Pengamat Sayangkan Manuver Demokrat Terkait BBM
A
A
A
JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin menyayangkan sinyalemen Fraksi Partai Demokrat (F-Demokrat) di DPR, yang lebih memilih hak bertanya ketimbang hak interpelasi.
Sikap F-Demokrat tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Setidaknya sinyalemen itu tercetus dari ungkapan anggota F-Demokrat, Saan Mustopa. Menurut Said, Saan dinilai salah memahami soal hak bertanya. Katanya, hak bertanya hanya dimiliki oleh anggota DPD.
"Mungkin yang dimaksudkan oleh Saan adalah, hak mengajukan pertanyaan," kata Said kepada Sindonews, di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Said mengatakan, meski pernyataan hak bertanya dengan hak mengajukan pertanyaan terdengar mirip, tetapi maknanya berbeda. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 257 huruf a Undang-undang (UU) MD3 (MPR, DPD, DPR dan DPRD).
Selanjutnya kata Said, untuk menegaskan fungsi hak DPR merespons kebijakan kenaikan harga BBM, maka sepatutnya para anggota DPR harus melihat urgensi dan implikasi atas kebijakan tersebut.
"Oleh karena penaikan harga BBM merupakan kebijakan pemerintah yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, maka menurut saya lebih tepat bagi partai politik di DPR untuk lebih mendorong penggunaan hak interpelasi," ujarnya.
Selain itu, ditambahkan dia, penggunaan hak mengajukan pertanyaan lebih rendah derajatnya ketimbang hak interpelasi. Hal ini tidak sejalan dengan Pasal 79 ayat (2) UU MD3 tentang hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah terkait kebijakan yang populis dan stragesi tersebut.
"Jadi, kalau Partai Demokrat sekedar mendorong anggotanya untuk menggunakan hak mengajukan pertanyaan daripada ikut mengusulkan hak interpelasi DPR, maka demokrat bisa disebut tidak peka dengan keadaan masyarakat," pungkasnya.
Sikap F-Demokrat tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Setidaknya sinyalemen itu tercetus dari ungkapan anggota F-Demokrat, Saan Mustopa. Menurut Said, Saan dinilai salah memahami soal hak bertanya. Katanya, hak bertanya hanya dimiliki oleh anggota DPD.
"Mungkin yang dimaksudkan oleh Saan adalah, hak mengajukan pertanyaan," kata Said kepada Sindonews, di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Said mengatakan, meski pernyataan hak bertanya dengan hak mengajukan pertanyaan terdengar mirip, tetapi maknanya berbeda. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 257 huruf a Undang-undang (UU) MD3 (MPR, DPD, DPR dan DPRD).
Selanjutnya kata Said, untuk menegaskan fungsi hak DPR merespons kebijakan kenaikan harga BBM, maka sepatutnya para anggota DPR harus melihat urgensi dan implikasi atas kebijakan tersebut.
"Oleh karena penaikan harga BBM merupakan kebijakan pemerintah yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, maka menurut saya lebih tepat bagi partai politik di DPR untuk lebih mendorong penggunaan hak interpelasi," ujarnya.
Selain itu, ditambahkan dia, penggunaan hak mengajukan pertanyaan lebih rendah derajatnya ketimbang hak interpelasi. Hal ini tidak sejalan dengan Pasal 79 ayat (2) UU MD3 tentang hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah terkait kebijakan yang populis dan stragesi tersebut.
"Jadi, kalau Partai Demokrat sekedar mendorong anggotanya untuk menggunakan hak mengajukan pertanyaan daripada ikut mengusulkan hak interpelasi DPR, maka demokrat bisa disebut tidak peka dengan keadaan masyarakat," pungkasnya.
(maf)