Babinsa Jadi Penyuluh Pertanian, Sarjana Pertanian Nganggur
A
A
A
PRESIDEN Joko Widodo harus mempertimbangkan kembali kebijakan merekrut Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk mencukupi kekurangan tenaga penyuluh pertanian. Kebijakan itu akan menyebabkan puluhan ribu sarjana dan diploma pertanian yang sudah bekerja sebagai penyuluh pertanian honorer menjadi menganggur.
Kalau Babinsa yang direkrut jadi tenaga penyuluh itu jumlahnya 50 ribu orang, maka sebanyak itu pula sarjana dan diploma pertanian yang akan menganggur. Selama ini, kekurangan tenaga penyuluh itu diisi oleh sarjana dan diploma lulusan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Mereka ini dikontrak pemerintah untuk bekerja 10 bulan dalam setahun. Istilah untuk mereka adalah Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP). Setelah kontraknya habis pada tahun tersebut maka bisa diperpanjang pada tahun berikutnya.
Perekrutan Babinsa, berarti mengenyampingkan para sarjana dan diploma yang selama ini telah berkontribusi dalam pembangunan pertanian. Indikasi pengenyampingan mereka itu semakin jelas dengan belum ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian untuk pengangkatan kembali mereka sebagai THL TBPP pada tahun 2015 ini.
Pengenyampingan ini bisa diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi untuk negara. Kebijakan merekrut Babinsa berarti pula kebijakan PHK untuk THL TBPP.
Akibat kebijakan itu, puluhan ribu THL TBPP bisa kehilangan pekerjaan. Mereka akan jatuh miskin dan angka kemiskinan bertambah. Sehingga ada baiknya Presiden Jokowi sadar, bahwa kebijakan merekrut Babinsa sebagai penyuluh pertanian akan menambah angka kemiskinan.
DR H Hermanto, SE, MM
Anggota DPR RI A-88
Fraksi PKS
Kalau Babinsa yang direkrut jadi tenaga penyuluh itu jumlahnya 50 ribu orang, maka sebanyak itu pula sarjana dan diploma pertanian yang akan menganggur. Selama ini, kekurangan tenaga penyuluh itu diisi oleh sarjana dan diploma lulusan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Mereka ini dikontrak pemerintah untuk bekerja 10 bulan dalam setahun. Istilah untuk mereka adalah Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP). Setelah kontraknya habis pada tahun tersebut maka bisa diperpanjang pada tahun berikutnya.
Perekrutan Babinsa, berarti mengenyampingkan para sarjana dan diploma yang selama ini telah berkontribusi dalam pembangunan pertanian. Indikasi pengenyampingan mereka itu semakin jelas dengan belum ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian untuk pengangkatan kembali mereka sebagai THL TBPP pada tahun 2015 ini.
Pengenyampingan ini bisa diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi untuk negara. Kebijakan merekrut Babinsa berarti pula kebijakan PHK untuk THL TBPP.
Akibat kebijakan itu, puluhan ribu THL TBPP bisa kehilangan pekerjaan. Mereka akan jatuh miskin dan angka kemiskinan bertambah. Sehingga ada baiknya Presiden Jokowi sadar, bahwa kebijakan merekrut Babinsa sebagai penyuluh pertanian akan menambah angka kemiskinan.
DR H Hermanto, SE, MM
Anggota DPR RI A-88
Fraksi PKS
(hyk)