Generasi Muda Unjuk Gigi
A
A
A
Halimatus Sa'adiyah
Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sepertinya pemerintah baru harus berusaha dan berpikir lebih keras untuk menghadapi tantangan ekonomi ditahun ini.
Dari sekian banyak polemik perekonomian bangsa, ada hal yang paling menggelitik. Bagaimana bisa, Indonesia yang tanahnya begitu kaya dan subur masih saja menggantungkan ketersediaan kebutuhan pokok pada barang-barang impor. Sangat disayangkan, karena setiap tahunnya kebergantungan impor selalu menjadi top news tentang lesunya perekonomian bangsa ini.
Kampanye penggunaan bahan baku lokal dan barang konsumsi lokal merupakan cerita lama, yang realisasinya berjalan lambat sekali. Bukan main aturan dan iming-iming pemerintah yang telah ditetapkan untuk menggenjot produk lokal. Namun, sampai hari ini belum dapat direalisasikan. Belum lagi produsen-produsen asing yang membidik pasar nasional untuk memasukkan produk mereka.
Turunnya harga komoditas andalan Indonesia seperti karet, kelapa sawit, dan batu bara seharusnya menggerakkan hati kita semua. Apa lagi yang bangsa ini bisa hasilkan sebagai produk andalan. Kita jangan hanya jadi korban untuk mengonsumsi barang impor yang kian hari harganya makin melangit akibat inflasi berkepanjangan yang bakal membuat rakyat kecil makin melarat.
Pemerintah ataupun siapa yang peduli dengan kondisi bangsa ini tidak bisa bekerja sendiri untuk menyelesaikan tantangan perekonomian bangsa. Satu hal yang pasti sangat kurang dari kita adalah teknologi. Lihatlah, sudah berapa banyak investasi pemerintah dalam bidang teknologi. Generasi muda sepertinya bisa mulai diajak kerja sama untuk menangani proyek ekonomi dalam negeri.
Mungkin beberapa departemen akan berpikir percuma mengeluarkan dana yang banyak untuk pemberdayaan para pelajar di perguruan tinggi. Namun ini langkah awal, investasi kemajuan bangsa. Jika pemerintah tidak memberikan kepercayaan kepada generasi muda untuk ikut andil berinovasi dan menata perekonomian bangsa, kapan dan siapa lagi yang percaya pada mereka.
Dengan teknologi, kita membangun negeri. Bersama generasi muda, kita beraksi nyata. Komunitas pemerhati dan penggiat pangan serta produk lokal menjamur di berbagai kampus maupun himpunan mahasiswa di berbagai daerah, yang beraksi tanpa liputan media, apalagi imbalan yang berupa materi.
Saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Aliran investasi harusnya dari negeri untuk membangun negeri. Jika bukan hari ini, kapan lagi. Jika bukan generasi muda yang dirangkul, siapa lagi yang kita harapkan membangun Indonesia 10 atau 20 tahun ke depan.
Sudah waktunya kita mempersilakan barang-barang impor untuk minggir dari lalu lintas perdagangan Indonesia, dan pemerintah dengan senang hati bersinergi dengan perguruan tinggi menyemai bibit unggul bangsa.
Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sepertinya pemerintah baru harus berusaha dan berpikir lebih keras untuk menghadapi tantangan ekonomi ditahun ini.
Dari sekian banyak polemik perekonomian bangsa, ada hal yang paling menggelitik. Bagaimana bisa, Indonesia yang tanahnya begitu kaya dan subur masih saja menggantungkan ketersediaan kebutuhan pokok pada barang-barang impor. Sangat disayangkan, karena setiap tahunnya kebergantungan impor selalu menjadi top news tentang lesunya perekonomian bangsa ini.
Kampanye penggunaan bahan baku lokal dan barang konsumsi lokal merupakan cerita lama, yang realisasinya berjalan lambat sekali. Bukan main aturan dan iming-iming pemerintah yang telah ditetapkan untuk menggenjot produk lokal. Namun, sampai hari ini belum dapat direalisasikan. Belum lagi produsen-produsen asing yang membidik pasar nasional untuk memasukkan produk mereka.
Turunnya harga komoditas andalan Indonesia seperti karet, kelapa sawit, dan batu bara seharusnya menggerakkan hati kita semua. Apa lagi yang bangsa ini bisa hasilkan sebagai produk andalan. Kita jangan hanya jadi korban untuk mengonsumsi barang impor yang kian hari harganya makin melangit akibat inflasi berkepanjangan yang bakal membuat rakyat kecil makin melarat.
Pemerintah ataupun siapa yang peduli dengan kondisi bangsa ini tidak bisa bekerja sendiri untuk menyelesaikan tantangan perekonomian bangsa. Satu hal yang pasti sangat kurang dari kita adalah teknologi. Lihatlah, sudah berapa banyak investasi pemerintah dalam bidang teknologi. Generasi muda sepertinya bisa mulai diajak kerja sama untuk menangani proyek ekonomi dalam negeri.
Mungkin beberapa departemen akan berpikir percuma mengeluarkan dana yang banyak untuk pemberdayaan para pelajar di perguruan tinggi. Namun ini langkah awal, investasi kemajuan bangsa. Jika pemerintah tidak memberikan kepercayaan kepada generasi muda untuk ikut andil berinovasi dan menata perekonomian bangsa, kapan dan siapa lagi yang percaya pada mereka.
Dengan teknologi, kita membangun negeri. Bersama generasi muda, kita beraksi nyata. Komunitas pemerhati dan penggiat pangan serta produk lokal menjamur di berbagai kampus maupun himpunan mahasiswa di berbagai daerah, yang beraksi tanpa liputan media, apalagi imbalan yang berupa materi.
Saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Aliran investasi harusnya dari negeri untuk membangun negeri. Jika bukan hari ini, kapan lagi. Jika bukan generasi muda yang dirangkul, siapa lagi yang kita harapkan membangun Indonesia 10 atau 20 tahun ke depan.
Sudah waktunya kita mempersilakan barang-barang impor untuk minggir dari lalu lintas perdagangan Indonesia, dan pemerintah dengan senang hati bersinergi dengan perguruan tinggi menyemai bibit unggul bangsa.
(ars)