Semua Kota Catat Inflasi
A
A
A
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah mengerek laju inflasi pada November lalu. Pengaruh kenaikan harga tersebut menambah laju inflasi sekitar 1,5% secara bulanan.
Dengan demikian laju inflasi sepanjang Januari hingga November 2014 tercatat sekitar 5,75%. Kenaikan laju inflasi November itu hanya dipengaruhi sekitar 12 hari setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter, tepatnya 18 November 2014. Dari angka laju inflasi bulan lalu itu diprediksi kenaikan inflasi untuk bulan ini bakal lebih tinggi. Kali ini, sebagaimana dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin, semua kota mencatat inflasi.
Kota Padang mengalami inflasi tertinggi sekitar 3,44%, sedangkan inflasi terendah sekitar 0,07% terjadi di Kota Manokwari. Sejumlah analis ekonomi menilai terjadinya inflasi menyeluruh pada seluruh kota bukan semata disebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Beberapa faktor lain tak bisa dikecualikan, di antaranya kenaikan tarif dasar listrik dan harga gas yang sudah berjalan sejak pertengahan September lalu.
Pada inflasi November berdasarkan kelompok pengeluaran, BPS mencatat inflasi bahan makanan menempati urutan tertinggi sebesar 2,15%. Sebelumnya, pemerintah sudah memperkirakan tingkat inflasi bakal berada pada kisaran 7,3% hingga 7,7% hingga akhir tahun ini. Pemerintah berharap kenaikan laju inflasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi berakhir pada Januari 2015, setelah itu akan kembali normal lagi.
Pemerintah mengklaim bahwa dalam kenaikan harga bahan bakar kali ini, bukan sekadar mengantisipasi dampak terhadap daya beli masyarakat bawah yang menurun, tetapi pengalokasian biaya subsidi yang jelas, di mana diarahkan untuk pembangunan infrastruktur secara konkret sehingga bisa membuka lapangan kerja lebih banyak lagi.
Sekarang publik menunggu konsistensi pemerintah atas sejumlah rencana untuk membangun infrastruktur sebagai alasan pembenaran pengalihan dana subsidi BBM. Meski laju inflasi meninggi untuk bulan ini, pemerintah boleh sedikit menarik napas dengan berita terjadinya surplus perdagangan sepanjang Oktober lalu. Dalam publikasi terbaru BPS terungkap bahwa Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus sebesar USD23,2 juta.
Hal itu dipicu impor minyak dan gas (migas) yang sedikit mengempis. Pada Oktober lalu, realisasi nilai ekspor sebesar USD15,35 miliar dan nilai impor sebesar USD15,33 miliar. Nilai ekspor Oktober lalu naik sekitar 0,49% dibandingkan bulan sebelumnya. Perinciannya, ekspor migas turun 5,84% dari USD2,62 miliar menjadi USD2,47 miliar.
Sebaliknya, ekspor nonmigas melejit sekitar 1,8% dari USD12,65 miliar menjadi USD12,88 miliar yang didongkrak kenaikan harga minyak sawit sekitar 0,18% dan palm oil sebesar 3,43%. Pangsa pasar ekspor terbesar di antaranya, ke Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan ASEAN. Sebaliknya, nilai impor Oktober 2014 sebesar USD15,33 miliar mengalami penurunan sekitar 1,4% dibandingkan bulan sebelumnya.
Tercatat impor migas turun 2,03% dari USD3,65 miliar menjadi USD3,58miliar. Impor non migas USD 11,89 miliar menjadi USD 11,75 miliar atau turun 1,21%. Berdasarkan laporan bulanan BPS, ternyata seluruh impor komponen migas terjadi penurunan. Adapun negara sumber impor di antaranya Tiongkok, Jepang dan Singapura.
Untuk periode Januari-Oktober 2014, akumulasi nilai ekspor menembus USD184,06 miliar yang dibandingkan periode yang sama tahun lalu terjadi penurunan sekitar 1,06%. Adapun akumulasi nilai impor tercatat sebesar USD149,07 miliar, terjadi penu-runan sekitar 4,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tercatat impor nonmigas mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Meski NPI mulai mencatatkan surplus Oktober lalu, pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan arus impor, terutama bahan pangan masih tetap harus berjibaku. Tengok saja, data impor pangan dalam 10 tahun terakhir ini terus mengalami pertumbuhan. Pada 2003, nilai impor pangan baru sebesar USD3,34 miliar kemudian melesat menjadi sebesar USD14,90 miliar atau tumbuh empat kali lipat pada 2013.
Adapun kontribusi pertanian dalam pendapatan domestik bruto terus mengalami penurunan dari 15,19% pada 2003 menjadi 14,43% pada 2013. Jumlah penduduk juga terus melonjak yang kini diperkirakan di atas 250 juta jiwa.
Dengan demikian laju inflasi sepanjang Januari hingga November 2014 tercatat sekitar 5,75%. Kenaikan laju inflasi November itu hanya dipengaruhi sekitar 12 hari setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter, tepatnya 18 November 2014. Dari angka laju inflasi bulan lalu itu diprediksi kenaikan inflasi untuk bulan ini bakal lebih tinggi. Kali ini, sebagaimana dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin, semua kota mencatat inflasi.
Kota Padang mengalami inflasi tertinggi sekitar 3,44%, sedangkan inflasi terendah sekitar 0,07% terjadi di Kota Manokwari. Sejumlah analis ekonomi menilai terjadinya inflasi menyeluruh pada seluruh kota bukan semata disebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Beberapa faktor lain tak bisa dikecualikan, di antaranya kenaikan tarif dasar listrik dan harga gas yang sudah berjalan sejak pertengahan September lalu.
Pada inflasi November berdasarkan kelompok pengeluaran, BPS mencatat inflasi bahan makanan menempati urutan tertinggi sebesar 2,15%. Sebelumnya, pemerintah sudah memperkirakan tingkat inflasi bakal berada pada kisaran 7,3% hingga 7,7% hingga akhir tahun ini. Pemerintah berharap kenaikan laju inflasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi berakhir pada Januari 2015, setelah itu akan kembali normal lagi.
Pemerintah mengklaim bahwa dalam kenaikan harga bahan bakar kali ini, bukan sekadar mengantisipasi dampak terhadap daya beli masyarakat bawah yang menurun, tetapi pengalokasian biaya subsidi yang jelas, di mana diarahkan untuk pembangunan infrastruktur secara konkret sehingga bisa membuka lapangan kerja lebih banyak lagi.
Sekarang publik menunggu konsistensi pemerintah atas sejumlah rencana untuk membangun infrastruktur sebagai alasan pembenaran pengalihan dana subsidi BBM. Meski laju inflasi meninggi untuk bulan ini, pemerintah boleh sedikit menarik napas dengan berita terjadinya surplus perdagangan sepanjang Oktober lalu. Dalam publikasi terbaru BPS terungkap bahwa Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus sebesar USD23,2 juta.
Hal itu dipicu impor minyak dan gas (migas) yang sedikit mengempis. Pada Oktober lalu, realisasi nilai ekspor sebesar USD15,35 miliar dan nilai impor sebesar USD15,33 miliar. Nilai ekspor Oktober lalu naik sekitar 0,49% dibandingkan bulan sebelumnya. Perinciannya, ekspor migas turun 5,84% dari USD2,62 miliar menjadi USD2,47 miliar.
Sebaliknya, ekspor nonmigas melejit sekitar 1,8% dari USD12,65 miliar menjadi USD12,88 miliar yang didongkrak kenaikan harga minyak sawit sekitar 0,18% dan palm oil sebesar 3,43%. Pangsa pasar ekspor terbesar di antaranya, ke Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan ASEAN. Sebaliknya, nilai impor Oktober 2014 sebesar USD15,33 miliar mengalami penurunan sekitar 1,4% dibandingkan bulan sebelumnya.
Tercatat impor migas turun 2,03% dari USD3,65 miliar menjadi USD3,58miliar. Impor non migas USD 11,89 miliar menjadi USD 11,75 miliar atau turun 1,21%. Berdasarkan laporan bulanan BPS, ternyata seluruh impor komponen migas terjadi penurunan. Adapun negara sumber impor di antaranya Tiongkok, Jepang dan Singapura.
Untuk periode Januari-Oktober 2014, akumulasi nilai ekspor menembus USD184,06 miliar yang dibandingkan periode yang sama tahun lalu terjadi penurunan sekitar 1,06%. Adapun akumulasi nilai impor tercatat sebesar USD149,07 miliar, terjadi penu-runan sekitar 4,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tercatat impor nonmigas mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Meski NPI mulai mencatatkan surplus Oktober lalu, pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan arus impor, terutama bahan pangan masih tetap harus berjibaku. Tengok saja, data impor pangan dalam 10 tahun terakhir ini terus mengalami pertumbuhan. Pada 2003, nilai impor pangan baru sebesar USD3,34 miliar kemudian melesat menjadi sebesar USD14,90 miliar atau tumbuh empat kali lipat pada 2013.
Adapun kontribusi pertanian dalam pendapatan domestik bruto terus mengalami penurunan dari 15,19% pada 2003 menjadi 14,43% pada 2013. Jumlah penduduk juga terus melonjak yang kini diperkirakan di atas 250 juta jiwa.
(ars)