Lee dan Pemerintahan yang Bekerja

Rabu, 25 Maret 2015 - 07:57 WIB
Lee dan Pemerintahan...
Lee dan Pemerintahan yang Bekerja
A A A
Berpulangnya Lee Kuan Yew pada umur 91 tahun setelah lama berjuang menghadapi penyakit, mengagetkan publik tidak hanya di Singapura, tapi juga diseantero dunia.

Tak hanya didalam negeri, tak henti-hentinya media di luar Singapura, termasuk di Indonesia, ikut menyampaikan perkembangan berita tersebut. Sebelumnya masalah kesehatan Lee KuanYew selalu menjadi perhatian karena sangat sering muncul berbagai berita palsu (hoax) yang mengatakan bahwa sang pemimpin kharismatik Singapura itu sudah berpulang.

Sekalipun secara resmi Lee Kuan Yew sudah tidak lagi menjadi perdana menteri Singapura sejak mengoper tongkat estafet kepemimpinan kepada Goh Cok Tong pada 1990, namun Lee Kuan Yew masih memiliki peran besar dalam politik Singapura. Apalagi setelah melepaskan posisi perdana menteri, Lee menjabat sebagai menteri senior Singapura hingga 2004, lalu menjabat sebagai mentor menteri Singapura hingga 2011.

Lee tetap memiliki cengkeraman yang kuat dalam politik Singapura. Apalagi, perdana menteri Singapura saat ini adalah putranya, Lee Hsien Loong. Singapura, negara kecil dengan ukuran bisnis raksasa, selalu diidentikkan dengan Lee Kuan Yew sebagai salah satu dari 10 founding fathers Singapura.

Sekalipun tidak mengesampingkan peran sembilan founding fathers lainnya, yaitu David Marshall, Devan Nair, Eddie Barker, Goh Keng Swee, Lim Kim San, Ong Pang Boon, Othman Wok, S Rajaratnam, dan Toh Chin Chye, publik Singapura selalu mengelu-elukan Lee Kuan Yew sebagai orang yang sukses membawa Singapura menuju kemakmuran.

Sekalipun namanya harum, Lee Kuan Yew bukanlah seorang pemimpin lemah lembut yang selalu sibuk melakukan pencitraan berusaha mengambil hati rakyatnya. Bahkan di media sosial dan online, beredar lelucon yang cukup menggambarkan mengenai betapa kerasnya Lee Kuan Yew dalam membangun Singapura, yaitu ada yang bertanya siapa dewa/dewi welas asih, maka jawabannya adalah dewi Kwan Im.

Sementara pertanyaan dilanjutkan ke siapa dewa/dewi tanpa welas asih, maka jawabannya adalah Kuan Yew. Lelucon itu bisa dilihat dari dua sisi, baik negatif maupun positif. Hampir semua orang tahu bahwa Singapura bukanlah negara demokratis, dan dipimpin dengan tangan besi oleh Lee Kuan Yew, dan ini menjadi sisi negatif Singapura.

Tidak ada kebebasan berpendapat seperti layaknya negara demokrasi modern. Namun dari sisi positifnya, Lee Kuan Yew dan Singapura mampu memberikan contoh government that works . Sekalipun Lee Kuan Yew adalah seorang diktator, dia adalah diktator yang masih memikirkan kepentingan bangsanya, bukan hanya kepentingan dirinya sendiri.

Itulah salah satu alasan, sekalipun memiliki musuh politik yang sangat membencinya dan memenjarakan sangat banyak lawan politiknya, tetap saja mayoritas rakyat Singapura mencintainya. Tentunya kita yang menganut demokrasi tidak ingin pemimpin di negeri ini memimpin Indonesia dengan dominasi total seperti yang dilakukan Lee Kuan Yew dalam membangun Singapura.

Atau jika melihat lembaran sejarah kita sendiri, kita juga tidak ingin Indonesia kembali ke masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Namun, kita selalu mengharapkan pemimpin yang benar-benar tahu arah mana yang ingin diambil untuk bangsa ini.

Sangat mungkin rakyat merasa tidak setuju atas suatu arah pembangunan yang diambil pemimpin, namun bukan berarti harus terjebak dalam keragu-raguan. Indonesia mempunyai beban berat menjadi contoh bahwa negara post-authoritarian bisa membangun demokrasi yang bekerja dengan baik dan mampu membangun bangsanya menjadi bangsa yang kuat.

Memang demokrasi mengharuskan setiap pemimpin cabang pemerintahan eksekutif mempertimbangkan checks and balances dalam setiap kebijakan yang diambil, namun bukan berarti ketegasan tidak bisa dijalankan. Keragu-raguan atau inkonsistensi dalam kepemimpinan tidak pernah menguntungkan bagi suatu negara.

Jangan sampai pemimpin dan elite-elite membuat rakyat putus harapan dengan demokrasi. Indonesia harus menjadi contoh bagi seluruh dunia bahwa negara post-authoritarian mampu menjadi contoh negara demokrasi yang berjalan dengan efektif.
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0761 seconds (0.1#10.140)