Machfud Suroso Akui Terima Dana Hambalang Rp162 M
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso mengakui menerima dana Rp162 miliar dari kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sarana prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Kesaksian ini disampaikan Machfud saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (18/2/2015). Semua bermula saat Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto berkaitan dengan kontrak Mekanikal Elektrikal (ME) yang diperoleh DCL dari konsorsium PT Adhi Karya (AK)-PT Wijaya Karya (Wika).
Machfud Suroso menyatakan, dia bersama tim enginering PT DCL termasuk Direktur Operasional PT DCL Roni Wijaya melakukan kajian atas proposal penawaran proyek Mekanikal Elektrikal (ME) yang akan diajukan ke konsorsium. Akhirnya ketemu angka Rp340 miliar termasuk PPh dan PPn. Setelah itu Machfud diundang PT AK. Machfud datang bersama Roni Wijaya. Negosiasi sangat alot.
Saat itu, Machfud mendapat dokumen design dari PT AK yang kurang cukup dan tidak sempurna. Mulanya, dia bingung. Dia mencontohkan, ibarat sepeda motor tentu butuh roda. Tapi design MEyang disodorkan PT AK itu tidak ada roda. Dari pertemuan tersebut, ditemukan angka Rp295 miliar termasuk PPh tapi belum termasuk PPn.
"Lantas di situ saudara Teuku Bagus masuk ke ruangan itu (pertemuan) nyelonong. Dia bilang tambahin 50 (Rp50 miliar), saya kaget," ujar Machfud di depan majelis hakim.
JPU Fitroh mengingatkan apakah tambahan Rp50 miliar itu untuk pemenuhkan fee 18 persen dalam pengurusan Hambalang yang dialokasikan kepada puluhan orang? Machfud berkilah tidak tahu.
Machfud hanya mengaku kaget. Karena dia sudah sudah berupaya keras dan mengajukan tawaran Rp340 miliar, kemudian diturunkan Rp295 miliar, dan kenapa belakangan mesti ditambah lagi.
Fitroh mengingatkan kesaksian Roni, pejabat/mantan pejabat PT AK, dan anak buah Machfud yang menyebutkan angka Rp50 miliar berkaitan dengan upaya pemberian ke sejumlah pihak. Machfud membantah.
"Selang beberapa hari saya disodori draft kontar ke meja saya, nilainya Rp324 miliar sudah termasuk PPh dan PPn. Angggapan saya, negosiasi saya disetujui. Roni pun senang dengan itu. Kemudian, saya setelah tahu dari audit, itu (yang saya terima) 162 (Rp162 miliar) sekian," imbuhnya.
Dia membenarkan uang yang dibayarkan konsorsium untuk PT DCL dalam dua tahap. Pertama, sebesar Rp140 miliar. Kedua, Rp92 miliar. Uang diterima lewat rekening DCL dan rekening pribadi Machfud. Tapi Machfud membantah pernah menerima secara tunai.
Alasan uang proyek ME Hambalang diterima lewat dua rekening karena PT DCL sejak dulu didirikan bersama Roni. Dalam perjalanan anak buahnya bernama Dwi mengusulkan uang tersebut dimasukin saja ke rekening pribadi.
"Nah yang Rp162 miliar tadi ada yang dipindahkan ke rekening BNI untuk operasional? Nilainya Rp103 miliar seperti kata Roni?" cecar Fitro.
Machfud hanya membenarkan dari Rp162 miliar ada yang dipindahkan ke rekening BNI. Tapi jumlah totalnya berapa Machfud tidak mengetahuinya. Fitroh mencecar sisa uang Rp49 miliar yang masih fiktif sisa dari Rp103 miliar dari total keseluruhan Rp162 miliar.
Fitroh melanjutkan temuan Rp162 miliar merupakan hasil perhitungan auditor/akuntan publik yang ditunjuk Machfud bernama Irfan Nur Andri. "Iya (perhitungan Irfan). Kalau di rekening operasional tadi saya tidak paham. Tapi ada memang di rekening saya," tandas Machfud.
Kesaksian ini disampaikan Machfud saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (18/2/2015). Semua bermula saat Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto berkaitan dengan kontrak Mekanikal Elektrikal (ME) yang diperoleh DCL dari konsorsium PT Adhi Karya (AK)-PT Wijaya Karya (Wika).
Machfud Suroso menyatakan, dia bersama tim enginering PT DCL termasuk Direktur Operasional PT DCL Roni Wijaya melakukan kajian atas proposal penawaran proyek Mekanikal Elektrikal (ME) yang akan diajukan ke konsorsium. Akhirnya ketemu angka Rp340 miliar termasuk PPh dan PPn. Setelah itu Machfud diundang PT AK. Machfud datang bersama Roni Wijaya. Negosiasi sangat alot.
Saat itu, Machfud mendapat dokumen design dari PT AK yang kurang cukup dan tidak sempurna. Mulanya, dia bingung. Dia mencontohkan, ibarat sepeda motor tentu butuh roda. Tapi design MEyang disodorkan PT AK itu tidak ada roda. Dari pertemuan tersebut, ditemukan angka Rp295 miliar termasuk PPh tapi belum termasuk PPn.
"Lantas di situ saudara Teuku Bagus masuk ke ruangan itu (pertemuan) nyelonong. Dia bilang tambahin 50 (Rp50 miliar), saya kaget," ujar Machfud di depan majelis hakim.
JPU Fitroh mengingatkan apakah tambahan Rp50 miliar itu untuk pemenuhkan fee 18 persen dalam pengurusan Hambalang yang dialokasikan kepada puluhan orang? Machfud berkilah tidak tahu.
Machfud hanya mengaku kaget. Karena dia sudah sudah berupaya keras dan mengajukan tawaran Rp340 miliar, kemudian diturunkan Rp295 miliar, dan kenapa belakangan mesti ditambah lagi.
Fitroh mengingatkan kesaksian Roni, pejabat/mantan pejabat PT AK, dan anak buah Machfud yang menyebutkan angka Rp50 miliar berkaitan dengan upaya pemberian ke sejumlah pihak. Machfud membantah.
"Selang beberapa hari saya disodori draft kontar ke meja saya, nilainya Rp324 miliar sudah termasuk PPh dan PPn. Angggapan saya, negosiasi saya disetujui. Roni pun senang dengan itu. Kemudian, saya setelah tahu dari audit, itu (yang saya terima) 162 (Rp162 miliar) sekian," imbuhnya.
Dia membenarkan uang yang dibayarkan konsorsium untuk PT DCL dalam dua tahap. Pertama, sebesar Rp140 miliar. Kedua, Rp92 miliar. Uang diterima lewat rekening DCL dan rekening pribadi Machfud. Tapi Machfud membantah pernah menerima secara tunai.
Alasan uang proyek ME Hambalang diterima lewat dua rekening karena PT DCL sejak dulu didirikan bersama Roni. Dalam perjalanan anak buahnya bernama Dwi mengusulkan uang tersebut dimasukin saja ke rekening pribadi.
"Nah yang Rp162 miliar tadi ada yang dipindahkan ke rekening BNI untuk operasional? Nilainya Rp103 miliar seperti kata Roni?" cecar Fitro.
Machfud hanya membenarkan dari Rp162 miliar ada yang dipindahkan ke rekening BNI. Tapi jumlah totalnya berapa Machfud tidak mengetahuinya. Fitroh mencecar sisa uang Rp49 miliar yang masih fiktif sisa dari Rp103 miliar dari total keseluruhan Rp162 miliar.
Fitroh melanjutkan temuan Rp162 miliar merupakan hasil perhitungan auditor/akuntan publik yang ditunjuk Machfud bernama Irfan Nur Andri. "Iya (perhitungan Irfan). Kalau di rekening operasional tadi saya tidak paham. Tapi ada memang di rekening saya," tandas Machfud.
(hyk)