DPR Ingin Ada Pengadilan Khusus Sengketa Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat saat ini sengketa pilkada akan ditangani Mahkamah Konstitusi (MK). Namun ke depan diharapkan ada pengadilan khusus sengketa pilkada.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy berharap ada pengadilan khusus untuk sengketa pilkada ini bisa terbentuk.
"Sebelum dibentuk badan peradilan khusus tersebut maka UU Pilkada ini mengamanahkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi," tutur Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 16 Februari 2015.
Mengenai sengketa antara calon kepala daerah dan penyelenggara terkait penetapan pasangan calon akan ditangani oleh pengadilan tinggi tata usaha negara.
Sebelumnya perselisihan tersebut ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Norma ini berubah dibanding perppu yang masih membuka peluang banding kasasi sampai Mahkamah Agung," tuturnya.
Sementara itu untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur diangkat pelaksana tugas dari jabatan eselon 1 dan wali kota atau bupati eselon 2.
"Sedang mengisi jabatan bupati atau wali kota diangkat penjabat dari jabatan pimpinan tinggi pratama," katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy berharap ada pengadilan khusus untuk sengketa pilkada ini bisa terbentuk.
"Sebelum dibentuk badan peradilan khusus tersebut maka UU Pilkada ini mengamanahkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi," tutur Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 16 Februari 2015.
Mengenai sengketa antara calon kepala daerah dan penyelenggara terkait penetapan pasangan calon akan ditangani oleh pengadilan tinggi tata usaha negara.
Sebelumnya perselisihan tersebut ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Norma ini berubah dibanding perppu yang masih membuka peluang banding kasasi sampai Mahkamah Agung," tuturnya.
Sementara itu untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur diangkat pelaksana tugas dari jabatan eselon 1 dan wali kota atau bupati eselon 2.
"Sedang mengisi jabatan bupati atau wali kota diangkat penjabat dari jabatan pimpinan tinggi pratama," katanya.
(dam)