Anti korupsi

Rabu, 10 Desember 2014 - 15:50 WIB
Anti korupsi
Anti korupsi
A A A
Kemarin atau tepatnya setiap 9 Desember seluruh dunia memperingati Hari Antikorupsi. Begitu berarti korupsi bagi dunia internasional hingga perlu ada peringatan.

Tentu berarti di sini berkonotasi negatif dengan harapan korupsi bisa hilang di dunia ini. Peringatan ini sebagai penanda bahwa korupsi adalah ”penyakit” berbahaya bagi masyarakat dunia. Korupsi dianggap kejahatan luar biasa yang tak termaafkan sehingga beberapa negara memberlakukan hukuman mati bagi pelaku korupsi atau koruptor.

Begitu juga bagi Indonesia, korupsi menjadi penyakit utama yang harus diberantas di negeri ini. Meski sudah mempunyai dua lembaga penegakan hukum guna memberantas korupsi yaitu kejaksaan dan kepolisian, ternyata negeri ini masih membutuhkan lembaga lain untuk memberantas korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini seolah menjadi garda terdepan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Kendati sudah memilik kejaksaan, kepolisian, dan KPK, toh korupsi di negeri ini belum berhasil dihilangkan. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2014 ini memang membaik dibandingkan pada 2013 dan 2012, namun persepsi tentang korupsi tetap rendah yaitu di angka 34 dari yang tertinggi yaitu Denmark di angka 98.

Untuk negara di Asia Tenggara, Indonesia masih kalah dengan Singapura dan Malaysia. Ini menunjukkan bagaimana korupsi masih menjadi persoalan utama di Indonesia dan mesti mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Harus diakui, korupsi di Tanah Air sudah menjamur hampir ke segala bidang. Lihat saja kasus-kasus korupsi yang berhasil diungkap lembaga hukum terutama KPK.

Kasus yang berkaitan dengan agama yaitu pengadaan Alquran hingga perjalanan haji juga ditemukan mengandung korupsi. Dana pembangunan fasilitas olahraga juga menjadi sasaran untuk dikorupsi begitu juga dengan dana-dana untuk kegiatan sosial. Kasus-kasus tersebut yang sudah pada taraf penyidikan hingga vonis.

Masih banyak tindakan-tindakan korupsi di lembaga-lembaga pemerintahan baik dari skala kecil hingga besar yang masih mengkhawatirkan. Kita juga tidak bisa 100% menyalahkan lembaga pemerintahan ataupun orang-orang yang di dalamnya. Pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga tersebut baik masyarakat biasa, pejabat, ataupun pihak swasta pun acapkali terlibat, bahkan mendalangi tindak korupsi.

Tindak korupsi jenis ini terutama dalam pelayanan masyarakat yang memang belum tersentuh maksimal oleh para penegak hukum. Ini pula yang menyebabkan indeks persepsi korupsi Indonesia masih rendah dan sulit beranjak naik. Suap memang menjadi kasus terbanyak yang ditangani KPK dalam memberantas korupsi.

Bagi masyarakat biasa, tentu berteriak dan mendesak untuk memberantas korupsi di lembaga-lembaga pemerintah perlu dilakukan. Para lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertindak sebagai pengawas pun perlu berteriak agar bisa memberikan peringatan akan bahaya korupsi.

Semua pihak berhak menuntut kepada lembaga hukum untuk benar-benar mengikis habis tindakan-tindakan korupsi. Namun, ketika hanya berteriak dan menuntut tanpa melakukan tindakan juga bukan langkah yang bijak. Setidaknya tindakan antikorupsi bisa diawali dari diri individu-individu masyarakat. Langkah awal tindakan antikorupsi tentu dengan menaati aturan dan perundangan yang ada agar terhindar dari upaya-upaya suap atau tindakan koruptif lain.

Sayangnya, ketika kita berteriak menentang korupsi, terkadang sikap kita justru menunjukkan sikap yang koruptif. Memang paling gampang untuk meminta pihak lain untuk bertindak antikorupsi, namun akan lebih bijak jika kita sendiri juga melakukan tindakan-tindakan antikorupsi.

Mari kita mulai tindakan antikorupsi dari individu kita. Setidaknya mengawali tidak melanggar aturan dan berani berkata jujur. Sikap ini tidaklah harus menunggu momentum Hari Antikorupsi, tapi bisa dilakukan mulai sekarang.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3626 seconds (0.1#10.140)