Tawarkan Barter Tahanan, Australia Coba Bodohi Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Tawaran pertukaran tahanan oleh Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia dinilai janggal. Tawaran itu dinilai sebagai upaya Australia untuk membodohi Pemerintah Indonesia.
"Tawaran Pemerintah Australia ini sangat janggal dalam hukum internasional dan cenderung membodohi Pemerintah Indonesia bila menerima tawaran tersebut," tutur Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana kepada Sindonews, Jumat (6/3/2015).
Hikmahanto mengatakan, pertukaran tahanan atau tawanan (exchange of prisoners) hanya dikenal ketika dua negara berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.
Dia menambahkan, Indonesia dengan Australia tidak dalam situasi perang."Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan baik di Indonesia maupun Australia," katanya.
Dia menjelaskan jika yang dimaksud oleh Julia Bishop adalah pemindahan terpidana (transfer of sentenced person) maka antara Indonesia dan Australia belum ada perjanjian pemindahan terpidana.
Apalagi, lanjut dia, di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemindahan Terpidana.
Padahal, kata dia, Undang-Undang ini perlu ada sebelum adanya perjanjian pemindahan terpidana.
"Terakhir, kalaupun ada perjanjian pemindahan terpidana maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati," ucapnya.
Dia menganggap langkah Presiden Jokowi menolak tawaran Australia itu sudah tepat.
"Harapan Indonesia tentunya Pemerintah Australia menghormati kedaulatan Indonesia yang melakukan penghukuman terhadap WN Australia yang melakukan kejahatan di Indonesia," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop menawarkan kepada Menteri luar negeri Indonesia Retno LP Marsudi menukar tiga warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan di Australia dengan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
"Tawaran Pemerintah Australia ini sangat janggal dalam hukum internasional dan cenderung membodohi Pemerintah Indonesia bila menerima tawaran tersebut," tutur Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana kepada Sindonews, Jumat (6/3/2015).
Hikmahanto mengatakan, pertukaran tahanan atau tawanan (exchange of prisoners) hanya dikenal ketika dua negara berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.
Dia menambahkan, Indonesia dengan Australia tidak dalam situasi perang."Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan baik di Indonesia maupun Australia," katanya.
Dia menjelaskan jika yang dimaksud oleh Julia Bishop adalah pemindahan terpidana (transfer of sentenced person) maka antara Indonesia dan Australia belum ada perjanjian pemindahan terpidana.
Apalagi, lanjut dia, di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemindahan Terpidana.
Padahal, kata dia, Undang-Undang ini perlu ada sebelum adanya perjanjian pemindahan terpidana.
"Terakhir, kalaupun ada perjanjian pemindahan terpidana maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati," ucapnya.
Dia menganggap langkah Presiden Jokowi menolak tawaran Australia itu sudah tepat.
"Harapan Indonesia tentunya Pemerintah Australia menghormati kedaulatan Indonesia yang melakukan penghukuman terhadap WN Australia yang melakukan kejahatan di Indonesia," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop menawarkan kepada Menteri luar negeri Indonesia Retno LP Marsudi menukar tiga warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan di Australia dengan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
(dam)