Tim Independen

Rabu, 28 Januari 2015 - 10:47 WIB
Tim Independen
Tim Independen
A A A
Pemerintah akhirnya memutuskan membentuk tim independen untuk menyelesaikan polemik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Tim independen ini terdiri atas beberapa tokoh, di antaranya mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol (Purn) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, sosiolog Imam Prasodjo, dan mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto.

Jika pada akhirnya pemerintah membentuk tim independen, ini menunjukkan betapa kasus ini begitu rumit sehingga pemerintah butuh masukan beberapa tokoh yang diyakini mengetahui akar persoalan ini. Sebenarnya jika tidak mau repot dengan membentuk tim independen, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa minta masukan dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang baru saja dibentuk.

Namun, tampaknya peran Wantimpres dirasa belum cukup sehingga Presiden membutuhkan lebih banyak saran dari tokoh lain. Ini menunjukkan bahwa persoalan ini begitu rumit, setidaknya menurut pemerintah. Rumitnya persoalan ini tidak lepas dari intervensi banyak pihak ataupun dan berbagai kepentingan.

Intervensi politik dikatakan sebagai biang karena parpol pendukung pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla (JK) begitu ngotot ingin meloloskan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai kapolri, padahal sudah ditetapkan tersangka oleh KPK. Penetapan BG sebagai tersangka ini juga dikaitkan kekecewaan Ketua KPK Abraham Samad gagal maju ke suksesi presiden-wapres 2014.

Pertanyaan lain adalah beberapa hari setelah BG dicalonkan sebagai kapolri langsung ditetapkan tersangka, dan kenapa hanya BG jika memang dia dijerat dengan kasus rekening gendut. Seolah tak terima petingginya ditetapkan tersangka, Polri pun menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka dalam kasus keterangan palsu dalam sidang konflik Pilkada Kota Waringin di MK pada 2010 lalu.

Penetapan BW sebagai tersangka oleh Polri memunculkan gejolak karena ini dianggap sebagai balas dendam hingga tuduhan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Banyak aktivis yang berteriak untuk menyelamatkan KPK dari kriminalisasi, namun ada juga yang meminta untuk menyelamatkan Polri. Gelombang kasus BW belum berhenti, beberapa pimpinan KPK pun diancam dipidanakan dalam beberapa kasus.

Singkatnya, polemik antara KPK dan Polri mengisyaratkan kuat bahwa banyak kepentingan yang bermain selain kasus hukum. Akhirnya hukum yang menjadi dasar KPK dan Polri pun seolah berjalan limbung karena tarikan kepentingan dan intervensi. Hukum tidak bisa berjalan lurus dan tegak agar untuk menyelesaikan polemik ini.

Dampak dari ini, para penegak hukum, pemerintah, dan aktivis hanya sibuk berkomentar dan bertindak tentang polemik ini. Akibatnya mereka menjadi tidak fokus dengan upaya pemberantasan korupsi yang menjadi persoalan utama bangsa ini. Pelaku korupsi ataupun terpidana kasus korupsi seolah bertepuk tangan dan berdoa, aset bangsa itu terus berpolemik.

Tim independen yang ditargetkan 30 hari menyelesaikan polemik memang menjadi tumpuan. Tujuannya tentu harus mengembalikan hukum bisa berjalan lurus dan tegak untuk menyelesaikan polemik ini. Sangat yakin, jika benar-benar hukum bisa berjalan lurus dan tegak, polemik ini akan selesai bahkan tidak akan ada lagi kasus serupa di kemudian hari.

Tentu semua pihak berharap tim independen ini mampu bekerja baik tidak hanya mengakhiri polemik ini, tapi juga mampu menghentikan soraksorai dan tepuk tangan para koruptor. Tim independen diharapkan juga mampu meletakkan dasar yang kuat agar persoalan serupa tidak terjadi, mengingat gesekan antara lembaga penegak hukum sering kali terjadi dalam 10 tahun terakhir.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7267 seconds (0.1#10.140)