Reformasi Agraria di Tengah Ironi

Senin, 09 Maret 2015 - 09:28 WIB
Reformasi Agraria di Tengah Ironi
Reformasi Agraria di Tengah Ironi
A A A
Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam 15 negara terbesar di dunia jika dilihat dari luas daratannya, yakni 1.904.569 km2, bahkan termasuk tujuh negara terbesar di dunia jika dilihat dari luas wilayah daratan dan lautan.

Indonesia bahkan sering disebut sebagai negara agraris karena hampir semua wilayah di Indonesia didominasi pertanian. Pertanian utamanya berada di daerah Jawa yang memiliki tanah yang subur. Akan tetapi, nasib petani di Indonesia tidak sebaik yang dibayangkan meskipun tinggal di negara agraris.

Lahan pertanian di Indonesia makin menyusut. Laju penyusutan lahan pertanian mencapai angka 1,935 juta hektare selama 15 tahun atau 129.000 hektare per tahun. Menurut Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, rata-rata lahan yang dimiliki petani saat ini hanya 0,8 hektare.

Sensus Pertanian 2013 juga menunjukkan rumah tangga tani di Indonesia mencapai 26,13 juta, berarti selama 10 tahun terjadi penurunan 5,07 juta rumah tangga pertanian dibandingkan hasil Sensus Pertanian 2003. Nasib petani makin mengenaskan karena menurut BPS pada 2014 pertanian merupakan sektor dengan pendapatan rata-rata terendah, yakni 1,03 juta per bulan.

Padahal sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi suatu negara, terutama di sektor pertanian yang menghasilkan makanan pokok seperti beras dan makanan yang sering digunakan untuk makanan sehari-hari seperti kedelai.

Pemenuhan kebutuhan pokok seperti itu sangat penting bagi negara Indonesia yang merupakan negara dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Jika suatu negara masih menggantungkan kebutuhan pokok seperti beras, maka Indonesia akan memiliki nilai tawar yang cukup lemah jika dibandingkan negara lain yang memiliki surplus komoditas kebutuhan pokok tersebut.

Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi berkoordinasi sehingga bisa memberikan 2 hektare lahan kepada setiap petani.

Jumlah 2 hektare ini sebenarnya merupakan luas minimal yang harus dimiliki tiap petani agar dapat menghasilkan produk yang efisien. Selain peningkatan lahan atau ekstensifikasi, para petani di Indonesia di masa depan juga harus melakukan intensifikasi, yakni pengoptimalan lahan yang ada contohnya melalui pancausaha tani maupun diversifikasi, yakni penganekaragaman komoditi pertanian.

Dengan demikian, produk pertanian akan meningkat, kebutuhan pangan terutama makanan pokok terpenuhi, serta kesejahteraan para pekerja di sektor pertanian meningkat.

Muhammad Hazmi Ash Shidqi
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi, Anggota Divisi Kajian Badan Otonom Economica FEUI Universitas Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6572 seconds (0.1#10.140)