Demokrat Sebut Kenaikan BBM Tak Sesuai Janji Kampanye Jokowi

Kamis, 20 November 2014 - 04:59 WIB
Demokrat Sebut Kenaikan BBM Tak Sesuai Janji Kampanye Jokowi
Demokrat Sebut Kenaikan BBM Tak Sesuai Janji Kampanye Jokowi
A A A
JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah ditetapkan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dinilai tidak sesuai dengan janji kampanye yang pernah diucapkan pasangan tersebut pada kampanye pilpres lalu.

“Kita semua tahu bahwa janji kampanye yang telah ditebarkan oleh Jokowi-JK telah mendarah daging untuk rakyat Indonesia," kata Ketua Umun Angkatan Muda Demokrat Boyke Novrizon di Jakarta, Rabu 19 November 2014.

"Bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak akan menaikan harga BBM dalam Waktu dekat ini, namun ternyata keadaannya terbalik dan tidak sama dengan kenyataan,” imbuhnya.

Menurut Boyke pemerintahan Jokowi-JK baru memerintah, namun saat ini rakyat dibenturkan kembali soal ekonomi serta kesetaraan hak para kaum miskin negara yang kembali dibuang dan disingkirkan, seperti kaum miskin kota, kaum miskin desa, buruh, nelayan dan petani.

“Kondisi rakyat yang kian memburuk kini dibuat bertambah memburuk,” kritiknya.

Selain kenaikan harga BBM tidak tepat dilakukan, menurut Boyke kenaikan harga BBM tidak berbanding lurus dengan kondisi harga minyak dunia yang sedang turun.

“Publik tahu harga minyak dunia saat ini menurun tajam dan sangat elastis sekali diangka sebesar 105 USD/barel, bahkan kemungkinan dapat turun lagi diangka USD 102/barel," ucapnya.

"Tapi kenapa tiba-tiba ditengah kondisi harga minyak dunia turun, tapi pemerintahan Jokowi-JK malah menaikan harga BBM bersubsidi yang diperuntukan bagi rakyat yang tidak mampu di seluruh Indonesia,” terangnya.

Lebih lanjut menurut Boyke, rakyat wajib meminta pertanggungjawaban moral kepada Presiden Jokowi. Selain itu, DPR RI wajib meminta pertanggung jawaban Jokowi sebagai Presiden, atas terbitnya KIS, KKS dan KIP lewat mekanisme hak angket DPR .

“Semua ini sangat beralasan karena semua biaya dan keuangan atas terbitnya Kartu Sakti yang bernilai triliunan rupiah, diambil lewat keuangan perusahan BUMN tanpa adanya persetujuan DPR RI sebagai lembaga legislatif, pengawasan dan anggaran,” pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8244 seconds (0.1#10.140)