Daripada ke Aussie Lebih Baik ke Bekasi
A
A
A
Rhenald Kasali
Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
Andaikan demikian bunyi iklan Indosat, saya yakin wali kota Bekasi pasti senang. Rakyatnya juga tak ikut berdemo, apalagi harus mengumpulkan SIM card Indosat atau mematahkannya.
Apalagi kalau Jalan Raya Hankam di perbatasan Bekasi yang berbatasan dengan DKI Jakarta, yang sering saya lewati, tak lagi berlubang dalam seperti saat ini. Saya pasti ikut senang. Kadang saya heran, pengecoran jalan raya kok hanya 90%, sisanya dicicil 20 meter setahun sekali. Padahal truk-truk besar bermuatan superberat dibiarkan lewat dan saluran airnya tersumbat.
Apalagi belakangan ia menjadi jalan alternatif warga Cibubur menuju Jakarta. Kalau saya ambil jalan tembus lewat permukiman penduduk, alamaaaak ... polisi tidurnya banyak sekali. Mengapa pemilik warung kaki lima dan warga Bekasi senang sekali membuatnya setiap beberapa meter. Ini tentu juga patut ditertibkan.
Sejak kedai siap saji waralaba dari Amerika Serikat dibuka di tepi jalan tol di pintu masuk Jalan Raya Hankam, jalan itu menjadi sering macet. Kampuskampus baru dan sekolah internasional bermunculan, dan sebentar lagi apartemen baru di muka pintu tol akan dibuka. Entahlah bagaimana kita mengatasi kemacetannya. Padahal ini letaknya persis di perbatasan dengan Ibu Kota.
Mengapa Mem-bully Bekasi?
Maka, entah apa gerangan, para stand up comedian dan warga di sosmed senang sekali mem-bully Bekasi. Kadang saya geram juga karena banyak orang yang tahunya Bekasi itu TPA Bantar Gebang dan jalan-jalan rusaknya di perbatasan Jakarta. Bekasi yang dekat tiba-tiba terkesan jauh. Ada yang mem-bully-nya begini: Bekasi berada di luar Bumi, ke sananya harus pakai roket.
Mungkin tak banyak yang tahu Bekasi itu ada dua administrasi pemerintahan: kota dan kabupaten. Tapi, entah mengapa, warga Kota Bekasilah yang lebih bereaksi. Ada juga yang mem-bully dengan gambar atlas begini: “Peta Bekasi dijual terpisah.” Di YouTube ada video yang mengatakan, harus menabung seminggu agar uangnya cukup untuk membeli BBM ke Bekasi. Bahan jokes itu muncul beruntun.
Tak sedikit pula meme yang dibuat publik dan disebarkan lewat ponsel. Citra Bekasi yang seakan jauh dari peradaban ini digoreng banyak pihak yang tak jarang juga warga Bekasi sendiri. Tak ada yang benar-benar marah, kebanyakan hanya bercanda. Saya jugakadangterkekeh dan kemudian tertegun, “Ada benarnya juga ya jokes ini.
” Mungkin karena jokes berwarna kritik itu tak terlalu digubris, ia menjadi liar, lalu menjadi serius ketika menjadi copy iklan Indosat. Kekecewaan yang terpendam seakan menemukan pintunya. Padahal selama ini tidak ada yang protes terhadap buruknya infrastruktur yang bisa melahirkan branding tidak baik. Kenapa kita tak ramai-ramai memprotes diri kita sendiri? Tapi, ini belum seberapa.
Di Yekaterinburg, kota terbesar keempat di Rusia, sekelompok relawan sampai membentuk website (Ura.Ru) untuk mengomunikasikan buruknya pelayanan publik. Tagline-nya: “A Site for A Better City .” Tetapi, ketika tak menciptakan perubahan, mereka mengusung Graphity for Change menggunakan kemampuan artistik. “Kalau tidak dibuat personal, Viral Sensation tidak akan terbentuk. Tanpa sensasi, perubahan akan sia-sia,” begitu saran pakar komunikasi.
Tiga buah potholes (lubang besar di jalan raya) dijadikan grafiti berupa gambar mulut dan kepala para politisi yang dianggap tak bekerja dan sering ingkar janji. Wajah ketiganya digambar tepat di tiga lubang itu. Esoknya foto-fotonya sudah di-upload di situs Ura.Ru. Di bawah mulut mereka tertera ucapan-ucapan yang sering mereka janjikan.
Bak virus yang cepat mewabah, sensasi itu menyebar cepat sampai ke telinga ke tiga politisi tadi. Namun, alih-alih melayani kepentingan publik, mereka justru menugaskan pegawai negeri sipil (PNS) untuk membersihkanwajah-wajahnya dan janji-janji kosongnya. Namun, para relawan sudah siap dengan kamera tersembunyi.
Di lokasi yang sama yang telah dibersihkan mereka menulis: Painting is not fixing it (mengecat ulang bukanlah memperbaikinya). Tulisan berwarna putih di atas dasar hitam, terbaca sangat jelas. Popularitas politisi jeblok. Mereka terancam kalah dalam pilkada. Apa akibat selanjutnya? Dalam tempo 24 jam, tiga kaleng cat semprot yang digunakan seniman-seniman grafiti berhasil mengubah pikiran politisipolitisi malas. Malam harinya lubang-lubang besar itu segera dirapikan. Hanya dengan cara itulah, rakyat Yaketerinburg dapat menikmati kenyamanan jalan yang mereka inginkan.
Masukan Lebih Baik
Kembali ke Bekasi, ini tentu baik kita cermati. Jangan kira kota-kota lain yang wali kotanya kurang aktif membangun kotanya aman. Semua akan kena giliran. SekarangBekasi, duluBanten. Esok mungkin Tangerang, Depok, Karawang, Lampung, atau Bengkulu.
Semua dapat giliran kalau infrastruktur publik abai diperbaiki. Mungkin karena itulah, creative director pembuat iklan Indosat jadi punya pikiran mengaitkan iklannya dengan Bekasi. Apalagi rime suku kata akhirnya dengan Aussie sama. Bekasi jelas punya masalah dalam pencitraan. Maka, kadang saya juga berpikir terbalik: “Kok para komedian dan Gen C pemakai media sosial itu cerdas sekali.” Tahu siapa yang harus diberi masukan.
Sebab, bila dibandingkan dengan tiga kota satelit lainnya di perbatasan Jakarta (Tangerang, Depok, dan Bogor), Bekasi masih punya pekerjaan rumah (PR) besar. Maka, sekali lagi, ketika Bekasi di-bully, tak semua warga Bekasi sepakat dengan para pendemo yang marah terhadap Indosat.
Sebagian malah angguk-angguk kepala berharap kejadian ini bisa menjadi awal perbaikan bagi fasilitas publik. Saya berharap bully ini hanyalah konsultasi gratis agar pemda dan warganya bangun menata diri. Dulu wali kotanya sudah gigih menata kebersihan, bahkan memperjuangkan agar Bekasi menerima penghargaan Adipura.
Tapi, kini ia ada di tahanan KPK. Tapi, to be fair, baik juga kalau Anda sempat mampir ke sudutsudut indah di sekitar Kota Bekasi. Seperti Rumah Perubahan yang lokasinya juga di Bekasi. Sebagian kaki kami di Jakarta, sebagian lagi di Bekasi.
Benar-benar di perbatasan yang kerapkali tak hadir pemerintahan. Tapi, bila Anda hadir, mungkin Anda tak lagi membully Bekasi. Anda bahkan bisa membalik iklan Indosat: Lebih baik ke Bekasi. Atau janganjangan malah mengatakan, “Kok bisa juga ya kesejukan seperti ini ada di Bekasi?” Kami punya Rumah Baca terbaik di Jawa Barat, taman kanak-kanak (TK) yang dikelola secara profesional dan asri dengan partisipasi masyarakat.
Toleransi warganya juga bagus sekali. Kami juga memiliki hutan mini dengan aneka tanaman langka. Warga saya tak punya banyak uang, tapi mereka punya hati sehingga perhatian kepada sesamanya relatif baik.
Interstellar dan Bekasi
Apa yang terjadi jika Bumi yang padat dan kumuh ini tak lagi layak huni sehingga manusia harusmengirimpara astronotke galaksi baru di belakang black hole yang berjarak jutaan tahun cahaya dari Bumi sehingga manusia bisa memulai kehidupan baru? Saya ajak Anda menonton film Interstellar yang disutradarai Christopher Nolan.
Pada bagian akhir film, Dr Brand, salah satu astronot dalam film itu, berhasil mendarat di sebuah planet baru di galaksi yang amat jauh. Tempat itu tak kalah indahnya dengan Bumi. Salah satu meme yang saya temukan menggambarkan Bekasi mirip-mirip dengan kisah ini, sangat jauh. Namun, akan halnya di film itu, planet ini justru memberikan harapan. Bisakah Bekasi berakhir seperti dalam kisah ini? Paling tidak untuk warganya sendiri.
Dengan perhatian, pembenahan, dan manajemen birokrasi, saya pikir berbagai masalah infrastruktur bisa diperbaiki dengan cepat. Konsep city branding harus diterapkan dengan baik. Ini menjadi penting karena Bekasi harus memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimiliki.
Sehingga, kota ini menjadi lebih layak ditinggali dan warganya lebih bahagia bahkan bangga. Kota-kota dunia yang memiliki branding kuat, dapat dipastikan warganya akan ikut serta menjadi ambassador. Bukan tidak mungkin, Bekasi bisa menawarkan wisata hebat suatu saat. Apakah ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah? Jawabannya tidak. Ada lebih dari dua juta warga Bekasi yang harus turut serta membangun branding kota kita ini.
Branding tidak muncul secara instan, juga bukan sekadar pasang iklan dan ganti logo. Banyak kok konsultan yang menyesatkan pemda dengan menyamakan city branding denganlogodanpromosi. Masalahnya justru ada pada produk, layanan, struktur birokrasi, sumber daya manusia (SDM), dan perhatian pada eksekusi.
Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
Andaikan demikian bunyi iklan Indosat, saya yakin wali kota Bekasi pasti senang. Rakyatnya juga tak ikut berdemo, apalagi harus mengumpulkan SIM card Indosat atau mematahkannya.
Apalagi kalau Jalan Raya Hankam di perbatasan Bekasi yang berbatasan dengan DKI Jakarta, yang sering saya lewati, tak lagi berlubang dalam seperti saat ini. Saya pasti ikut senang. Kadang saya heran, pengecoran jalan raya kok hanya 90%, sisanya dicicil 20 meter setahun sekali. Padahal truk-truk besar bermuatan superberat dibiarkan lewat dan saluran airnya tersumbat.
Apalagi belakangan ia menjadi jalan alternatif warga Cibubur menuju Jakarta. Kalau saya ambil jalan tembus lewat permukiman penduduk, alamaaaak ... polisi tidurnya banyak sekali. Mengapa pemilik warung kaki lima dan warga Bekasi senang sekali membuatnya setiap beberapa meter. Ini tentu juga patut ditertibkan.
Sejak kedai siap saji waralaba dari Amerika Serikat dibuka di tepi jalan tol di pintu masuk Jalan Raya Hankam, jalan itu menjadi sering macet. Kampuskampus baru dan sekolah internasional bermunculan, dan sebentar lagi apartemen baru di muka pintu tol akan dibuka. Entahlah bagaimana kita mengatasi kemacetannya. Padahal ini letaknya persis di perbatasan dengan Ibu Kota.
Mengapa Mem-bully Bekasi?
Maka, entah apa gerangan, para stand up comedian dan warga di sosmed senang sekali mem-bully Bekasi. Kadang saya geram juga karena banyak orang yang tahunya Bekasi itu TPA Bantar Gebang dan jalan-jalan rusaknya di perbatasan Jakarta. Bekasi yang dekat tiba-tiba terkesan jauh. Ada yang mem-bully-nya begini: Bekasi berada di luar Bumi, ke sananya harus pakai roket.
Mungkin tak banyak yang tahu Bekasi itu ada dua administrasi pemerintahan: kota dan kabupaten. Tapi, entah mengapa, warga Kota Bekasilah yang lebih bereaksi. Ada juga yang mem-bully dengan gambar atlas begini: “Peta Bekasi dijual terpisah.” Di YouTube ada video yang mengatakan, harus menabung seminggu agar uangnya cukup untuk membeli BBM ke Bekasi. Bahan jokes itu muncul beruntun.
Tak sedikit pula meme yang dibuat publik dan disebarkan lewat ponsel. Citra Bekasi yang seakan jauh dari peradaban ini digoreng banyak pihak yang tak jarang juga warga Bekasi sendiri. Tak ada yang benar-benar marah, kebanyakan hanya bercanda. Saya jugakadangterkekeh dan kemudian tertegun, “Ada benarnya juga ya jokes ini.
” Mungkin karena jokes berwarna kritik itu tak terlalu digubris, ia menjadi liar, lalu menjadi serius ketika menjadi copy iklan Indosat. Kekecewaan yang terpendam seakan menemukan pintunya. Padahal selama ini tidak ada yang protes terhadap buruknya infrastruktur yang bisa melahirkan branding tidak baik. Kenapa kita tak ramai-ramai memprotes diri kita sendiri? Tapi, ini belum seberapa.
Di Yekaterinburg, kota terbesar keempat di Rusia, sekelompok relawan sampai membentuk website (Ura.Ru) untuk mengomunikasikan buruknya pelayanan publik. Tagline-nya: “A Site for A Better City .” Tetapi, ketika tak menciptakan perubahan, mereka mengusung Graphity for Change menggunakan kemampuan artistik. “Kalau tidak dibuat personal, Viral Sensation tidak akan terbentuk. Tanpa sensasi, perubahan akan sia-sia,” begitu saran pakar komunikasi.
Tiga buah potholes (lubang besar di jalan raya) dijadikan grafiti berupa gambar mulut dan kepala para politisi yang dianggap tak bekerja dan sering ingkar janji. Wajah ketiganya digambar tepat di tiga lubang itu. Esoknya foto-fotonya sudah di-upload di situs Ura.Ru. Di bawah mulut mereka tertera ucapan-ucapan yang sering mereka janjikan.
Bak virus yang cepat mewabah, sensasi itu menyebar cepat sampai ke telinga ke tiga politisi tadi. Namun, alih-alih melayani kepentingan publik, mereka justru menugaskan pegawai negeri sipil (PNS) untuk membersihkanwajah-wajahnya dan janji-janji kosongnya. Namun, para relawan sudah siap dengan kamera tersembunyi.
Di lokasi yang sama yang telah dibersihkan mereka menulis: Painting is not fixing it (mengecat ulang bukanlah memperbaikinya). Tulisan berwarna putih di atas dasar hitam, terbaca sangat jelas. Popularitas politisi jeblok. Mereka terancam kalah dalam pilkada. Apa akibat selanjutnya? Dalam tempo 24 jam, tiga kaleng cat semprot yang digunakan seniman-seniman grafiti berhasil mengubah pikiran politisipolitisi malas. Malam harinya lubang-lubang besar itu segera dirapikan. Hanya dengan cara itulah, rakyat Yaketerinburg dapat menikmati kenyamanan jalan yang mereka inginkan.
Masukan Lebih Baik
Kembali ke Bekasi, ini tentu baik kita cermati. Jangan kira kota-kota lain yang wali kotanya kurang aktif membangun kotanya aman. Semua akan kena giliran. SekarangBekasi, duluBanten. Esok mungkin Tangerang, Depok, Karawang, Lampung, atau Bengkulu.
Semua dapat giliran kalau infrastruktur publik abai diperbaiki. Mungkin karena itulah, creative director pembuat iklan Indosat jadi punya pikiran mengaitkan iklannya dengan Bekasi. Apalagi rime suku kata akhirnya dengan Aussie sama. Bekasi jelas punya masalah dalam pencitraan. Maka, kadang saya juga berpikir terbalik: “Kok para komedian dan Gen C pemakai media sosial itu cerdas sekali.” Tahu siapa yang harus diberi masukan.
Sebab, bila dibandingkan dengan tiga kota satelit lainnya di perbatasan Jakarta (Tangerang, Depok, dan Bogor), Bekasi masih punya pekerjaan rumah (PR) besar. Maka, sekali lagi, ketika Bekasi di-bully, tak semua warga Bekasi sepakat dengan para pendemo yang marah terhadap Indosat.
Sebagian malah angguk-angguk kepala berharap kejadian ini bisa menjadi awal perbaikan bagi fasilitas publik. Saya berharap bully ini hanyalah konsultasi gratis agar pemda dan warganya bangun menata diri. Dulu wali kotanya sudah gigih menata kebersihan, bahkan memperjuangkan agar Bekasi menerima penghargaan Adipura.
Tapi, kini ia ada di tahanan KPK. Tapi, to be fair, baik juga kalau Anda sempat mampir ke sudutsudut indah di sekitar Kota Bekasi. Seperti Rumah Perubahan yang lokasinya juga di Bekasi. Sebagian kaki kami di Jakarta, sebagian lagi di Bekasi.
Benar-benar di perbatasan yang kerapkali tak hadir pemerintahan. Tapi, bila Anda hadir, mungkin Anda tak lagi membully Bekasi. Anda bahkan bisa membalik iklan Indosat: Lebih baik ke Bekasi. Atau janganjangan malah mengatakan, “Kok bisa juga ya kesejukan seperti ini ada di Bekasi?” Kami punya Rumah Baca terbaik di Jawa Barat, taman kanak-kanak (TK) yang dikelola secara profesional dan asri dengan partisipasi masyarakat.
Toleransi warganya juga bagus sekali. Kami juga memiliki hutan mini dengan aneka tanaman langka. Warga saya tak punya banyak uang, tapi mereka punya hati sehingga perhatian kepada sesamanya relatif baik.
Interstellar dan Bekasi
Apa yang terjadi jika Bumi yang padat dan kumuh ini tak lagi layak huni sehingga manusia harusmengirimpara astronotke galaksi baru di belakang black hole yang berjarak jutaan tahun cahaya dari Bumi sehingga manusia bisa memulai kehidupan baru? Saya ajak Anda menonton film Interstellar yang disutradarai Christopher Nolan.
Pada bagian akhir film, Dr Brand, salah satu astronot dalam film itu, berhasil mendarat di sebuah planet baru di galaksi yang amat jauh. Tempat itu tak kalah indahnya dengan Bumi. Salah satu meme yang saya temukan menggambarkan Bekasi mirip-mirip dengan kisah ini, sangat jauh. Namun, akan halnya di film itu, planet ini justru memberikan harapan. Bisakah Bekasi berakhir seperti dalam kisah ini? Paling tidak untuk warganya sendiri.
Dengan perhatian, pembenahan, dan manajemen birokrasi, saya pikir berbagai masalah infrastruktur bisa diperbaiki dengan cepat. Konsep city branding harus diterapkan dengan baik. Ini menjadi penting karena Bekasi harus memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimiliki.
Sehingga, kota ini menjadi lebih layak ditinggali dan warganya lebih bahagia bahkan bangga. Kota-kota dunia yang memiliki branding kuat, dapat dipastikan warganya akan ikut serta menjadi ambassador. Bukan tidak mungkin, Bekasi bisa menawarkan wisata hebat suatu saat. Apakah ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah? Jawabannya tidak. Ada lebih dari dua juta warga Bekasi yang harus turut serta membangun branding kota kita ini.
Branding tidak muncul secara instan, juga bukan sekadar pasang iklan dan ganti logo. Banyak kok konsultan yang menyesatkan pemda dengan menyamakan city branding denganlogodanpromosi. Masalahnya justru ada pada produk, layanan, struktur birokrasi, sumber daya manusia (SDM), dan perhatian pada eksekusi.
(ars)