Salahnya Cara Berpikir dalam Pertanian Kita

Kamis, 05 Maret 2015 - 10:42 WIB
Salahnya Cara Berpikir...
Salahnya Cara Berpikir dalam Pertanian Kita
A A A
Agaton Kenshanahan
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Padjadjaran



Dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi yang berisi tulisan-tulisan Bung Karno, tertulis bahwa salah satu faktor datangnya bangsa asing ke Indonesia adalah karena adanya rezeki.

Rezeki yang dimaksud di sini adalah melimpahnya sumber daya alam yang ada di Indonesia. Agaknya refleksi di atas menjadi perenungan bagi kita saat ini. Indonesia yang notabene beriklim tropis dan tanahnya subur, kini bahkan masih mengimpor beras dari negara lain. Belum bisa berdiri di atas negeri sendiri. Cita-cita mengenai kemerdekaan mungkin sudah dicapai, tapi dalam hal pangan mungkin masih jauh panggang dari api.

Keadaan ini membuat kita harus berpikir ulang mengapa negara-negara yang berada di tidak berada di iklim tropis bisa maju. Padahal wilayah mereka tidak banyak mendukung untuk sektor agraris. Penyebabnya adalah keterbatasan yang mereka miliki sehingga mereka dipacu untuk berpikir bagaimana mencukupi kebutuhan pangannya. Berbeda dengan Indonesia, kebanyakan petani masih menggunakan cara konservatif.

Walaupun dulu sempat diberlakukan swasembada pangan, tetap saja teknik pertanian kita masih jauh ketinggalan dari negara seperti Jerman tadi. Masyarakat kita seharusnya sudah bisa berpikir bagaimana caranya mengeluarkan keringat seminimal mungkin untuk menghasilkan komoditas semaksimal mungkin. Stereotipe tanah yang subur dan mudah ditanami berbagai tanaman membuat kita terlena untuk tidak mengembangkan apa yang kita miliki. Yang bisa kita lakukan hanyalah menggunakan dan menggunakannya saja. Tidak berpikir lebih jauh bagaimana tantangan ke depan.

Berbicara masalah kemajuan pertanian tidak lepas dari pemikiran-pemikiran dari kaum intelektual. Khususnya para insinyur di bidang pertanian yang mengenyam pendidikan tinggi. Sangat jarang ditemui mahasiswa pertanian yang memiliki cita-cita untuk menjadi petani dan punya visi untuk memajukan pertanian Indonesia. Lalu untuk apa mereka belajar tentang pertanian selama ini? Tulisan ini agaknya tidak lebih dari sekadar bahan perenungan belaka.

Namun melihat permasalahan pangan di Indonesia yang telah dipaparkan di atas, kita harus mulai mengubah pola pemikiran kita. Jangan kita hanya berpikir bagaimana kita bisa makan saat ini, namun juga harus berpikir bagaimana anak-cucu kita bisa makan ke depan. Jayalah panganku, jayalah Indonesiaku!
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1103 seconds (0.1#10.140)