JPU KPK Hadirkan Dua Penyuap Utama Eks Kepala Bappebti
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua penyuap utama terhadap Syahrul Raja Sempurnajaya saat menjabat Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Dua pemberi suap utama itu yakni Hasan Widjaja yang tercatat menjabat Komisaris Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFE) dan M Bihar Sakti Wibowo selaku Direktur PT BBJ. Uang suap yang diberikan keduanya kepada Syahrul senilai Rp7 miliar.
Kuasa Hukum Syahrul, Eko Abdi Prananto menyatakan, JPU menjadwalkan 12 saksi yang akan memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (13/8/2014) pagi.
“Jam 10.00 WIB, sesudah eksepsi (mantan) Wakil Rektor UI. Saksi yang penting, Hasan Widjaja dan Bihar Sakti dari BBJ,” kata Eko saat dihubungi SINDO, Selasa 12 Agustus 2014 malam.
Meski begitu, Eko tidak merinci siapa lagi 10 saksi lainnya. Dia mengaku tidak menghafal nama, jabatan, dan asal lembaga mereka.
“Saksi jumlahnya 12 orang, cuman tidak hafal. Aku ambil yang penting saja,” tandasnya.
Diketahui, JPU mendakwa Syahrul Raja Sempurnajaya dengan enam dakwaan berlapis. Enam dakwaan tersebut terdiri atas empat dakwaan sebagai penerima suap atau pemerasan, satu dakwaan pemberi suap, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Uang suap yang diterima Syahrul dengan nilai total Rp9,175 miliar dan 5.000 dolar Australia yang setara Rp54 juta berkaitan dengan jabatannya selaku kepala Bappebti. Sementara pemberian suap Rp3 miliar terkait kasus pengurusan lahan kuburan di Kabupaten Bogor. Sedangkan TPPU yang dilakukan Syahrul mencapai Rp5.106.569.730, USD369.189, dan SGD120.000.
Salah satunya terkait Herman dan Bihar. Di dalam dakwaan JPU menyebutkan, uang sejumlah kurang lebih Rp7 miliar yang terdiri atas pecahan USD600.000 dan Rp1 miliar diterima Syahrul dari Hasan Wijaya dan M Bihar Sakti Wibowo pada Agustus 2012.
Pemberian uang suap ini bermula saat BBJ berkeinginan memiliki lembaga kliring berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional dan mengajukan izin operasional ke Bappebti untuk menjalankan lembaga tersebut di pasar bursa komoditas.
Melalui Kepala Biro Hukum Bappebti Alfons Samosir, Syahrul meminta diberikan saham sebesar 10 persen dari modal PT Indokliring sebesar Rp100 miliar. Pada akhirnya didapatkan kesepakatan uang Rp7 miliar.
Setelah diterima, Syahrul kemudian memerintahkan Kepala Biro Perniagaan Bappebti Robert James Bintaryo memproses permohonan izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.
Dua pemberi suap utama itu yakni Hasan Widjaja yang tercatat menjabat Komisaris Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFE) dan M Bihar Sakti Wibowo selaku Direktur PT BBJ. Uang suap yang diberikan keduanya kepada Syahrul senilai Rp7 miliar.
Kuasa Hukum Syahrul, Eko Abdi Prananto menyatakan, JPU menjadwalkan 12 saksi yang akan memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (13/8/2014) pagi.
“Jam 10.00 WIB, sesudah eksepsi (mantan) Wakil Rektor UI. Saksi yang penting, Hasan Widjaja dan Bihar Sakti dari BBJ,” kata Eko saat dihubungi SINDO, Selasa 12 Agustus 2014 malam.
Meski begitu, Eko tidak merinci siapa lagi 10 saksi lainnya. Dia mengaku tidak menghafal nama, jabatan, dan asal lembaga mereka.
“Saksi jumlahnya 12 orang, cuman tidak hafal. Aku ambil yang penting saja,” tandasnya.
Diketahui, JPU mendakwa Syahrul Raja Sempurnajaya dengan enam dakwaan berlapis. Enam dakwaan tersebut terdiri atas empat dakwaan sebagai penerima suap atau pemerasan, satu dakwaan pemberi suap, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Uang suap yang diterima Syahrul dengan nilai total Rp9,175 miliar dan 5.000 dolar Australia yang setara Rp54 juta berkaitan dengan jabatannya selaku kepala Bappebti. Sementara pemberian suap Rp3 miliar terkait kasus pengurusan lahan kuburan di Kabupaten Bogor. Sedangkan TPPU yang dilakukan Syahrul mencapai Rp5.106.569.730, USD369.189, dan SGD120.000.
Salah satunya terkait Herman dan Bihar. Di dalam dakwaan JPU menyebutkan, uang sejumlah kurang lebih Rp7 miliar yang terdiri atas pecahan USD600.000 dan Rp1 miliar diterima Syahrul dari Hasan Wijaya dan M Bihar Sakti Wibowo pada Agustus 2012.
Pemberian uang suap ini bermula saat BBJ berkeinginan memiliki lembaga kliring berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional dan mengajukan izin operasional ke Bappebti untuk menjalankan lembaga tersebut di pasar bursa komoditas.
Melalui Kepala Biro Hukum Bappebti Alfons Samosir, Syahrul meminta diberikan saham sebesar 10 persen dari modal PT Indokliring sebesar Rp100 miliar. Pada akhirnya didapatkan kesepakatan uang Rp7 miliar.
Setelah diterima, Syahrul kemudian memerintahkan Kepala Biro Perniagaan Bappebti Robert James Bintaryo memproses permohonan izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.
(kri)