Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual
A
A
A
Tindak pelecehan seksual terhadap anak menjadi marak belakangan. Korban tindak pelecehan seksual tidak lagi hanya anak-anak broken home di jalanan, tetapi juga anak-anak yang berasal dari keluarga utuh dan sekolah di sekolah elit.
Pelaku pelecehan seksual berada di mana-mana, di jalanan, di sekolah, bahkan di rumah sendiri. Mereka berusia anak-anak sampai lanjut usia. Oleh karena itu, untuk menghindarkan anak dari pelecehan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban, orang tua dituntut responsif. Sebagai bekal awal untuk merespons tindak pelecehan seksual terhadap anak, buku Pelecehan Anak, Kenali dan Tangani!
Menjaga Buah Hati dari Sindrom karya Nurul Chomaria ini penting disimak. Buku setebal 216 halaman ini dibagi menjadi lima bab. Pada bab pertama menjelaskan tentang pelecehan seksual. Pada awal bab pertama penulis menyuguhkan kasus-kasus pelecehan seksual terkini. Dari kasus- kasus faktual yang disuguhkan, terlihat bahwa penulis ingin membuka kesadaran pembaca bahwa pelaku pelecehan seksual tidak selalu seorang preman atau orang yang tidak dikenal, pelecehan seksual bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat dan dianggap alim.
Selanjutnya penulis menjelaskan definisi pelecehan seksual dan faktor yang menyebabkan kasus tersebut terus meningkat. Pelecehan seksual pada anak menurut ketua umum komisi nasional perlindungan anak, Kak Seto Mulyadi, adalah segala tindakan melanggar kehormatan diri anak secara seksual, termasuk di dalamnya secara verbal dan fisik (halaman 17).
Dengan demikian, tindak pelecehan seksual cakupannya luas. Tidak hanya memerkosa, tetapi juga berkata jorok, tindakan mencowel, memegang, melakukan sentuhan yang tidak pantas dan sebagainya. Bab kedua buku ini menjelaskan penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap anak. Anak kecil mudah dijadikan korban karena mudah percaya, mudah dibujuk, mudah diancam, mudah diperdaya, dan tidak paham dengan apa yang terjadi padanya.
Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa anak kerap menjadi korban pelecehan seksual. Selain itu, pelaku juga mengincar korban yang kurang populer, kurang kasih sayang, suka mencari perhatian di luar, tidak percaya diri, suka menyendiri, broken home, dan anak yang cacat, baik fisik maupun mental (halaman 65). Pelaku biasanya adalah orang biasa yang telah dikenal korban; keluarga, orang yang dihormati, dan tak jarang orang yang menampakkan perilaku yang baik dan santun.
Rata-rata yang menjadi pelaku adalah orang dengan penyimpangan seksual seperti pedofilia atau orang biasa yang terpengaruh media. Selanjutnya pada bab ketiga, penulis membahas ciri-ciri korban pelecehan seksual dan penanganannya. Dari segi kejiwaan, anak merasa takut yang sulit dijelaskan, mudah marah, dan menjadi lengket dengan orang tua (halaman 90). Adapun cara menangani korban pelecehan seksual antara lain dengan memberi rasa aman dan jangan menyalahkan dia.
Anak diajak untuk bercerita, lapor ke polisi dan lakukan visum, serta minta bantuan psikolog untuk memulihkan kondisi mental anak. Bab keempat menjadi inti buku ini. Bab ini memuat pencegahan pelecehan seksual terhadap anak. Menurut penulis, pendidik utama adalah keluarga. Peran ibu sangat penting dalam mendidik anak termasuk memberinya pengetahuan seks sejak dini. Adalah tugas orang tua untuk memberikan rasa aman sehingga anak tak akan segan untuk bercerita apa pun yang dialaminya.
Pada bab ini penulis mengajak pembaca untuk selalu berusaha menjadi orang tua yang ideal bagi anak. Dan pada bab lima, penulis menjelaskan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak bukan hanya merupakan kewajiban orang tua korban, melainkan tanggung jawab bersama.
Pada bab terakhir, penulis mengajak untuk menyebarkan informasi seputar pelecehan seksual terhadap anak berikut cara mencegahnya dimulai dari kerabat terdekat, seperti teman kantor dan lain-lain.
Siti Wahyuni
Mahasiswa Tarbiyah UMM, pegiat klub pecinta buku Booklicious Malang
Pelaku pelecehan seksual berada di mana-mana, di jalanan, di sekolah, bahkan di rumah sendiri. Mereka berusia anak-anak sampai lanjut usia. Oleh karena itu, untuk menghindarkan anak dari pelecehan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban, orang tua dituntut responsif. Sebagai bekal awal untuk merespons tindak pelecehan seksual terhadap anak, buku Pelecehan Anak, Kenali dan Tangani!
Menjaga Buah Hati dari Sindrom karya Nurul Chomaria ini penting disimak. Buku setebal 216 halaman ini dibagi menjadi lima bab. Pada bab pertama menjelaskan tentang pelecehan seksual. Pada awal bab pertama penulis menyuguhkan kasus-kasus pelecehan seksual terkini. Dari kasus- kasus faktual yang disuguhkan, terlihat bahwa penulis ingin membuka kesadaran pembaca bahwa pelaku pelecehan seksual tidak selalu seorang preman atau orang yang tidak dikenal, pelecehan seksual bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat dan dianggap alim.
Selanjutnya penulis menjelaskan definisi pelecehan seksual dan faktor yang menyebabkan kasus tersebut terus meningkat. Pelecehan seksual pada anak menurut ketua umum komisi nasional perlindungan anak, Kak Seto Mulyadi, adalah segala tindakan melanggar kehormatan diri anak secara seksual, termasuk di dalamnya secara verbal dan fisik (halaman 17).
Dengan demikian, tindak pelecehan seksual cakupannya luas. Tidak hanya memerkosa, tetapi juga berkata jorok, tindakan mencowel, memegang, melakukan sentuhan yang tidak pantas dan sebagainya. Bab kedua buku ini menjelaskan penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap anak. Anak kecil mudah dijadikan korban karena mudah percaya, mudah dibujuk, mudah diancam, mudah diperdaya, dan tidak paham dengan apa yang terjadi padanya.
Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa anak kerap menjadi korban pelecehan seksual. Selain itu, pelaku juga mengincar korban yang kurang populer, kurang kasih sayang, suka mencari perhatian di luar, tidak percaya diri, suka menyendiri, broken home, dan anak yang cacat, baik fisik maupun mental (halaman 65). Pelaku biasanya adalah orang biasa yang telah dikenal korban; keluarga, orang yang dihormati, dan tak jarang orang yang menampakkan perilaku yang baik dan santun.
Rata-rata yang menjadi pelaku adalah orang dengan penyimpangan seksual seperti pedofilia atau orang biasa yang terpengaruh media. Selanjutnya pada bab ketiga, penulis membahas ciri-ciri korban pelecehan seksual dan penanganannya. Dari segi kejiwaan, anak merasa takut yang sulit dijelaskan, mudah marah, dan menjadi lengket dengan orang tua (halaman 90). Adapun cara menangani korban pelecehan seksual antara lain dengan memberi rasa aman dan jangan menyalahkan dia.
Anak diajak untuk bercerita, lapor ke polisi dan lakukan visum, serta minta bantuan psikolog untuk memulihkan kondisi mental anak. Bab keempat menjadi inti buku ini. Bab ini memuat pencegahan pelecehan seksual terhadap anak. Menurut penulis, pendidik utama adalah keluarga. Peran ibu sangat penting dalam mendidik anak termasuk memberinya pengetahuan seks sejak dini. Adalah tugas orang tua untuk memberikan rasa aman sehingga anak tak akan segan untuk bercerita apa pun yang dialaminya.
Pada bab ini penulis mengajak pembaca untuk selalu berusaha menjadi orang tua yang ideal bagi anak. Dan pada bab lima, penulis menjelaskan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak bukan hanya merupakan kewajiban orang tua korban, melainkan tanggung jawab bersama.
Pada bab terakhir, penulis mengajak untuk menyebarkan informasi seputar pelecehan seksual terhadap anak berikut cara mencegahnya dimulai dari kerabat terdekat, seperti teman kantor dan lain-lain.
Siti Wahyuni
Mahasiswa Tarbiyah UMM, pegiat klub pecinta buku Booklicious Malang
(ars)