Lembaga Khusus Bisa Dibentuk Untuk Tangani Sengketa Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, adanya wacana pembentukan lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Semuanya memungkinkan. Bisa ke MA (Mahkamah Agung) atau ke lembaga khusus. Karena MK (Mahkamah Konstitusi) sudah ditolak," kata Gamawan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Jumat 23 Mei 2014.
Namun demikian, mantan Gubernur Sumatera Barat ini hal mengatakan, kemungkinan tersebut tergantung dinamika pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada. Menurutnya, persoalan sengketa pilkada merupakan salah satu hal krusial dalam rapat pembahasan RUU Pilkada.
"Itu sedang dibahas. Dilihat pembahasan dengan DPR nanti. Bukan tidak mungkin kita lihat perkembangan. Kebetulan sedang dibahas," ujarnya.
Terkait kemungkinan penyelesaian sengketa pilkada diserahkan kepada MA, Gamawan mengatakan hal tersebut barulah usulan. Kemungkinan itu masih akan terus dibahas dalam rapat bersama dengan DPR. "Tentu di dalam itu yang sedang kita bahas dan didiskusikan," ujarnya.
Dirinya mengaku dalam pembahasan RUU Pilkada selama ini tidak melakukan koordinasi dengan MA. Kemendagri hanya melakukan koordinasi dengan lembaga legislatif dalam hal ini DPR.
Sebelumnya, Ketua Panja RUU Abdul Hakam Naja mengatakan mengatakan wacana pembentukan lembaga khusus akan dicermat dan mungkin saja menjadi sebuah alternatif. Namun demikian, dia menilai Komisi II akan tetap fokus pada lembaga hukum yang sudah ada.
“Sebelumnya antara MA (Mahkamah Agung) atau MK (Mahkamah Konstitusi). Ini saya rasa kita akan tetap fokus pada apa yang telah kita bahas,” paparnya.
Dia menilai, pola pikir untuk membentuk lembaga nonstruktural seperti lembaga khusus ada sejak awal reformasi. Hal ini tidak adanya kepercayaan terhaddap lembaga yang sudah ada, sehingga setiap pembuatan undang-undang (UU) dibentuk lembaga non struktural.
“Karena setiap UU membentuk lembaga sekarang sudah ada 100-an lembaga nonstruktural,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II ini pun memaklumi karena kurang percayanya masyarakat terhadap MA maka munculah wacana lembaga khusus. Namun dia mempertanyakan apakah akan terus tidak mempercayai MA sebagai salah satu tiang lembaga yudikatif dengan membentuk lembaga khusus.
Atau memberikan kepercayaan kepada MA untuk memperbaki diri. Hal inilah yang kemudian akan dibahas bersama pemerintah nantinya. “Mau tidak mau MA kan salah satu tiang lembaga yudikatif. Tentu akan dibicarakan lebih lanjut. Apakah opsinya memberikan kepercayaan atau menginisias lembaga non struktural,” ungkapnya.
"Semuanya memungkinkan. Bisa ke MA (Mahkamah Agung) atau ke lembaga khusus. Karena MK (Mahkamah Konstitusi) sudah ditolak," kata Gamawan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Jumat 23 Mei 2014.
Namun demikian, mantan Gubernur Sumatera Barat ini hal mengatakan, kemungkinan tersebut tergantung dinamika pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada. Menurutnya, persoalan sengketa pilkada merupakan salah satu hal krusial dalam rapat pembahasan RUU Pilkada.
"Itu sedang dibahas. Dilihat pembahasan dengan DPR nanti. Bukan tidak mungkin kita lihat perkembangan. Kebetulan sedang dibahas," ujarnya.
Terkait kemungkinan penyelesaian sengketa pilkada diserahkan kepada MA, Gamawan mengatakan hal tersebut barulah usulan. Kemungkinan itu masih akan terus dibahas dalam rapat bersama dengan DPR. "Tentu di dalam itu yang sedang kita bahas dan didiskusikan," ujarnya.
Dirinya mengaku dalam pembahasan RUU Pilkada selama ini tidak melakukan koordinasi dengan MA. Kemendagri hanya melakukan koordinasi dengan lembaga legislatif dalam hal ini DPR.
Sebelumnya, Ketua Panja RUU Abdul Hakam Naja mengatakan mengatakan wacana pembentukan lembaga khusus akan dicermat dan mungkin saja menjadi sebuah alternatif. Namun demikian, dia menilai Komisi II akan tetap fokus pada lembaga hukum yang sudah ada.
“Sebelumnya antara MA (Mahkamah Agung) atau MK (Mahkamah Konstitusi). Ini saya rasa kita akan tetap fokus pada apa yang telah kita bahas,” paparnya.
Dia menilai, pola pikir untuk membentuk lembaga nonstruktural seperti lembaga khusus ada sejak awal reformasi. Hal ini tidak adanya kepercayaan terhaddap lembaga yang sudah ada, sehingga setiap pembuatan undang-undang (UU) dibentuk lembaga non struktural.
“Karena setiap UU membentuk lembaga sekarang sudah ada 100-an lembaga nonstruktural,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II ini pun memaklumi karena kurang percayanya masyarakat terhadap MA maka munculah wacana lembaga khusus. Namun dia mempertanyakan apakah akan terus tidak mempercayai MA sebagai salah satu tiang lembaga yudikatif dengan membentuk lembaga khusus.
Atau memberikan kepercayaan kepada MA untuk memperbaki diri. Hal inilah yang kemudian akan dibahas bersama pemerintah nantinya. “Mau tidak mau MA kan salah satu tiang lembaga yudikatif. Tentu akan dibicarakan lebih lanjut. Apakah opsinya memberikan kepercayaan atau menginisias lembaga non struktural,” ungkapnya.
(maf)