Catatan negatif di Pileg 2014
A
A
A
Sindonews.com - Salah satu catatan buruk Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 adalah, terlibatnya kepala daerah secara masif untuk memenangkan caleg tertentu.
Hal itu dikatakan pengamat hukum tata negara dari Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis. Menurutnya, dengan menggunakan pengaruhnya, kepala daerah bisa mudah meloloskan caleg yang juga anggota keluarganya.
Karena para kepala daerah telah bekerja secara sistematis dalam pembajakan pemilu ini. Mereka menggunakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), camat lurah, kepala desa, dan RT untuk meraup suara bagi keluarganya yang jadi caleg.
"Mereka (kepala daerah) itu antara lain main saat tahapan, undangan memilih tidak diberi kepada pemilih yang diidentifikasi bukan pendukungnya," kata Margarito dalam diskusi politik bertema Evaluasi Pemilu Legislatif 2014; Demokrasi Dibajak Kepala Daerah di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Minggu (11/5/2014).
Menurut Margarito, oknum kepala daerah sudah bekerja sejak jauh hari. Pada waktu rekrutmen KPU. Mereka sudah memasang orang agar lebih mudah mengakomodasi kepentingannya. "Akhirnya KPU tidak independen. Kalau independen pasti tidak akan diintervensi," ujarnya.
Menurut Margarito, tidak banyak harapan yang bisa diharapkan pada hasil pemilu ini, karena kecurangan sangat masif. Khusus kepala daerah yang curang ini, Maragarito menyebutnya sebagai penjahat bangsa. "Kita tidak mengubah nilai, kita tidak mengubah harapan. Kita melakukan perubahan tapi perubahan formil saja," ujarnya.
Menurut dia, untuk menang di pemilu, cukup kongkalikong saja dengan KPU, dengan bupati, atau gubernur. "Ini sakit bagi yang punya mimpi agar negeri ini bagus," ujarnya.
Margarito mengatakan, bukan tidak mungkin hal ini terjadi lagi di pilpres. Untuk itu keterlibatan bupati dalam melakukan intervensi harus bisa dibatasi. "KPU juga harus bisa pastikan kecurangan yang dilakukan penyelenggara tidak terulang di pilpres," ujarnya.
Hal itu dikatakan pengamat hukum tata negara dari Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis. Menurutnya, dengan menggunakan pengaruhnya, kepala daerah bisa mudah meloloskan caleg yang juga anggota keluarganya.
Karena para kepala daerah telah bekerja secara sistematis dalam pembajakan pemilu ini. Mereka menggunakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), camat lurah, kepala desa, dan RT untuk meraup suara bagi keluarganya yang jadi caleg.
"Mereka (kepala daerah) itu antara lain main saat tahapan, undangan memilih tidak diberi kepada pemilih yang diidentifikasi bukan pendukungnya," kata Margarito dalam diskusi politik bertema Evaluasi Pemilu Legislatif 2014; Demokrasi Dibajak Kepala Daerah di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Minggu (11/5/2014).
Menurut Margarito, oknum kepala daerah sudah bekerja sejak jauh hari. Pada waktu rekrutmen KPU. Mereka sudah memasang orang agar lebih mudah mengakomodasi kepentingannya. "Akhirnya KPU tidak independen. Kalau independen pasti tidak akan diintervensi," ujarnya.
Menurut Margarito, tidak banyak harapan yang bisa diharapkan pada hasil pemilu ini, karena kecurangan sangat masif. Khusus kepala daerah yang curang ini, Maragarito menyebutnya sebagai penjahat bangsa. "Kita tidak mengubah nilai, kita tidak mengubah harapan. Kita melakukan perubahan tapi perubahan formil saja," ujarnya.
Menurut dia, untuk menang di pemilu, cukup kongkalikong saja dengan KPU, dengan bupati, atau gubernur. "Ini sakit bagi yang punya mimpi agar negeri ini bagus," ujarnya.
Margarito mengatakan, bukan tidak mungkin hal ini terjadi lagi di pilpres. Untuk itu keterlibatan bupati dalam melakukan intervensi harus bisa dibatasi. "KPU juga harus bisa pastikan kecurangan yang dilakukan penyelenggara tidak terulang di pilpres," ujarnya.
(maf)