Hak Menyatakan Pendapat Dihapus, Demokrasi Mundur
A
A
A
JAKARTA - Usulan penghapusan hak menyatakan pendapat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) menuai kritik.
Usulan tersebut dinilai sebagai sesuatu suatu kemunduran dalam sistem politik
sebuah negara. "Hak menyatakan pendapat sudah melekat di tubuh DPR sebagai fungsi pengawasan. Kalau itu (dihapus), kebalikan dari era demokrasi yaki era kegelapan," tutur pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar kepada Sindonews, Jumat 14 November 2014.
Dia menilai tidak ada alasan untuk melakukan penghapusan pasal yang terkait
hak DPR untuk menggunakan hak menyatakan pendapat.
Idil menilai pemerintah tidak perlu khawatir DPR menggunakan hak menyatakan pendapat sebagai upaya untuk memberhentikan presiden atau pemakzulan dan wakil
presiden.
"Tidak usah khawatir berlebihan," kata Idil.
Perdebatan tentang hak menyatakan pendapat mengemuka dalam proses perdamaian antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR.
Wacana ini muncul dari KIH karena menganggap pasal penggunaan hak menyatakan
pendapat dalam UU MD3 menbahayakan sistem presidensial.
Usulan tersebut dinilai sebagai sesuatu suatu kemunduran dalam sistem politik
sebuah negara. "Hak menyatakan pendapat sudah melekat di tubuh DPR sebagai fungsi pengawasan. Kalau itu (dihapus), kebalikan dari era demokrasi yaki era kegelapan," tutur pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar kepada Sindonews, Jumat 14 November 2014.
Dia menilai tidak ada alasan untuk melakukan penghapusan pasal yang terkait
hak DPR untuk menggunakan hak menyatakan pendapat.
Idil menilai pemerintah tidak perlu khawatir DPR menggunakan hak menyatakan pendapat sebagai upaya untuk memberhentikan presiden atau pemakzulan dan wakil
presiden.
"Tidak usah khawatir berlebihan," kata Idil.
Perdebatan tentang hak menyatakan pendapat mengemuka dalam proses perdamaian antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR.
Wacana ini muncul dari KIH karena menganggap pasal penggunaan hak menyatakan
pendapat dalam UU MD3 menbahayakan sistem presidensial.
(kri)