Eksekusi Mati Terpidana Narkoba Tersandera PK Mary Jane
A
A
A
YOGYAKARTA - Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkotika gelombang dua tersandera upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) Mary Jane Fiesta Veloso.
Diketahui, warga negara Filipina itu masuk dalam daftar 10 orang terpidana narkoba yang akan dieksekusi mati pada gelombang kedua ini.
"Persiapan eksekusi sudah 95 persen, lima persennya salah satunya menunggu PK Mary Jane," kata Prasetyo saat berkunjung di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Senin 9 Maret 2015.
Kejaksaan memang berencana akan membarengkan pelaksanaan eksekusi terhadap 10 terpidana mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sembilan terpidana saat ini sudah dipindah ke Lapas Nusakambangan kecuali Mary Jane yang masih berada di Lapas Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
Prasetyo menyebutkan pertimbangan membarengkan pelaksanaan eksekusi untuk menghindari beban psikologis. Baik psikologis tim regu tembak maupun psikologis terpidana.
Selain itu, pemilihan lokasi pelaksanaan eksekusi seluruh terpidana mati di Nusakambangan berdasar Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati.
Yaitu lokasi pelaksanaan eksekusi tidak boleh terbuka untuk umum alias berada di lokasi yang steril. "Dibarengkan untuk hindarkan beban psikologis," ucapnya.
"Tim regu tembak juga sudah disiapkan ada 10 tim, persiapannya untuk terpidana seluruhnya, jadi eksekusinya bersamaan," jelasnya.
Pihaknya pun saat ini telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung soal upaya hukum PK Mary Jane yang telah diajukan melalui Pengadilan Negeri Sleman pada 3 Maret 2015 kemarin.
Agar ada kepastian hasil PK Mary Jane apakah dikabulkan atau ditolak. Karena kejaksaan tidak ingin ada masalah dikemudian hari seandainya seluruh terpidana termasuk Mary Jane telah dieksekusi.
"Kami tidak ingin ada masalah, kami bersabar agar seluruh hak hukum terpidana terpenuhi lebih dulu. Mereka (MA) pastinya sependapat," imbuhnya.
Perintah pemindahan Mary Jane dari Lapas Wirogunan ke Nusakambangan juga diakuinya masih menunggu hasil PK keluar.
Di sisi lain, Prasetyo juga menyayangkan Mary Jane baru mengajukan PK setelah grasinya ditolak presiden. Karena seorang terpidana yang telah mengajukan grasi artinya telah mengakui kesalahan, menerima vonis, dan memohon ampunan kepada presiden.
Menurutnya hal itu tidak lazim. Semestinya bagi terpidana yang sudah ajukan grasi tidak mengajukan upaya hukum lagi.
"Tapi ini kami hargai. Namun menjadi hambatan bagi kami, apalagi proses PK tidak mengenal batasan waktu. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) juga nyatakan PK bisa lebih dari satu kali. Upaya PK tak hambat eksekusi, tapi berbeda untuk terpidana mati," jelasnya.
Diketahui, warga negara Filipina itu masuk dalam daftar 10 orang terpidana narkoba yang akan dieksekusi mati pada gelombang kedua ini.
"Persiapan eksekusi sudah 95 persen, lima persennya salah satunya menunggu PK Mary Jane," kata Prasetyo saat berkunjung di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Senin 9 Maret 2015.
Kejaksaan memang berencana akan membarengkan pelaksanaan eksekusi terhadap 10 terpidana mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sembilan terpidana saat ini sudah dipindah ke Lapas Nusakambangan kecuali Mary Jane yang masih berada di Lapas Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
Prasetyo menyebutkan pertimbangan membarengkan pelaksanaan eksekusi untuk menghindari beban psikologis. Baik psikologis tim regu tembak maupun psikologis terpidana.
Selain itu, pemilihan lokasi pelaksanaan eksekusi seluruh terpidana mati di Nusakambangan berdasar Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati.
Yaitu lokasi pelaksanaan eksekusi tidak boleh terbuka untuk umum alias berada di lokasi yang steril. "Dibarengkan untuk hindarkan beban psikologis," ucapnya.
"Tim regu tembak juga sudah disiapkan ada 10 tim, persiapannya untuk terpidana seluruhnya, jadi eksekusinya bersamaan," jelasnya.
Pihaknya pun saat ini telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung soal upaya hukum PK Mary Jane yang telah diajukan melalui Pengadilan Negeri Sleman pada 3 Maret 2015 kemarin.
Agar ada kepastian hasil PK Mary Jane apakah dikabulkan atau ditolak. Karena kejaksaan tidak ingin ada masalah dikemudian hari seandainya seluruh terpidana termasuk Mary Jane telah dieksekusi.
"Kami tidak ingin ada masalah, kami bersabar agar seluruh hak hukum terpidana terpenuhi lebih dulu. Mereka (MA) pastinya sependapat," imbuhnya.
Perintah pemindahan Mary Jane dari Lapas Wirogunan ke Nusakambangan juga diakuinya masih menunggu hasil PK keluar.
Di sisi lain, Prasetyo juga menyayangkan Mary Jane baru mengajukan PK setelah grasinya ditolak presiden. Karena seorang terpidana yang telah mengajukan grasi artinya telah mengakui kesalahan, menerima vonis, dan memohon ampunan kepada presiden.
Menurutnya hal itu tidak lazim. Semestinya bagi terpidana yang sudah ajukan grasi tidak mengajukan upaya hukum lagi.
"Tapi ini kami hargai. Namun menjadi hambatan bagi kami, apalagi proses PK tidak mengenal batasan waktu. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) juga nyatakan PK bisa lebih dari satu kali. Upaya PK tak hambat eksekusi, tapi berbeda untuk terpidana mati," jelasnya.
(maf)