Panas Bumi yang Sia-sia

Kamis, 05 Juni 2014 - 11:11 WIB
Panas Bumi yang Sia-sia
Panas Bumi yang Sia-sia
A A A
PEMERINTAH telah menetapkan harga baru listrik hasil panas bumi (geotermal). Pemerintah menetapkan besaran harga listrik tersebut sekitar Rp1.200 hingga Rp1.320 per kwh. Kepastian harga tersebut bisa menjadi panduan investor untuk menghitung nilai investasi di sektor geotermal.

Karena itu, pemerintah berharap kisaran harga yang kompetitif itu bakal merangsang animo investor untuk menanamkan modal pada sumber listrik panas bumi yang masih tergolong mahal. Keputusan penetapan harga baru tersebut ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wecik tepat pada 1 Juni lalu.

Pemerintah mengakui pengembangan geotermal memang berjalan lambat sebab berbagai kendala terus merintanginya, bukan sebatas berapa besar penetapan nilai jual listrik yang dihasilkan. Hambatan terbesar justru terganjal pada kerumitan birokrasi seperti proses perizinan dan pembebasan lahan.

Itu dibeberkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Boediono pada acara The 3rd Indonesia EBKTEConEX 2014 di Jakarta kemarin. Wapres mencontohkan proyek pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Sarulla terkatung-katung selama 20 tahun lebih. Padahal PLTP yang berlokasi di Sumatera Utara memiliki kapasitas sekitar 3 x 110 megawatt (MW). ”Banyak sekali hambatannya,” ujar Boediono.

Pembangkit Sarulla salah satu harapan untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara. Kalau proyek listrik Sarulla beroperasi sepenuhnya, pemerintah bisa menghemat anggaran subsidi yang kini terus menggerus kocek pemerintah.

Karena itu, proyek listrik yang terbengkalai selama puluhan tahun adalah sebuah keanehan yang sulit dicerna akal sehat. Sungguh sangat disayangkan, Indonesia yang menguasai potensi panas bumi terbesar di dunia yang mencapai sekitar 40% dari cadangan panas bumi dunia atau sekitar 30.000 MW belum bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Sehubungan itu, Wapres Boediono berjanji Rancangan Undang-Undang (RUU) Panas Bumi yang masih terus disempurnakan bisa disahkan sebelum mengakhiri masa tugasnya yang kini tinggal lima bulan lagi.

Selama ini regulasi soal panas bumi tidak sinkron dengan aturan di Kementerian Kehutanan. Energi panas bumi dikategorikan dalam sektor pertambangan sehingga sulit dieksplorasi di kawasan hutan, padahal sumber energi tersebut justru terdapat di dalam hutan.

Selain pembenahan di bidang regulasi, Menteri ESDM Jero Wacik mewacanakan terbentuk kementerian khusus yang akan menangani energi baru terbarukan pada era pemerintahan baru nanti. Usulan Jero Wacik sebagai jawaban atas keprihatinan terhadap ketergantungan negeri ini pada minyak dan gas di mana cadangannya semakin mengecil yang pada akhirnya nanti akan habis.

Melalui kementerian khusus tersebut pengelolaan energi baru yang terbarukan akan lebih fokus dan terarah. Keberadaan kementerian energi baru yang terbarukan bukanlah hal baru sebab di India sudah ada pos tersebut.

Sebenarnya, kalau kita mau jujur, persoalan besar yang kini terus menyandera para pengambil kebijakan di negeri ini adalah masalah koordinasi yang diwarnai ego sektoral. Jadi, tidak ada jaminan bahwa keberadaan kementerian khusus akan membuat semua lancar persoalan sesuai sektor yang menjadi tanggung jawabnya.

Sepanjang ganjalan koordinasi tak bisa diputuskan di antara kementerian, jangan berharap banyak pembangunan bisa berjalan tanpa hambatan berarti. Persoalannya sudah terang benderang, tetapi mengapa masalah koordinasi antarlembaga negara/kementerian tak pernah bisa diamputasi?

Sekadar mengingatkan, Menteri BUMN Dahlan Iskan marah besar saat rapat dengan direksi Pertamina dan direksi PLN karena tidak bisa menemukan kesepakatan harga pembelian listrik dari panas bumi.

Dahlan naik pitam disebabkan dua BUMN itu tidak bisa mengambil sikap, padahal barang tersedia, penjual ada, pembeli ada, dan dibutuhkan orang se-Indonesia. Sepekan setelah ”insiden” itu, Pertamina dan PLN sepakat melakukan transaksi listrik dari panas bumi. Sebenarnya tidak perlu lembaga khusus, cukup ketegasan pimpinan dengan wawasan untuk kepentingan lebih besar dan hilangkan ego sektoral.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0870 seconds (0.1#10.140)