Pemilukada Lewat DPRD, Peran Penegak Hukum Harus Maksimal
A
A
A
JAKARTA - Jika pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) dilakukan lewat DPRD, dinilai bisa memaksimalkan peran penegak hukum.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad. Menurutnya ada hal-hal yang bersifat idealis dan praktis dalam pemilukada.
Kalau dilihat dari pemikiran praktis, pemilukada lewat DPRD dikhawatirkan akan ada sogok-menyogok. Maka perlu peran dan fungsi kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Anda harus tuntut mereka (kepolisian, kejaksaan, KPK) yang dapat gaji dari mereka yang bayar pajak," kata Herdi di Senayan, Jakarta, Senin 8 September 2014.
Kemudian, lanjut Herdi, para anggota DPRD bisa dikarantina tiga bulan sebelum pelaksanaan pemilukada lewat DPRD. Sehingga, anggota DPRD tidak dapat bermain mata dengan calon kepala daerah.
"Jika dikhawatirkan akan melakukan praktik sogok-menyogok, atau suap-menyuap," ucapnya.
Menurut Herdi, dari Sabang sampai Merauke hanya segelintir orang saja yang populer seperti Jokowi, sehingga bisa dipilih menjadi kepala daerah lewat pemilihan langsung.
Sementara orang hebat lainnya, tidak terekspose dan tidak memiliki kesempatan untuk berkompetisi dalam pilkada tanpa uang.
"Kan begitu logikanya kalau yang berpikir praktis. Kalau yang berpikir idealis ya sesuai konstitusi. One man one vote, daulat rakyat," terangnya.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad. Menurutnya ada hal-hal yang bersifat idealis dan praktis dalam pemilukada.
Kalau dilihat dari pemikiran praktis, pemilukada lewat DPRD dikhawatirkan akan ada sogok-menyogok. Maka perlu peran dan fungsi kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Anda harus tuntut mereka (kepolisian, kejaksaan, KPK) yang dapat gaji dari mereka yang bayar pajak," kata Herdi di Senayan, Jakarta, Senin 8 September 2014.
Kemudian, lanjut Herdi, para anggota DPRD bisa dikarantina tiga bulan sebelum pelaksanaan pemilukada lewat DPRD. Sehingga, anggota DPRD tidak dapat bermain mata dengan calon kepala daerah.
"Jika dikhawatirkan akan melakukan praktik sogok-menyogok, atau suap-menyuap," ucapnya.
Menurut Herdi, dari Sabang sampai Merauke hanya segelintir orang saja yang populer seperti Jokowi, sehingga bisa dipilih menjadi kepala daerah lewat pemilihan langsung.
Sementara orang hebat lainnya, tidak terekspose dan tidak memiliki kesempatan untuk berkompetisi dalam pilkada tanpa uang.
"Kan begitu logikanya kalau yang berpikir praktis. Kalau yang berpikir idealis ya sesuai konstitusi. One man one vote, daulat rakyat," terangnya.
(maf)