Ekonomi Kerakyatan
A
A
A
Ulul Hidayat
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Perbankan (STEBank) Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta Pusat Utara (Pustara). STEBank Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta
Ekonomi kerakyatan menurut Pasal 33 UUD 1945 merupakan ekonomi yang digerakkan atas dasar kekeluargaan, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM yang bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi.
M Hatta (1930), salah satu pakar ekonomi, membuat konsep ekonomi kerakyatan berdasarkan atas tiga prinsip. Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, berbagai cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ketiga, bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945). Memasuki tahun 2015, Pemerintah Indonesia akan menghadapi tantangan baru, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang tentunya akan memberikan prospek dan peluang ekonomi antar negara kawasan ASEAN.
Sebuah keharusan bagi negara anggota ASEAN untuk mempersiapkan diri dengan matang agar persaingan global di pasar bebas dapat dimaksimalkan. Namun pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan persiapan Indonesia? Pada bulan Maret 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sedangkan pada bulan September 2013 mencapai 28,60 juta orang, berkurang 0,32 juta orang dari tahun 2014.
Rakyat sebagai pemegang peranan penting dalam persaingan ekonomi global harus dibekali dengan kemampuan khusus untuk dapat bersaing. Jika tidak, rakyat akan menjadi korban. MEA yang berpotensi untuk menyejahterakan rakyat akan menjadi sebaliknya.
Sebagai sokoguru, dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), negara bisa berperan langsung untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang berkaitan dengan ekonomi. Dengan cara itu, diharapkan kemakmuran rakyat menjadi prioritas dari pada minoritas atau perorangan sebelum berhadapan dengan MEA. Wallahu aWallahu alam bi al-shawab .
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Perbankan (STEBank) Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta Pusat Utara (Pustara). STEBank Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta
Ekonomi kerakyatan menurut Pasal 33 UUD 1945 merupakan ekonomi yang digerakkan atas dasar kekeluargaan, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM yang bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi.
M Hatta (1930), salah satu pakar ekonomi, membuat konsep ekonomi kerakyatan berdasarkan atas tiga prinsip. Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, berbagai cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ketiga, bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945). Memasuki tahun 2015, Pemerintah Indonesia akan menghadapi tantangan baru, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang tentunya akan memberikan prospek dan peluang ekonomi antar negara kawasan ASEAN.
Sebuah keharusan bagi negara anggota ASEAN untuk mempersiapkan diri dengan matang agar persaingan global di pasar bebas dapat dimaksimalkan. Namun pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan persiapan Indonesia? Pada bulan Maret 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sedangkan pada bulan September 2013 mencapai 28,60 juta orang, berkurang 0,32 juta orang dari tahun 2014.
Rakyat sebagai pemegang peranan penting dalam persaingan ekonomi global harus dibekali dengan kemampuan khusus untuk dapat bersaing. Jika tidak, rakyat akan menjadi korban. MEA yang berpotensi untuk menyejahterakan rakyat akan menjadi sebaliknya.
Sebagai sokoguru, dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), negara bisa berperan langsung untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang berkaitan dengan ekonomi. Dengan cara itu, diharapkan kemakmuran rakyat menjadi prioritas dari pada minoritas atau perorangan sebelum berhadapan dengan MEA. Wallahu aWallahu alam bi al-shawab .
(ars)