Kiprah Sineas Muda di Kancah Internasional

Sabtu, 03 Januari 2015 - 14:28 WIB
Kiprah Sineas Muda di Kancah Internasional
Kiprah Sineas Muda di Kancah Internasional
A A A
Anak-Anak muda yang tergabung di Neofreak production punya karya yang membanggakan. Tidak hanya memenangi festival lokal, namun juga sampai ke ajang internasional.

Siapa saja sih mereka? Neofreak beranggotakan tiga mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Mereka adalah Dira Nararyya, Hanan Cinthya Marshella, dan Thomas. Pada Oktober 2014 silam, film mereka yang bertajuk Iris masuk ke seleksi final BFA 13th International Beijing Film Academy. Iris bercerita tentang Marceli, seorang penderita deuteranopia (buta warna). Ia hanya dapat melihat warna kuning dan biru, tapi tidak mengenal warna hijau dan merah.

Film tersebut disudradarai oleh Dira, Hanan menjadi produser dan penata artistik, sedangkan Thomas merangkap sebagai penulis sekenario, director of photography, dan editor. Iris yang menggunakan visual kuning dan biru itu sebelumnya telah menjuarai berbagai festival film, termasuk nominasi film independen mahasiswa terbaik di Apresiasi Film Indonesia, nominasi film terbaik di Magelang Film Festival, Europe on Screen, dan ditayangkan di sejumlah kampus.

Gila Film

Dira, Hanan, dan Thomas memang memiliki ketertarikan yang luar biasa dibidang film. Ketertarikan itu yang membuat mereka ingin serius berkarya dan membentuk Neofreak. ”Neo artinya baru, sedangkan freak berarti gila. Maksudnya, kita berharap bisa menciptakan hal-hal gila, baru, out of the box, dan tidak mainstream,” kata Hanan. Menurut Hanan, berkarya di bidang film tidak hanya membutuhkan kreatifitas, namun juga kerja keras.

”Sangat sulit untuk ditaklukkan. Namun, jika sudah masuk rasanya tidak ingin lepas lagi,” kata cewek yang udah mencicipi posisi produser ataupun sutradara itu. Untuk menjadi sutradara, Hanan mengatakan, harus mengetahui pasar film, mampu mengendalikan emosional, serta melihat saingan. ”Sutradara harus banyak belajar dan memiliki pengetahuan yang luas agar filmnya tidak ’ecekecek’,” paparnya.

Hingga kini ia sudah membuat empat film pendek dan meraih banyak penghargaan untuk berbagai jenis kategori. Film pertamanya ‘Malam’ pernah mendapat Special Mention pada screening Malang Film Festival. Film keduanya ‘Filth in The Beauty’ berhasil masuk dalam nominasi The Best Story.

Sederet penghargaan lain juga berhasil diraihnya untuk film berjudul ‘ID’ yang menjadi The Best Open Scene di UCIFEST UMN dan tentu saja Iris menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia yang masuk dalam nominasi film pendek mahasiswa di International Student Film and Video Festival of Beijing Film Academy (ISFVF) bersaing dengan 83 film pendek dari berbagai negara seperti China, Israel, dan Amerika.

Menimba Pengalaman

Jika melihat pengalaman Hanan, potensinya di bidang perfilman tidak diragukan lagi. Di tengah kesibukannya sebagai anak kuliahan, gadis berumur 21 tahun ini masih sempat meluangkan waktunya untuk menimba ilmu di berbagai tempat yang ia lakukan sejak semester 3. Ia pernah bekerja di OVJ untuk bagian art, Diera Bachir Photography, Kalyana Shira Films, Soda Machine Films, bergabung dalam program change Nia Dinata, dan masih banyak lagi. Menurutnya, kini semakin banyak film maker memiliki pengetahuan cukup baik tentang bagaimana membuat film yang bermutu. Tentunya, bermutu dalam artian bahwa karya yang diciptakan dapat diterima oleh para penikmatnya.

Lani diana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5536 seconds (0.1#10.140)