Tangkap Tangan KPK
A
A
A
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap tangan pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Ialah Bupati Biak Numfor Yesaya Sumbok yang ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Pusat.
KPK juga menangkap dua orang dari pihak swasta dan menyita beberapa uang pecahan dolar Singapura. Tentu langkah KPK ini menjadi perhatian banyak pihak. Sebelumnya beberapa pejabat, bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, juga ditangkap tangan oleh KPK. Kasus ini menjadi menarik karena ternyata berdampak ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) yang dipimpin Helmy Faishal Zaini.
Tiga ruangan di Kementerian PDT juga disegel, salah satunya ruangan sang menteri. Memang belum jelas kaitan antara penangkapan Bupati Biak Numfor Yesaya Sumbok dengan penyegelan beberapa ruangan di Kantor Kementerian PDT. Namun, buru-buru Menteri PDT Helmy Faishal Zaini memberikan tanggapan bahwa dirinya tidak mengenal sang bupati. Persoalan jadi menarik karena terjadi di tengah konstelasi politik yang semakin tinggi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli.
Apalagi, pada masa kampanye saat ini tim dari dua pasang calon presiden dan wakil presiden melakukan segala cara untuk mencari simpati masyarakat atau bahkan menjatuhkan lawan politiknya. Kasus ini muncul ketika kampanye berlangsung dan banyak pihak mengaitkan kasus hukum dengan politik. Atau, bisa jadi tidak ada kaitannya dengan hukum namun dikait-kaitkan untuk menjatuhkan lawan politik. Semua bisa terjadi dalam politik, tinggal pihak mana yang bisa mengemasnya dengan baik.
Posisi Helmy Faishal Zaini yang merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memang tidak menguntungkan bagi pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. PKB sebagai salah satu partai pengusung pasangan ini memang mendapat beban karena akan menjadi sasaran "tembak", baik dari masyarakat tim sukses lawan, tim sukses di internal, dan tentu media.
Seperti disebut di atas, jika kasus hukum ini dilarikan ke politik dan ada yang mengemas dengan baik, bisa jadi ini sebagai tembakan telak bagi pasangan Jokowi-JK. Menarik kasus hukum ini dari diskusi politik di masyarakat memang sulit karena hampir semua pihak saat ini dijejali dengan informasi-informasi soal politik. Bahkan, event sepak bola dunia yang tengah berlangsung sulit menggeser isu politik ini.
Lalu apakah etis menarik kasus hukum ini ke arah politik? Tentu, bagi pihak-pihak yang diuntungkan dengan kasus ini akan mengatakan hal ini tidak melanggar etika. Namun bagi yang tidak diuntungkan tentu akan mengatakan tidak relevan atau tidak etis mengaitkan kasus ini ke ranah politik. Masyarakat pun harus lebih bijak dalam melihat apa yang terjadi di negeri ini.
Cara bijak yang bisa dilakukan adalah dengan melihat semua kasus lebih komprehensif sehingga akan mendapatkan nilai objektif. Dengan cara melihat lebih komprehensif, tentu akan menghasilkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang bisa diterima oleh semua pihak meski menyakitkan. Cara-cara ini harus didukung oleh semua pihak yaitu pejabat yang berwenang dan media massa dalam membantu masyarakat agar melihat semua persoalan lebih komprehensif.
Sayang, ada pihak-pihak yang semestinya memberi contoh bagi masyarakat agar memandang persoalan lebih bijak justru melakukan hal yang sebenarnya tercela. Tindakan-tindakan yang sekadar karena tidak suka dan suka tanpa ada pemikiran yang luas (komprehensif) pada akhirnya justru tertular ke masyarakat dan membuat bangsa ini semakin terpuruk.
Kasus Bupati Biak Numfor Yesaya Sumbok sepenuhnya kewenangan KPK dan biarkan lembaga tersebut menanganinya. Jika memang ada pihak-pihak yang terlibat, KPK harus didorong untuk menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi tanpa memandang di belakang pihak-pihak yang terlibat. Yang pasti, akan lebih bijak jika melihat kasus ini dengan kaca mata hukum terlebih dahulu.
KPK juga menangkap dua orang dari pihak swasta dan menyita beberapa uang pecahan dolar Singapura. Tentu langkah KPK ini menjadi perhatian banyak pihak. Sebelumnya beberapa pejabat, bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, juga ditangkap tangan oleh KPK. Kasus ini menjadi menarik karena ternyata berdampak ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) yang dipimpin Helmy Faishal Zaini.
Tiga ruangan di Kementerian PDT juga disegel, salah satunya ruangan sang menteri. Memang belum jelas kaitan antara penangkapan Bupati Biak Numfor Yesaya Sumbok dengan penyegelan beberapa ruangan di Kantor Kementerian PDT. Namun, buru-buru Menteri PDT Helmy Faishal Zaini memberikan tanggapan bahwa dirinya tidak mengenal sang bupati. Persoalan jadi menarik karena terjadi di tengah konstelasi politik yang semakin tinggi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli.
Apalagi, pada masa kampanye saat ini tim dari dua pasang calon presiden dan wakil presiden melakukan segala cara untuk mencari simpati masyarakat atau bahkan menjatuhkan lawan politiknya. Kasus ini muncul ketika kampanye berlangsung dan banyak pihak mengaitkan kasus hukum dengan politik. Atau, bisa jadi tidak ada kaitannya dengan hukum namun dikait-kaitkan untuk menjatuhkan lawan politik. Semua bisa terjadi dalam politik, tinggal pihak mana yang bisa mengemasnya dengan baik.
Posisi Helmy Faishal Zaini yang merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memang tidak menguntungkan bagi pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. PKB sebagai salah satu partai pengusung pasangan ini memang mendapat beban karena akan menjadi sasaran "tembak", baik dari masyarakat tim sukses lawan, tim sukses di internal, dan tentu media.
Seperti disebut di atas, jika kasus hukum ini dilarikan ke politik dan ada yang mengemas dengan baik, bisa jadi ini sebagai tembakan telak bagi pasangan Jokowi-JK. Menarik kasus hukum ini dari diskusi politik di masyarakat memang sulit karena hampir semua pihak saat ini dijejali dengan informasi-informasi soal politik. Bahkan, event sepak bola dunia yang tengah berlangsung sulit menggeser isu politik ini.
Lalu apakah etis menarik kasus hukum ini ke arah politik? Tentu, bagi pihak-pihak yang diuntungkan dengan kasus ini akan mengatakan hal ini tidak melanggar etika. Namun bagi yang tidak diuntungkan tentu akan mengatakan tidak relevan atau tidak etis mengaitkan kasus ini ke ranah politik. Masyarakat pun harus lebih bijak dalam melihat apa yang terjadi di negeri ini.
Cara bijak yang bisa dilakukan adalah dengan melihat semua kasus lebih komprehensif sehingga akan mendapatkan nilai objektif. Dengan cara melihat lebih komprehensif, tentu akan menghasilkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang bisa diterima oleh semua pihak meski menyakitkan. Cara-cara ini harus didukung oleh semua pihak yaitu pejabat yang berwenang dan media massa dalam membantu masyarakat agar melihat semua persoalan lebih komprehensif.
Sayang, ada pihak-pihak yang semestinya memberi contoh bagi masyarakat agar memandang persoalan lebih bijak justru melakukan hal yang sebenarnya tercela. Tindakan-tindakan yang sekadar karena tidak suka dan suka tanpa ada pemikiran yang luas (komprehensif) pada akhirnya justru tertular ke masyarakat dan membuat bangsa ini semakin terpuruk.
Kasus Bupati Biak Numfor Yesaya Sumbok sepenuhnya kewenangan KPK dan biarkan lembaga tersebut menanganinya. Jika memang ada pihak-pihak yang terlibat, KPK harus didorong untuk menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi tanpa memandang di belakang pihak-pihak yang terlibat. Yang pasti, akan lebih bijak jika melihat kasus ini dengan kaca mata hukum terlebih dahulu.
(hyk)