Ekonomi RI Melambat

Kamis, 07 Agustus 2014 - 13:16 WIB
Ekonomi RI Melambat
Ekonomi RI Melambat
A A A
PERTUMBUHAN ekonomi nasional pada kuartal kedua tahun ini meleset dari prediksi sejumlah kalangan ekonom yang sebelumnya meramalkan pertumbuhan bakal lebih besar dari kuartal pertama 2014.

Dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini terungkap bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua hanya terealisasi sekitar 5,12% atau lebih rendah dari kuartal pertama yang tercatat sekitar 5,21%. Konsekuensi dari pelambatan putaran roda perekonomian, pemerintah mau tidak mau harus melakukan kerja ekstrakeras untuk meraih target pertumbuhan ekonomi pada level 5,5%, sebagaimana dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sekitar 5,12% pada kuartal kedua tahun ini atau yang terendah sejak 2009 masih dinilai dalam batas wajar oleh pemerintah. Sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, pelambatan pertumbuhan tersebut sulit untuk dihindari sebagai dampak dari perkembangan perekonomian global yang belum kondusif.

”Situasi ekonomi global masih mengalami konsolidasi,” ujar Chairul Tanjung -yang lebih akrab disapa CT- saat menggelar konferensi pers menyikapi pertumbuhan perekonomian yang menurun dari kuartal sebelumnya.

Situasi perekonomian global yang masih menggantung setidaknya termonitor dari prediksi sejumlah lembaga internasional yang fokus pada persoalan perekonomian. Tengok saja proyeksi dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang terus mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini. Semula IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan berada di level 3,7%, namun belakangan dikoreksi menjadi 3,4% pada Juli lalu.

Selain itu, langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) mengutak-atik stimulus ekonomi di negeri itu juga tidak bisa ditepis dampaknya terhadap perekonomian nasional. Perkembangan pelambatan perekonomian Tiongkok turut andil menjegal pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai mitra dagang utama. Meski pertumbuhan perekonomian melambat, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan tak perlu direspons dengan kekhawatiran yang berlebihan.

Mantan menteri keuangan RI itu malah menilai pencapaian pertumbuhan ekonomi di atas 5% masih harus dibanggakan sebagai sebuah prestasi. Perekonomian nasional masih bisa eksis di tengah pemulihan ekonomi global yang masih morat-marit dan tidak banyak negara bisa menggenjot pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi dari Indonesia. Untuk menjaga kelanjutan pembangunan nasional, menurut Agus Martowardojo, bukan sebatas bagaimana membuat laju pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi, melainkan yang lebih utama adalah bagaimana mengarahkan pertumbuhan itu berkelanjutan.

Justru dalam situasi sekarang, masih menurut nakhoda BI itu, memacu pertumbuhan ekonomi akan berdampak negatif. Aktivitas impor akan lebih tinggi yang pada ujungnya berimbas pada nilai tukar rupiah yang makin lemah terhadap dolar Amerika Serikat. Dalam penilaian pihak BI, pelambatan pertumbuhan perekonomian nasional pada periode triwulan kedua tahun ini sejalan dengan aktivitas pengelolaan stabilisasi makroekonomi oleh otoritas moneter dan pemerintah.

Untuk menopang pertumbuhan perekonomian nasional, pemerintah optimistis tingkat konsumsi rumah tangga masih menjadi motor penggerak yang dibuktikan dengan pertumbuhan sekitar 5,59% pada kuartal kedua tahun ini. Arus investasi yang masih menggembirakan di tengah hiruk-pikuk pemilihan presiden (pilpres) dalam tiga bulan terakhir ini, di mana sempat dikhawatirkan bakal terganggu oleh suhu politik yang terus memanas mewarnai pilpres.

Meski BI maupun pemerintah menilai perlambatan pertumbuhan perekonomian kuartal kedua tahun ini masih dalam batas yang bisa ditoleransi, tentu tetap tidak boleh lengah. Selain harus kerja ekstrakeras untuk mewujudkan target pertumbuhan perekonomian sebesar 5,5% hingga akhir tahun ini, juga harus mengantisipasi dampak jangka pendek perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini.

Pertumbuhan ekonomi melambat berkorelasi langsung pada berkurangnya ketersediaan lapangan kerja yang pada akhirnya akan memicu tingkat pengangguran dan kemiskinan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0516 seconds (0.1#10.140)