DPR Sebut 'Patut Diduga' di UU TPPU Istilah Lama
A
A
A
JAKARTA - 'Patut diduga' yang termuat di Undang-undang (UU) Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dinilai istilah lama.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi III DPR Hari Wicaksono, saat memberi keterangan di sidang lanjutan uji UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Permohonan (pengujian UU TPPU) ini sebenarnya memang menjadi perdebatan umum, dalam frasa patut diduga," kata Hari Wicaksono di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2014).
Dia mengaku ikut di dalam Panja RUU TPPU. Saat itu, kata dia, sempat terjadi perdebatan keras antara Pemerintah dengan fraksi-fraksi di DPR mengenai frasa 'patut diduga' dalam Pasal 2 Ayat 2, Pasal 3, 4, dan 5 Ayat 2 UU TPPU.
"Kami sebagai DPR menyatakan (UU TPPU) itu sudah melalui perdebatan cukup panjang," ucapnya.
Hari mengatakan, UU TPPU adalah usulan Pemerintah yang dibahas bersama dengan DPR. Sekadar diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang lanjutan pengujian UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diajukan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Pihak Akil memaparkan beberapa alasan kerugian konstitusional yang dialaminya seperti frasa atau patut diduga dalam Pasal 2 ayat 2 sesuatu yang sangat sulit ditemukan indikatornya secara pasti.
Tidak hanya itu, pasal itu dinilai tidak mencerminkan keadilan secara proporsional dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kemudian frasa patut diduganya dalam Pasal 3, Pasal 4, menyebabkan anggapan bahwa dengan terpenuhinya unsur patut diduganya maka tidak diperlukan lagi proses pembuktian.
Menurut Akil, TPPU merupakan tindak pidana yang muncul karena tindak pidana asal. Namun dengan adanya ketentuan pasal tersebut, dia menilai KPK menjadi tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana asal (predicate crime).
Akil juga berpendapat Pasal 76 ayat 1 menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memberikan kejelasan tentang siapa yang dimaksud dengan penuntut umum.
Dalam hal ini KPK tak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan perkara TPPU. Akil menilai, penyidikan KPK terkait perkara TPPU merupakan tindakan yang bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi III DPR Hari Wicaksono, saat memberi keterangan di sidang lanjutan uji UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Permohonan (pengujian UU TPPU) ini sebenarnya memang menjadi perdebatan umum, dalam frasa patut diduga," kata Hari Wicaksono di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2014).
Dia mengaku ikut di dalam Panja RUU TPPU. Saat itu, kata dia, sempat terjadi perdebatan keras antara Pemerintah dengan fraksi-fraksi di DPR mengenai frasa 'patut diduga' dalam Pasal 2 Ayat 2, Pasal 3, 4, dan 5 Ayat 2 UU TPPU.
"Kami sebagai DPR menyatakan (UU TPPU) itu sudah melalui perdebatan cukup panjang," ucapnya.
Hari mengatakan, UU TPPU adalah usulan Pemerintah yang dibahas bersama dengan DPR. Sekadar diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang lanjutan pengujian UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diajukan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Pihak Akil memaparkan beberapa alasan kerugian konstitusional yang dialaminya seperti frasa atau patut diduga dalam Pasal 2 ayat 2 sesuatu yang sangat sulit ditemukan indikatornya secara pasti.
Tidak hanya itu, pasal itu dinilai tidak mencerminkan keadilan secara proporsional dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kemudian frasa patut diduganya dalam Pasal 3, Pasal 4, menyebabkan anggapan bahwa dengan terpenuhinya unsur patut diduganya maka tidak diperlukan lagi proses pembuktian.
Menurut Akil, TPPU merupakan tindak pidana yang muncul karena tindak pidana asal. Namun dengan adanya ketentuan pasal tersebut, dia menilai KPK menjadi tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana asal (predicate crime).
Akil juga berpendapat Pasal 76 ayat 1 menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memberikan kejelasan tentang siapa yang dimaksud dengan penuntut umum.
Dalam hal ini KPK tak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan perkara TPPU. Akil menilai, penyidikan KPK terkait perkara TPPU merupakan tindakan yang bertentangan dengan UUD 1945.
(maf)