KPK Ungkap Penyebab Kepala Daerah Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menjerat banyak kepala daerah, lantaran diduga terlibat tindak pidana korupsi (tipikor). Peringatan KPK seakan tidak didengarkan oleh para kepala Daerah.
Dalam beberapa bulan terahir, setidaknya ada empat kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka, berbagai macam kasus, mulai dugaan suap pilkada hingga suap kawasan hutan. Lalu apa yang menyebabkan mereka tergiur untuk melakukan korupsi.
Ketua KPK Abraham Samad, mempunyai pandangan tersendiri. Pendiri Anti Corruption Commission (ACC) ini melihat, para pejabat kerap hidup mewah. "Karena manusia dihinggapi keserakahan dan ketamakan. Pejabat negara masih senang berfoya-foya," kata Abraham, di Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Pada Rabu 7 Mei 2014, KPK menetapkan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, sebagai tersangka dugaan korupsi terkait proyek kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi air.
Proyek itu merupakan kerja sama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dengan Perusahan Derah Air Minum (PDAM) kota Makassar antara tahun 2006-2012.
Kamis 8 Juni 2014, KPK menetapkan Bupati Bogor Rahmat Yasin sebagai tersangka dugaan suap pemberian rekomendasi alih fungsi lahan hutan, dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur).
Kemudian, KPK menetapkan Wali Kota Palembang Romi Herton sebagai tersangka pada Senin 16 Juni 2014, terkait dugaan suap sengketa pemilukada. Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Pada Selasa 17 Mei 2014, KPK kembali menetapkan seorang kepala daerah yakni Bupati Biak Numfor, Yesaya sebagai tersangka dugaan penerima suap terkait Proyek pembangunan tanggul Laut.
Proyek tersebut di bawah kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Saat KPK menangkap Rahmat Yasin, Ketua KPK Abraham Samad mengingatkan, kepada seluruh kepala daerah se-Indonesia untuk tidak main-main dengan yang berpotensi melanggar hukum.
"Mengimbau kepada kepala daerah agar jangan lagi melakukan tindakan–tindakan penyimpangan. Jangan lagi melakukan korupsi yang merugikan rakyat secara luas," kata Ketua KPK Abraham Samad di kantornya, Kamis 9 Juni 2014.
Dalam beberapa bulan terahir, setidaknya ada empat kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka, berbagai macam kasus, mulai dugaan suap pilkada hingga suap kawasan hutan. Lalu apa yang menyebabkan mereka tergiur untuk melakukan korupsi.
Ketua KPK Abraham Samad, mempunyai pandangan tersendiri. Pendiri Anti Corruption Commission (ACC) ini melihat, para pejabat kerap hidup mewah. "Karena manusia dihinggapi keserakahan dan ketamakan. Pejabat negara masih senang berfoya-foya," kata Abraham, di Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Pada Rabu 7 Mei 2014, KPK menetapkan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, sebagai tersangka dugaan korupsi terkait proyek kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi air.
Proyek itu merupakan kerja sama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dengan Perusahan Derah Air Minum (PDAM) kota Makassar antara tahun 2006-2012.
Kamis 8 Juni 2014, KPK menetapkan Bupati Bogor Rahmat Yasin sebagai tersangka dugaan suap pemberian rekomendasi alih fungsi lahan hutan, dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur).
Kemudian, KPK menetapkan Wali Kota Palembang Romi Herton sebagai tersangka pada Senin 16 Juni 2014, terkait dugaan suap sengketa pemilukada. Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Pada Selasa 17 Mei 2014, KPK kembali menetapkan seorang kepala daerah yakni Bupati Biak Numfor, Yesaya sebagai tersangka dugaan penerima suap terkait Proyek pembangunan tanggul Laut.
Proyek tersebut di bawah kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Saat KPK menangkap Rahmat Yasin, Ketua KPK Abraham Samad mengingatkan, kepada seluruh kepala daerah se-Indonesia untuk tidak main-main dengan yang berpotensi melanggar hukum.
"Mengimbau kepada kepala daerah agar jangan lagi melakukan tindakan–tindakan penyimpangan. Jangan lagi melakukan korupsi yang merugikan rakyat secara luas," kata Ketua KPK Abraham Samad di kantornya, Kamis 9 Juni 2014.
(maf)