Mengejar Gelar Magister dari Balik Jeruji Besi

Minggu, 30 November 2014 - 10:34 WIB
Mengejar Gelar Magister...
Mengejar Gelar Magister dari Balik Jeruji Besi
A A A
BANDUNG - Jeruji besi dan kawat berduri boleh saja membatasi. Tapi soal mengenyam pendidikan, tembok tebal penjara agaknya bukan penghalang.

Hal ini dibuktikan sejumlah narapidana kasus korupsi yang bisa mengikuti perkuliahan pascasarjana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung. Wajah M Nazaruddin terlihat berseri-seri. Sesekali mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu mengumbar tawa lepas. Mengenakan kemeja biru, terpidana kasus dugaan suap proyek wisma atlet itu tampak antusias.

Tak jauh darinya duduk mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Di ruangan berlapis kayu cokelat itu tampak pula mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini, mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto, dan Ahmad Fathanah. Bersama sejumlah warga binaan lain dan petugas lapas, hari itu (24/ 11) status mereka bertambah: mahasiswa magister hukum.

Para napi korupsi tersebut bisa kuliah magister setelah Universitas Pasundan (Unpas) dan Lapas Sukamiskin merealisasi program pascasarjana (S-2) bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP). Perkuliahan perdana diikuti 30 orang. ”Sebanyak 23 orang warga binaan, sementara 7 peserta lainnya petugas lapas,” kata Kalapas Sukamiskin Marselina Budiningsih usai membuka perkuliahan di aula lapas.

Marselina mengungkapkan, perkuliahan itu merupakan program magister ilmu hukum dengan konsentrasi hukum pidana. Menurutnya, Lapas Sukamiskin merupakan institusi pertama di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan S-2 dalam penjara. ”Kalau dari Kemenkumham ada (kuliah) sarjana di lapas, kalau kita bisa master,” ungkapnya.

Marselina mengapresiasi warga binaan yang mengikuti perkuliahan itu. Meski dari latar belakang berbeda-beda, mereka tetap bersemangat. ”Saya harapkan warga binaan bisa menambah wawasan ilmu hukum. Selama ini kan mereka terjerat hukum, sekarang mereka belajar teorinya,” katanya. Soal biaya kuliah, Marselina memastikan berasal dari kantong pribadi masing-masing.

Koordinator Kemahasiswaan Hukum Unpas Lilis Yuaningsih menambahkan, perkuliahan itu sesungguhnya tidak berbeda dengan di kampus. Materi perkuliahan termasuk penyusunan tesis akan disamakan dengan program reguler di Unpas dengan rentang waktu setahun. ”Bedanya hanya lokasi perkuliahan. Kalau di sini (lapas), dosen yang datang,” kata dia.

Menurutnya, mahasiswa magister hukum itu akan menjalani perkuliahan empat kali seminggu, Senin hingga Kamis, pukul 14.00-18.00 WIB. ”Ada 52 SKS yang harus ditempuh,” katanya. Perkuliahan perdana berjalan dalam suasana sangat cair. Ketika Rudi Rubiandini didapuk ke depan untuk disahkan sebagai mahasiswa magister hukum, para peserta menyambut dengan aplaus dan senyum.

Rudi mengaku punya alasan tersendiri mengapa ikut perkuliahan itu. ”Saya jadi guru besar itu kan di bidang saya. Tapi kalau masalah hukum saya dari nol lagi,” ungkap guru besar ITB ini. Seperti diketahui, Rudi divonis 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Rudi terbukti menerima suap atas pelaksanaan proyek di lingkungan SKK Migas. Menurut hakim, sebagaimana dakwaan kesatu, Rudi menerima uang dari bos Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong dan PT Kernel Oil Private Limited (KOPL) Indonesia sebesar USD900.000 dan 200.000 dolar Singapura.

Rudi menyambut gembira program perkuliahan pascasarjana itu. ”Saya sudah dihukum. Jadi kita tentu akan mudah (mengikutikuliah) karena sudah berpengalaman,” ungkap ahli perminyakan yang meraih gelar doktordari Technische Universitat Clausthal, Jerman, ini.

Adapun Nazaruddin menyatakan tidak akan melewatkan kesempatan untuk belajar lagi. Meski berstatus warga binaan, menurutnya bukan halangan untuk menimba ilmu, khususnya di bidang hukum.” Supaya nanti kalau sudah keluar, kita di sini sebagai warga binaan bermanfaat, kita juga akan fokus. Soalnya di dalam mau ngapain lagi, tidak punya kesibukan,” kata terpidana 7 tahun penjara ini.

KPK Mempertanyakan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) yang mengizinkan narapidana korupsi melanjutkan pendidikan strata 2 dari balik Lapas Sukamiskin. Menurut pengalaman KPK selama ini, belum ada seorang narapidana yang sedang ditahan melanjutkan pendidikan.

”Tapi itu memang tergantung pada kebijakan Kemenkumham. Kalau ada aturannya, tentu kita tidak bisa melarang,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Johan menuturkan, meski Luthfi Hasan Ishaaq dan Nazaruddin merupakan terpidana dari kasus yang ditangani KPK, bukan berarti KPK bisa mengintervensi Kemenkumham. ”KPK tentu tidak mau terlalu melampaui kewenangan Ditjepas,” katanya.

Adapun Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Menurutnya, narapidana berhak memperoleh pengetahuan. ”Tidak masalah. Biarkan saja,” katanya. Pandangan berbeda disampaikan pakar hukum Universitas Parahiyangan Asep Warlan Yusuf. Dia mengkhawatirkan program magister yang diikuti para napi tipikor itu tak optimal karena berbagai faktor tidak terpenuhi.

”Studi magister itu tak cukup hanya belajar di kelas dan mendengarkan ceramah dosen, ada hal lainnya,” katanya. Asep mengungkapkan, untuk mencapai gelar magister ada beberapa aspek yang harus dipelajari dan dilakukan, misalnya penelitian lapangan, studi perpustakaan, diskusi dengan dosen, meminta tanggapan teman.

”Namun dengan keadaan mereka yang berada di lapas apakah maksimal? Saya khawatir mereka hanya mengejar gelar saja, tetapi tak mengetahui substansinya secara akademis,” ujarnya. Atas berbagai pertimbangan tersebut, dia meminta Kemenkumham mengkaji kembali kebijakan itu.

Bagi warga binaan, terpenting adalah bagaimana mendapatkan keterampilan sebagai bekal terjun di masyarakat setelah keluar dari penjara. ”Jadi kalau pendidikan S-2 itu berlebihan,” katanya. Sementara itu kuasa hukum Luthfi Hasan Ishaaq, Sugiharto, mengaku belum mengetahui kliennya mengikuti perkuliahan S-2 di Lapas Sukamiskin.

Dia mengaku akan mengonfirmasi dahulu perihal itu ke Luthfi. ”Saya belum bertemu. Nanti aja ya,” kilahnya saat dihubungi KORAN SINDO . Kuasa hukum Nazaruddin, Elza Syarief, membenarkan kliennya mengikuti program magister itu. ”Itu kan langkah bagus,” katanya singkat.

Iwa ahmad sugriwa/ sabir laluhu
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1103 seconds (0.1#10.140)