Krisis Thailand

Senin, 26 Mei 2014 - 09:31 WIB
Krisis Thailand
Krisis Thailand
A A A
THAILAND sedang menjadi sorotan dunia setelah militer melakukan kudeta dan mengambil alih kendali pemerintahan di tengah krisis politik yang rumit antara kubu mantan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra dan kubu pro-kerajaan.

Thailand kini di bawah kendali penuh Jenderal Prayuth Chanocha sebagai pemimpin junta militer yang mengklaim telah direstui Raja Bhumibol Adulyadej. Pertentangan keras antara PM Yingluck dan kubu oposisi yang pro-kerajaan telah memperpanjang krisis politik Negeri Gajah Putih itu. Sejak penggulingan PM Thaksin Shinawatra yang juga kakak kandung PM Yingluck oleh militer pada 19 September 2006, Thailand seolah tidak pernah sepi dari krisis politik.

Pertentangan keras terjadi antara partai pemenang pemilu yang dikenal loyal dengan Thaksin dan kubu oposisi yang identik dengan kekuatan kerajaan. Setiap pemerintahan baru yang berkuasa setelah memenangi pemilu, selalu mendapat tentangan keras dari kubu oposisi. Hingga terakhir, PM Yingluck diberhentikan Mahkamah Konstitusi Thailand karena dituduh menyelewengkan kekuasaan dan melakukan penggantian jabatan sekjen Dewan Keamanan Nasional pada 2011.

Penggantian posisi penting itu dicurigai sebagai upaya Yingluck untuk memuluskan salah satu kerabatnya, Jenderal Polisi Priewpan Damapong menjadi kepala polisi nasional. Bukan hanya Yingluck, Mahkamah Konstitusi juga mencopot sembilan anggota kabinetnya yang dituduh terlibat dalam penggantian sekjen Dewan Keamanan Nasional. Sebelum Jenderal Prayuth mengambil alih kekuasaan dengan kudeta, Thailand di bawah kendali pemerintahan sementara sehingga dilaksanakan pemilu.

Namun, pertikaian yang berlarut-larut antar kubu Yingluck dan oposisi rupanya membuat militer tidak sabar serta resmi melakukan kudeta militer pada Kamis 22 Mei 2014. Kini situasi simpang siur sedang terjadi di Bangkok. Junta militer dikabarkan telah menahan Yingluck dan sejumlah petinggi pemerintahan terguling setelah membubarkan Senat.

Junta juga memanggil pimpinan media massa yang kritis, memberlakukan jam malam, menerapkan larangan berkumpul lebih dari lima orang, dan kontrol ketat media. Kekuasaan junta yang otoriter itu mendapat penentangan warga Bangkok.

Mereka mulai gerah dengan gaya kepemimpinan hasil kudeta militer dan menggalang kekuatan massa antikudeta. Situasi politik semakin panas dan represif di Thailand. Hingga tadi malam, Raja Bhumibol Adulyadej belum memberikan pernyataan atau sikap politik apa pun atas perkembangan situasi politik di negaranya. Di Thailand, selain parpol, Raja masih menjadi faktor penentu arah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rakyat dan segenap elemen publik di Thailand sangat menghormati Raja Bhumibol yang kini telah berusia 86 tahun. Raja yang naik takhta pada 1946 itu masih menjadi poros politik yang paling menentukan di Thailand. Sebagai tetangga sesama ASEAN, Indonesia tentu tidak dalam posisi untuk mengomentari krisis politik yang sedang berkecamuk di Thailand.

Namun paling tidak, Indonesia dan sejumlah negara ASEAN lainnya akan lebih nyaman jika krisis politik di Thailand bisa selesai dengan cepat. Ini mengingat banyaknya agenda regional ASEAN yang akan segera terwujud, yakni pasar bebas ASEAN yang akan dimulai pada 2015.

Ketiadaan pemerintahan definitif di Thailand akan menyulitkan proses negosiasi untuk menyepakati hal krusial dan teknis sebelum pasar bersama benar-benar diberlakukan. Ini belum terkait hubungan diplomatik lainnya yang kemungkinan akan terganggu. Kita berharap proses politik di Thailand yang penuh liku ini bisa berakhir baik, dengan pemilu yang demokratis yang akan menjadi pijakan konstitusional bagi pemerintahan baru nanti.

Junta militer segera mengakhiri kekuasaannya dan menyiapkan pemilu yang damai demi masa depan Thailand. Apa yang terjadi di Thailand akan memengaruhi stabilitas kawasan, semakin cepat selesai krisis politik di sana akan semakin baik.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0910 seconds (0.1#10.140)