Kemendagri Sebut Penataan Otda Bisa Kurangi Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Penataan otonomi daerah (Otda) dinilai menjadi salah satu langkah untuk memerangi tingginya angka korupsi di daerah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda, Djohermansyah Djohan mengakui, korupsi menjadi salah satu masalah otda.
Pihaknya tengah melakukan penataan otonomi daerah melalui perubahan Undang-undang (UU) Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Rancangan Undang-undang (RUU) Pemda dan Pilkada.
"Ini penataan otonomi daerah kita. Kalau tidak, maka tidak ada artinya otonomi. Sekarang otonomi ramainya kepala daerah ditangkap. Mana soal pelayanan publik yang baik," kata kepada wartawan, di Jakarta, Senin 18 Agustus 2014.
Djo sapaan akrabnya mengatakan, salah satu akar korupsi di daerah adalah tingginya biaya politik. Dalam hal ini pemerintah pusat mencoba melakukan efisiensi demokrasi yakni membuat sekecil mungkin biaya politik di daerah.
"Kita akan lakukan efisiensi biaya untuk kandidat. Misalnya tidak boleh pasang iklan atau baliho. Nanti itu di bawah pengaturan KPU yakni tempat-tempat tertentu," ujarnya.
Kemudian dia mengatakan, adanya pelarangan kampanye dalam bentuk rapat umum terbuka. Dengan demikian setiap kandidat hanya diperbolehkan melakukan rapat terbatas dalam kampanye pilkada.
"Itu akan penghematan lagi. Efisiensi demokrasi. Tidak hanya di ekonomi tapi juga demokrasi efiseiensi. Rapat umum nyewa artis dangdut. Supaya jangan keluar uang banyak. Akibatnya, nanti akan cari uang buat kembalikan modal," terangnya.
Menurut dia dengan pemangkasan biaya politik di daerah maka kepala daerah akan lebih berkonsentrasi pada pembangunan daerah.
"Kita mengkaji pilkda ongkos tinggi maka kecenderungannya korupsi. Mark up barang dan jasa. Tidak perlu jual-jual izin kalau mau pilkada. Fokus melayani masyarakat," ujarnya
Selain pemangkasan biaya politik, penataan otonomi daerah juga dilakukan dengan penarikan beberapa kewenangan. Salah satunya kewenangan dalam pemberian izin tambang atau yang lainnya.
Sebelumnya kewenangan mengeluarkan izin-izin tersebut berada di kabupaten, dalam RUU Pemda ditarik menjadi kewenangan provinsi.
"Itu salah satu upaya mencegah korupsi di daerah. Kan lebih mudah pusat mengawasi 34 provinsi dibanding mengawasi ratusan kabupaten atau kota," ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda, Djohermansyah Djohan mengakui, korupsi menjadi salah satu masalah otda.
Pihaknya tengah melakukan penataan otonomi daerah melalui perubahan Undang-undang (UU) Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Rancangan Undang-undang (RUU) Pemda dan Pilkada.
"Ini penataan otonomi daerah kita. Kalau tidak, maka tidak ada artinya otonomi. Sekarang otonomi ramainya kepala daerah ditangkap. Mana soal pelayanan publik yang baik," kata kepada wartawan, di Jakarta, Senin 18 Agustus 2014.
Djo sapaan akrabnya mengatakan, salah satu akar korupsi di daerah adalah tingginya biaya politik. Dalam hal ini pemerintah pusat mencoba melakukan efisiensi demokrasi yakni membuat sekecil mungkin biaya politik di daerah.
"Kita akan lakukan efisiensi biaya untuk kandidat. Misalnya tidak boleh pasang iklan atau baliho. Nanti itu di bawah pengaturan KPU yakni tempat-tempat tertentu," ujarnya.
Kemudian dia mengatakan, adanya pelarangan kampanye dalam bentuk rapat umum terbuka. Dengan demikian setiap kandidat hanya diperbolehkan melakukan rapat terbatas dalam kampanye pilkada.
"Itu akan penghematan lagi. Efisiensi demokrasi. Tidak hanya di ekonomi tapi juga demokrasi efiseiensi. Rapat umum nyewa artis dangdut. Supaya jangan keluar uang banyak. Akibatnya, nanti akan cari uang buat kembalikan modal," terangnya.
Menurut dia dengan pemangkasan biaya politik di daerah maka kepala daerah akan lebih berkonsentrasi pada pembangunan daerah.
"Kita mengkaji pilkda ongkos tinggi maka kecenderungannya korupsi. Mark up barang dan jasa. Tidak perlu jual-jual izin kalau mau pilkada. Fokus melayani masyarakat," ujarnya
Selain pemangkasan biaya politik, penataan otonomi daerah juga dilakukan dengan penarikan beberapa kewenangan. Salah satunya kewenangan dalam pemberian izin tambang atau yang lainnya.
Sebelumnya kewenangan mengeluarkan izin-izin tersebut berada di kabupaten, dalam RUU Pemda ditarik menjadi kewenangan provinsi.
"Itu salah satu upaya mencegah korupsi di daerah. Kan lebih mudah pusat mengawasi 34 provinsi dibanding mengawasi ratusan kabupaten atau kota," ujarnya.
(maf)