Saksi Sebut Eks Kepala Bappebti Minta Jatah 2%

Rabu, 06 Agustus 2014 - 17:38 WIB
Saksi Sebut Eks Kepala...
Saksi Sebut Eks Kepala Bappebti Minta Jatah 2%
A A A
JAKARTA - Modus Pemerasan mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Syahrul Raja Sempurnajaya terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (6/8/2014).

Hari ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi perdana untuk Syahrul. Mereka yakni Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra, Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) Fredericus Wisnubroto.

Kemudian mantan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Made Sukarwo, Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo, Sekretaris Bappebti Nizarli, dan Kasubag program Bappebti Diah Sandita Arisanti.

Gede Raka Tantra menyatakan, pada 25 April 2011 Syahrul memanggil dirinya bersama Fredericus Wisnubroto, Made Sukarwo, dan Surdiyanto Suryodarmodjo. Di situ disimpulkan akan mengeluarkan surat keputusan (SK) KBI dan BBJ. Made dan Surdiyanto yang tanda tangan.

"Pak Syahrul meminta dua persen fee transaksi dari seluruh transaksi di PT BBJ dan PT KBI untuk pengembangan asosiasi dan pengembangan perdagangan berjangka kontrak-kontrak barang yang diperdagangkan, seminar-seminta untuk memanjukan berjangka (komoditas)," kata Gede Raka di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan, penasaran atas keterangan tersebut. Menurutnya, fee itu disebut jelas untuk operasional terdakwa. "Apa itu keseluruhan untuk operasional terdakwa?" tanya Sinung.

Gede mengatakan, fee dua persen itu untuk operasional pengembangan berjangka. Sinung kembali mengejar apakah tidak ada anggaran APBN untuk operasional pengembangan tersebut.

Pasalnya, KBI dan BBJ berada di bawah pengawasan Bappebti. Gede mengaku tidak mengetahuinya. Tetapi kata dia, permintaan Syahrul itu jelas sangat memberatkan APBI.

"Kami keberatan sekali. (Tapi) pada saat itu kami tidak bertindak apa-apa. Sampai dua bulan lebih, terus karena ada telepon dari Bappebti Nizarli kami tidak merasa enak. Hingga buka rekening pada bulan Juli baru bisa dibayarkan. Kami tidak bertindak apa-apa, karena tertekan," imbuhnya.

Surdiyanto Suryodarmodjo menyatakan, menyatakan surat itu bukan SK tapi surat perjanjian. Surat itu diteken oleh dua lembaga. Tapi berlaku untuk empat lembaga. Anggota Majelis Hakim I Made Hendra kaget dengan pernyataan ini.

"Loh kok bisa? Itu bukan Undang-undang (UU) yang berlaku bagi semua. Kan kalian berdua yang tandatangan. Kenapa berlaku untuk empat?. Jadi harusnya untuk dua saja kan berlakunya?," kejar Hendra. Surdiyanto hanya bisa membenarkan. "Iya," ucapnya.

Nizarli menyatakan, dia diperintahkan Syahrul untuk menelepon Gede Raka Tantra. Pasalnya, Gede tidak pernah menelepon apakah sudah dibuka rekening atau tidak. Agustus pertama, Nizarli disuruh Syahru mengambil mengambil uang.

"Seingat saya nelepon menanyakan uang. Saya bilang tidak tahu coba tanya Pak Wisnu," timpal Gede Raka.

Fredericus Wisnubroto membenarkan, saat itu dia sudah membuka rekening Juli 2011 untuk menampung fee dua persen atas permintaan Syahrul. Uang masuk pertama kemudian diambil Nizarli. Gede menambahkan uang fee yang terkumpul fantastis.

"Total transaksi (rekening) menurut laporan Pak Wisnu Rp1,675 miliar," tambah Gede.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6025 seconds (0.1#10.140)