KIH Ingin Hak Menyatakan Pendapat Hanya di Paripurna
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menginginkan penggunaan hak menyatakan pendapat, hak interpelasi, hak angket hanya dapat diusulkan dalam forum rapat paripurna.
Koalisi pro pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) itu tidak ingin hak-hak tersebut diusulkan DPR dalam rapat komisi, seperti yang saat ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
"Hak-hak tersebut tetap melekat pada anggota DPR dan diimplementasikan di tingkat rapat paripurna, tidak lagi di tingkat rapat komisi dan rapat badan-badan sebagaimana tertulis dalam Pasal 98 ayat 6,7 dan 8 UU MD3 saat ini," tutur Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) DPR Jhonny Plate kepada Sindonews, Minggu (16/11/2014).
Menurut dia, pembahasan pasal-pasal tersebut akan dilakukan setelah rapat paripurna penentuan Badan Legislatif (Baleg) dan penambahan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Jhonny menegaskan pembahasan tersebut bukan untuk menghapus pasal, melainkan menyempurnakan fungsi pasal.
"Dijadwalkan hari Selasa (18 November 2014) rapat paripurna bersama untuk pengesahan nama anggota Baleg yang akan membahas perubahan UU MD3 terkait penambahan pimpinan AKD dan penyempurnaan pasal 98 ayat 6,7 dan 8 terkait hak angket, interpelasi dan hak pernyataan pendapat," tuturnya.
Pada ayat 6 dalam Pasal 98 UU MD3 disebutkan Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakanoleh Pemerintah.
Kemudian ayat 7, Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana di maksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pada ayat 8, DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
Koalisi pro pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) itu tidak ingin hak-hak tersebut diusulkan DPR dalam rapat komisi, seperti yang saat ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
"Hak-hak tersebut tetap melekat pada anggota DPR dan diimplementasikan di tingkat rapat paripurna, tidak lagi di tingkat rapat komisi dan rapat badan-badan sebagaimana tertulis dalam Pasal 98 ayat 6,7 dan 8 UU MD3 saat ini," tutur Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) DPR Jhonny Plate kepada Sindonews, Minggu (16/11/2014).
Menurut dia, pembahasan pasal-pasal tersebut akan dilakukan setelah rapat paripurna penentuan Badan Legislatif (Baleg) dan penambahan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Jhonny menegaskan pembahasan tersebut bukan untuk menghapus pasal, melainkan menyempurnakan fungsi pasal.
"Dijadwalkan hari Selasa (18 November 2014) rapat paripurna bersama untuk pengesahan nama anggota Baleg yang akan membahas perubahan UU MD3 terkait penambahan pimpinan AKD dan penyempurnaan pasal 98 ayat 6,7 dan 8 terkait hak angket, interpelasi dan hak pernyataan pendapat," tuturnya.
Pada ayat 6 dalam Pasal 98 UU MD3 disebutkan Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakanoleh Pemerintah.
Kemudian ayat 7, Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana di maksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pada ayat 8, DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
(dam)