Mahasiswa dan Solusi MEA 2015
A
A
A
Ada hantu yang ditakuti berbagai negara di dunia. Ia adalah globalisasi. Sebab era globalisasi dapat melemahkan sistem pemerintahan. Namun tidak ada negara yang mampu menolak “hantu” tersebut.
Dengan demikian, mau tidak mau segenap negara harus siap menyikapi era bebas tersebut. Situasi yang akan dihadapi sejumlah negara yang tergabung dalam ASEAN. Ya, tahun 2015 menjadi babak awal lahirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam konteks ini, perguruan tinggi sebagai wadah kaum intelektual atau akademisi harus memasang “kuda-kuda” guna menyongsong MEA 2015.
Jika tidak disiapkan dengan baik, maka bisa dipastikan Indonesia akan “dijajah” negara tetangga. Bukan hal mustahil para pedagang asing yang tergabung dalam ASEAN akan menggantikan pedagang pribumi jika kualitas pedagang Indonesia kurang unggul daripada negara lain. Kondisi seperti inilah sumbangsih mahasiswa sangat dibutuhkan guna menghadapi ketatnya kompetisi global.
Hal pertama dan utama yang harus dilakukan perguruan tinggi adalah melakukan sosialisasi pada seluruh stakeholder, antara lain para mahasiswa, dosen, karyawan, serta orang tua mahasiswa. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat memahami dan kemudian bisa menentukan perannya.
Hal kedua adalah melakukan lokakarya. Mahasiswa diharapkan memiliki bekal kreativitas tinggi, sehingga mampu berkiprah di kancah dunia, khususnya Asia Tenggara. Penguasaan bahasa asing sangat penting guna menjalin komunikasi yang baik, tentu berimplikasi luas terhadap segala aktivitas dalam ranah kompetisi global. Ketiga, membekali wawasan.
Tentu konyol ketika kita mau perang, tetapi tidak punya senjata. Begitu juga dengan hadirnya MEA. Selain keterampilan, wawasan luas juga sangat diperlukan. Wawasan tersebut bisa menyangkut kondisi suatu negara yang nantinya akan menjadi wadah persaingan.
Salah satu caranya adalah dengan magang di sejumlah negara anggota ASEAN. Tegasnya, mahasiswa sebagai harapan bangsa harus siap menghadapi MEA. Oleh sebab itu, setiap perguruan tinggi harus berpikir keras dalam menyiapkan generasi unggul yang siap tempur.
Dengan demikian, mau tidak mau segenap negara harus siap menyikapi era bebas tersebut. Situasi yang akan dihadapi sejumlah negara yang tergabung dalam ASEAN. Ya, tahun 2015 menjadi babak awal lahirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam konteks ini, perguruan tinggi sebagai wadah kaum intelektual atau akademisi harus memasang “kuda-kuda” guna menyongsong MEA 2015.
Jika tidak disiapkan dengan baik, maka bisa dipastikan Indonesia akan “dijajah” negara tetangga. Bukan hal mustahil para pedagang asing yang tergabung dalam ASEAN akan menggantikan pedagang pribumi jika kualitas pedagang Indonesia kurang unggul daripada negara lain. Kondisi seperti inilah sumbangsih mahasiswa sangat dibutuhkan guna menghadapi ketatnya kompetisi global.
Hal pertama dan utama yang harus dilakukan perguruan tinggi adalah melakukan sosialisasi pada seluruh stakeholder, antara lain para mahasiswa, dosen, karyawan, serta orang tua mahasiswa. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat memahami dan kemudian bisa menentukan perannya.
Hal kedua adalah melakukan lokakarya. Mahasiswa diharapkan memiliki bekal kreativitas tinggi, sehingga mampu berkiprah di kancah dunia, khususnya Asia Tenggara. Penguasaan bahasa asing sangat penting guna menjalin komunikasi yang baik, tentu berimplikasi luas terhadap segala aktivitas dalam ranah kompetisi global. Ketiga, membekali wawasan.
Tentu konyol ketika kita mau perang, tetapi tidak punya senjata. Begitu juga dengan hadirnya MEA. Selain keterampilan, wawasan luas juga sangat diperlukan. Wawasan tersebut bisa menyangkut kondisi suatu negara yang nantinya akan menjadi wadah persaingan.
Salah satu caranya adalah dengan magang di sejumlah negara anggota ASEAN. Tegasnya, mahasiswa sebagai harapan bangsa harus siap menghadapi MEA. Oleh sebab itu, setiap perguruan tinggi harus berpikir keras dalam menyiapkan generasi unggul yang siap tempur.
(bbg)