Buku dan Peradaban Kampus

Selasa, 17 Februari 2015 - 11:50 WIB
Buku dan Peradaban Kampus
Buku dan Peradaban Kampus
A A A
Buku tampaknya bukan sebuah hal asing bagi masyarakat kampus. Akan tetapi, hal demikian akan terasa asing jikalau sebuah peradaban kampus tidak memiliki semangat kebudayaan berliterasi dengan buku-buku bermutu.

Apalagi jika suatu kampus sudah tidak peduli memikirkan perkembangan koleksi buku-buku di perpustakaan kampus itu sendiri, lebih parahnya lagi sampai acuh terhadap buku, seperti dikatakan Edward Shils dalam buku Etika Akademis (1993) bahwa kampus tersebut tidak bertanggung jawab.

Dalam hal ini, jika taman adalah paru-parunya kota maka perpustakaan adalah jantungnya pendidikan, dan peran buku adalah nyawanya perpustakaan. Maka itu, tidak bisa dibayangkan sebuah kampus yang lalai memperhatikan perkembangan buku dalam perpustakaan mereka dapat dikatakan bukanlah universitas.

Seperti dikatakan oleh Thomas Carlyle dalam Jurnal Ilmu dan Budaya (1991), meneguhkan bahwa universitas yang sesungguhnya adalah buku yang tiada berhingga jumlahnya dalam koleksi perpustakaan kampus tersebut. Dalam sebuah kenyataan, kita sering mendapati berbagai polemik terhadap perkembangan buku, bukan saja lantaran kurang berperannya kampus mengakses ketersediaan buku.

Lebih dari itu, minat baca oleh mahasiswa telah mengendur lebih sering buku hanya berguna pada saat skripsi saja. Maka seperti yang dikatakan oleh Sutan Takdir Alisjahbana bahwa seseorang tamatan sekolah perguruan tinggi atau yang sedang menempuh masa studinya tidak menghendaki membaca buku, bisa dikatakan manusia itu telah mati. Mati di sini dalam arti tertutupnya ide-ide segar dalam diri mereka.

Buku dan peradaban kampus tidak lain sebagai sebuah kesatuan dalam segenap aktivitas para mahasiswa dalam mengkreasikan dan mengembangkan ilmu-ilmu mereka ke arah yang lebih jauh. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas pendidikan tinggi saat ini bisa diawali dengan menyiasati ketersediaan jumlah koleksi buku dalam perpustakaan pribadi sang mahasiswa ataupun perpustakaan umum milik kampus.

Karena ke depan jika kekuatan literasi para filosof Yunani mampu menjadi kiblat dunia, tidak dapat dimungkiri sebaliknya Indonesia pun kelak ke depan mampu menjadi pengganti bagi kiblat dunia. Semoga!

RIZKY PUJIANTO
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Jakarta
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5214 seconds (0.1#10.140)