Persidangan Century Harus Fokus Ungkap Perilaku Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, terdakwa perkara korupsi pemberian dana fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century tidak lama lagi akan menghadapi sidang vonis.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 16 Juni lalu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Budi 17 tahun penjara.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana menilai seharusnya penanganan perkara itu fokus mencari perilaku koruptif, bukan tentang kebijakannya.
"Masalah kebijakan itu tidak bisa dipertanyakan di persidangan pidana, persidangan pidana seharusnya fokus terhadap kejahatan perilaku korupsi," ujar Hikmahanto di sebuah diskusi di Jakarta, Kamis 26 Juni 2014. .
Kenyataannya, kata dia, tuduhan dari jaksa adalah Budi Mulya secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam perspektifnya, kata dia, ketika orang dibilang bersama-sama maka itu harus didefinisikan terlebih dahulu. Dalam hukum pidana, kata dia, ada yang namanya disebut penyertaan. Apakah sebagai pihak yang menyuruh, pihak yang disuruh, apakah ada aliran dana ke pihak-pihak lainnya.
"Dalam hukum pidana itu, harus ditentukan. Tidak bisa misalnya ada dewan (gubernur) yang membuat putusan, lalu mereka bertanggung jawab secara renteng. Kalau dalam hukum perdata memang dikenal tanggung renteng itu," tuturnya.
Senada, Guru Besar Hukum Administrasi dan Tata Negara Universitas Hasanuddin Profesor Mohamad Laica Marzuki mengatakan suatu kebijakan atau diskresi negara tidak bisa dipidana meskipun kebijakan itu bisa saja salah, ataupun menimbulkan kerugian negara. Kebijakan bisa dipidanakan jika melanggar Undang-undang.
Menurutnya, kebijakan Bank Indonesia memberikan FPJ) dan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyelamatkan bank Century sejalan sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Bank Indonesia yang dikeluarkan presiden pada 13 November 2008.
"Secara normatif diterbitkannya perppu bahwa benar di negeri ini telah terjadi krisis ekonomi keuangan tidak bisa lagi dipersoalkan benar atau tidak, karena sudah ditetapkan. Perppu Nomor 2 itu didahului adanya fakta, ketika menjadi perppu barulah menjadi hukum yang mengikat," kata Laica.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 16 Juni lalu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Budi 17 tahun penjara.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana menilai seharusnya penanganan perkara itu fokus mencari perilaku koruptif, bukan tentang kebijakannya.
"Masalah kebijakan itu tidak bisa dipertanyakan di persidangan pidana, persidangan pidana seharusnya fokus terhadap kejahatan perilaku korupsi," ujar Hikmahanto di sebuah diskusi di Jakarta, Kamis 26 Juni 2014. .
Kenyataannya, kata dia, tuduhan dari jaksa adalah Budi Mulya secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam perspektifnya, kata dia, ketika orang dibilang bersama-sama maka itu harus didefinisikan terlebih dahulu. Dalam hukum pidana, kata dia, ada yang namanya disebut penyertaan. Apakah sebagai pihak yang menyuruh, pihak yang disuruh, apakah ada aliran dana ke pihak-pihak lainnya.
"Dalam hukum pidana itu, harus ditentukan. Tidak bisa misalnya ada dewan (gubernur) yang membuat putusan, lalu mereka bertanggung jawab secara renteng. Kalau dalam hukum perdata memang dikenal tanggung renteng itu," tuturnya.
Senada, Guru Besar Hukum Administrasi dan Tata Negara Universitas Hasanuddin Profesor Mohamad Laica Marzuki mengatakan suatu kebijakan atau diskresi negara tidak bisa dipidana meskipun kebijakan itu bisa saja salah, ataupun menimbulkan kerugian negara. Kebijakan bisa dipidanakan jika melanggar Undang-undang.
Menurutnya, kebijakan Bank Indonesia memberikan FPJ) dan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyelamatkan bank Century sejalan sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Bank Indonesia yang dikeluarkan presiden pada 13 November 2008.
"Secara normatif diterbitkannya perppu bahwa benar di negeri ini telah terjadi krisis ekonomi keuangan tidak bisa lagi dipersoalkan benar atau tidak, karena sudah ditetapkan. Perppu Nomor 2 itu didahului adanya fakta, ketika menjadi perppu barulah menjadi hukum yang mengikat," kata Laica.
(dam)