Kesenjangan Ekonomi

Kamis, 12 Februari 2015 - 09:30 WIB
Kesenjangan Ekonomi
Kesenjangan Ekonomi
A A A
Tantangan mengelola Indonesia yang luas dengan jumlah pendudukratusan juta begitu kompleks.

Mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti apa-apa tanpa dibarengi pemerataan pembangunan yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti pemerataan adalah sebuah ancamannyata di depanmata. Jurang ketimpangan ekonomi akan melebarkan kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin.

Pemerintah sangat paham akan bahaya yang timbul akibat jurang kesenjangan masyarakat yang makin dalam.Karena itu,Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan peserta Kongres Umat Islam Indonesia ke-6 di Yogyakarta,kemarin,menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi senantiasa harus diiringi pemerataan.

Selama ini,mantan wali kota Solo itu mengakui pemerintah selalu terjebak dengan mengutamakan pertumbuhan ekonomi tetapi melupakan unsur pemerataan bagi masyarakat. Sebelum terlambat, pemerintah memang harus berjibaku mengatasi kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin.

Pada akhir tahun lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrin of Chaniago membeberkan bahwa kesenjangan di tengah masyarakat sudah dalam kondisi berbahaya yang bisa meledak setiapsaat.Hal itu didasarkan pada rasio gini atau koefisien sebagai alat ukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk di antaranya terkait dengan pendapatan yang sudah mencapai0,43.

Angkarasio gini yang juga dipakai untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan suatu negara sudah menunjukkan lampu kuning yang mirip dengan kondisi sebelum krisis 1997.Bahkan di beberapa daerah, rasio gini berada pada kisaran 0,44 hingga 0,45. Kondisi tersebut sangat rentan melahirkan masalah seriusdi tengah masyarakat apabila terdapat faktor lain yang bisamemicuterjadinya gejolak.

Di awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), rasio gini Indonesia masih bertengger di level 0,36 dan meningkat menjadi 0,41 pada 2011 lalu. Lalu,sejauh mana langkah pemerintah menipiskan rasio gini yang sudah masuk kategori berbahaya itu? Dalam lima tahun ke depan, pemerintah menargetkan untuk menurunkan rasio gini pada level 0,36.

Penurunan rasiogini tidak bisa ditargetkan dalam tahunan karena begitu banyak faktor yang mempengaruhi.Sehubungan itu,pemerintah kini lebih memfokuskan perhatian pengentasan kemiskinan sebagai program yang bisa menekan kesenjangan yang ada ditengah masyarakat.

Pemerintah menargetkan menurunkan persentase penduduk miskin sekitar 0,6%pada tahun ini dari angka kemiskinan yang masih mencapai 11% atau sebanyak 28 juta penduduk. Jadi kuncinya kembali ke pemerataan pendapatan masyarakat. Masalahnya bicara soal kemiskinan di negeri ini bukan sekadar pendapatan yang rendah sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.

Persoalan kemiskinan seringkali menjadi komoditas para politikus untuk menyerang lawan,terutama bagi yang menjalankan pemerintahan.Mengapa masalah kemiskinan menjadi ”jualan” yang laku?Karena salah satu cara gampang untuk menarik empati masyarakat. Celakanya, keakuratan data kemiskinan di Indonesia sering kali dipertanyakan karena ditengarai tidak didukung data akurat. Ini tantangan buat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)untuk terus memperbarui data yang ada.

Dan, dataTNP2K harus terintegrasi dengan data dari kementerianatau lembaga lainnya sehingga keakuratannya lebih terjamin.Data yang tidak akurat juga sumber masalah dalam memetakan masyarakat miskin yang ada sehingga programpengentasan kemiskinan bisa meleset. Selain data kemiskinan yang sering dipersoalkanmaka saatnya definisi kemiskinan juga harus diperjelas. Presiden Jokowi sudah meminta birokrasi tidakmengeluarkan definisi yang berbeda soal istilah kemiskinan.

Misalnya,masyarakat hampir miskin ituhanya istilah yang menghaluskan tetapi pada hakikatnya adalah miskin. Tetapi yang terpenting sekarang ditunggu adalah program nyata pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.Apalagi,pemerintah mengklaim ruang anggaran cukup lebar pasca penghapusan subsidi bahan bakar minyak.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0803 seconds (0.1#10.140)