KPK didesak hadirkan SBY di persidangan Century
A
A
A
Sindonews.com - Kesaksian Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pengadilan Tipikor Jakarta dinilai merupakan sebuah konsekuensi logis. Karena mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono sudah memperjelas posisi presiden dalam proses penyelamatan Bank Century, tahun 2008.
Inisiator dan Anggota Timwas Century DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, lebih dari itu pengakuan atau kesaksian Boediono bahwa dia telah melaporkan kondisi dan status Bank Century kepada SBY merupakan pembenaran atas pernyataan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bahwa SBY tahu seluk-beluk mega skandal itu. Karena itu, Anas pun berpendapat bahwa SBY patut didengar kesaksiannya.
"Maka, kesaksian SBY pun amat penting guna memperjelas konstruksi masalah serta pertanggungjawaban atas gelembung dana talangan," kata Bambang saat dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu 11 Mei 2014 malam.
Sebelumnya, di awal kesaksian Boediono pada Jumat 9 Mei 2014 jaksa penuntut umum (JPU) memutar rekaman Rapat Dewan Gubernur BI pada 16 November 2008 atau dua hari setelah FPJP pertama sebesar Rp356 miliar dikucurkan. Pada rekaman tersebut terdengar suara Boediono memimpin rapat penyelesaian FPJP.
Boediono mengatakan, FPJP merupakan hal yang paling pertama karena BI berupaya menghindari situasi yang tidak bisa dikendalikan. Kepada peserta rapat yang diduga para pejabat BI, Boediono menyatakan telah melaporkan kondisi Century kepada Presiden SBY yang tengah berada di luar negeri.
”Saya melaporkan juga kepada presiden, hari Kamis saat tidak ikut kriling itu risiko akan besar, ada macam-macam. Waktu presiden mendarat di Tokyo,” bunyi suara dalam rekaman yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Presiden SBY menyarankan supaya tetap mengambil langkah yang tepat. ”Saya melaporkan dan berikan arahan-arahan. Intinya, ya ambil tindakan tepat, cepat. Tapi, intinya jangan sampai ada dampak yang bisa mengganggu,” tuturnya.
Menurutnya, waktu itu Presiden SBY melanjutkan perjalanannya dan mendarat di San Francisco, Amerika Serikat. Kemudian ada perwakilan Presiden SBY yang kembali mengecek. ”Bukan beliau (Presiden SBY), tetapi ngecek lagi, apa yang dilakukan dan yang terjadi. Saya katakan enggak, itu hari Jumat pagi, enggak ada apa-apa paginya,” ucapnya.
Setelah Presiden SBY mendarat di Washington DC, masih kata Boediono dalam rekaman tersebut, dia kembali melapor ke presiden. Intinya tidak ada bank yang panik meski ada beberapa hal yakni sedikit rusuh di Palembang, Sumatera Selatan.
”Saya katakan enggak, itu hari Jumat pagi. Enggak ada apa-apa paginya. Kemudian saya minta mengecek di BI, kemudian ada laporan, tidak ada bank panik,” katanya.
Selain Rapat Dewan Gubernur BI, tertanggal 16, JPU juga memutar rekaman RDG BI 5, 13, 14, dan 21 November 2008. Saat dikonfirmasi oleh Ketua JPU KMS Roni, apakah benar suara dalam rapat-rapat tersebut adalah suaranya, Boediono membenarkan. ”Iya benar suara saya,” ucap Boediono di depan majelis hakim.
Inisiator dan Anggota Timwas Century DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, lebih dari itu pengakuan atau kesaksian Boediono bahwa dia telah melaporkan kondisi dan status Bank Century kepada SBY merupakan pembenaran atas pernyataan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bahwa SBY tahu seluk-beluk mega skandal itu. Karena itu, Anas pun berpendapat bahwa SBY patut didengar kesaksiannya.
"Maka, kesaksian SBY pun amat penting guna memperjelas konstruksi masalah serta pertanggungjawaban atas gelembung dana talangan," kata Bambang saat dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu 11 Mei 2014 malam.
Sebelumnya, di awal kesaksian Boediono pada Jumat 9 Mei 2014 jaksa penuntut umum (JPU) memutar rekaman Rapat Dewan Gubernur BI pada 16 November 2008 atau dua hari setelah FPJP pertama sebesar Rp356 miliar dikucurkan. Pada rekaman tersebut terdengar suara Boediono memimpin rapat penyelesaian FPJP.
Boediono mengatakan, FPJP merupakan hal yang paling pertama karena BI berupaya menghindari situasi yang tidak bisa dikendalikan. Kepada peserta rapat yang diduga para pejabat BI, Boediono menyatakan telah melaporkan kondisi Century kepada Presiden SBY yang tengah berada di luar negeri.
”Saya melaporkan juga kepada presiden, hari Kamis saat tidak ikut kriling itu risiko akan besar, ada macam-macam. Waktu presiden mendarat di Tokyo,” bunyi suara dalam rekaman yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Presiden SBY menyarankan supaya tetap mengambil langkah yang tepat. ”Saya melaporkan dan berikan arahan-arahan. Intinya, ya ambil tindakan tepat, cepat. Tapi, intinya jangan sampai ada dampak yang bisa mengganggu,” tuturnya.
Menurutnya, waktu itu Presiden SBY melanjutkan perjalanannya dan mendarat di San Francisco, Amerika Serikat. Kemudian ada perwakilan Presiden SBY yang kembali mengecek. ”Bukan beliau (Presiden SBY), tetapi ngecek lagi, apa yang dilakukan dan yang terjadi. Saya katakan enggak, itu hari Jumat pagi, enggak ada apa-apa paginya,” ucapnya.
Setelah Presiden SBY mendarat di Washington DC, masih kata Boediono dalam rekaman tersebut, dia kembali melapor ke presiden. Intinya tidak ada bank yang panik meski ada beberapa hal yakni sedikit rusuh di Palembang, Sumatera Selatan.
”Saya katakan enggak, itu hari Jumat pagi. Enggak ada apa-apa paginya. Kemudian saya minta mengecek di BI, kemudian ada laporan, tidak ada bank panik,” katanya.
Selain Rapat Dewan Gubernur BI, tertanggal 16, JPU juga memutar rekaman RDG BI 5, 13, 14, dan 21 November 2008. Saat dikonfirmasi oleh Ketua JPU KMS Roni, apakah benar suara dalam rapat-rapat tersebut adalah suaranya, Boediono membenarkan. ”Iya benar suara saya,” ucap Boediono di depan majelis hakim.
(kri)