai tulang punggung penggerak perekonomian negara.
Kala itu Pak Widjojo belajar banyak dari Jepang mengenai hal yang sesuai untuk menaikkan taraf perekonomian Indonesia. Hasilnya, melalui penguatan pertanian yang terkhusus pada beras, swasembada beras berhasil dicapai pada 1983. Jika kita melihat lebih luas yaitu negara yang menjadi pengekspor beras terbesar di Asia Tenggara, Vietnam.
Pertanian Vietnam tidak langsung bagus. Berbekal metode teknik ekologi yang diterapkan di China, Vietnam mengalami kemajuan pesat pada produksi padi mereka. Indonesia bisa mengambil pelajaran ini dengan mempertimbangkan segala permasalahan dan batasan lahan pertanian di negara ini yang semakin lama cenderung menyempit.
Langkah intensifikasi lahan pertanian inilah yang perlu digerakkan di Indonesia dalam jangka waktu dekat ini. Tetapi, untuk jangka panjangnya, pemerintah perlu dengan segera melakukan konversi makanan pokok yaitu mencari substitusi beras sebagai bahan pokok secara masif.
Semoga Indonesia yang memiliki label negara agraris tak hanya menjadi istilah, tetapi juga diakui keberadaan dan perannya sebagai penyandang julukan tersebut.
Hamdan A Putra Utama
Mahasiswa Jurusan Teknik IndustriUniversitas Gadjah Mada
Lahan pertanian yang semakin lama semakin terkikis arus peningkatan permukiman dan jumlah penduduk Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya adalah alasan betapa berbahayanya kondisi masyarakat Indonesia di masa mendatang jika kondisi pertanian Indonesia tidak dilakukan improvement metode produksi yang cepat.
Indonesia memang menjadi penghasil beras terbanyak di Asia Tenggara, tetapi saat ini Indonesia masih mengimpor beras dari negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Tujuh puluh juta ton beras per tahun yang dihasilkan oleh petani-petani Indonesia (tahun 2014) ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras rakyat Indonesia.
Dulu pertanian menjadi ujung tombak perekonomian. Langkah penguatan ekonomi pada zaman Presiden Soeharto, lebih tepatnya ketika menteri perekonomian yang saat itu menjabat adalah Widjojo Nitisastro, lebih menekankan penguatan di bidang pertanian sebagai tulang punggung penggerak perekonomian negara.
Kala itu Pak Widjojo belajar banyak dari Jepang mengenai hal yang sesuai untuk menaikkan taraf perekonomian Indonesia. Hasilnya, melalui penguatan pertanian yang terkhusus pada beras, swasembada beras berhasil dicapai pada 1983. Jika kita melihat lebih luas yaitu negara yang menjadi pengekspor beras terbesar di Asia Tenggara, Vietnam.
Pertanian Vietnam tidak langsung bagus. Berbekal metode teknik ekologi yang diterapkan di China, Vietnam mengalami kemajuan pesat pada produksi padi mereka. Indonesia bisa mengambil pelajaran ini dengan mempertimbangkan segala permasalahan dan batasan lahan pertanian di negara ini yang semakin lama cenderung menyempit.
Langkah intensifikasi lahan pertanian inilah yang perlu digerakkan di Indonesia dalam jangka waktu dekat ini. Tetapi, untuk jangka panjangnya, pemerintah perlu dengan segera melakukan konversi makanan pokok yaitu mencari substitusi beras sebagai bahan pokok secara masif.
Semoga Indonesia yang memiliki label negara agraris tak hanya menjadi istilah, tetapi juga diakui keberadaan dan perannya sebagai penyandang julukan tersebut.
Hamdan A Putra Utama
Mahasiswa Jurusan Teknik IndustriUniversitas Gadjah Mada
(ftr)