Memaknai hasil pemilu

Sabtu, 10 Mei 2014 - 12:24 WIB
Memaknai hasil pemilu
Memaknai hasil pemilu
A A A
KEMARIN malam akhirnya (9/5) Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi suara nasional hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April lalu.

Setelah sempat diragukan banyak pihak akan kemampuannya menepati jadwal pada 9 Mei, akhirnya angka resmi yang sudah ditunggu-tunggu tersebut sudah bisa menjadi pegangan utama. Namun memang rapat pleno nasional rekapitulasi suara Pileg 2014 ini sangat berlarut-larut karena cukup banyak masalah di lapangan. Angka yang keluar saat ini tidak banyak mengubah peta politik Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 9 Juli nanti.

Penjajakan calon mitra koalisi sudah dilancarkan begitu hasil hitung cepat (quickcount) yang dilakukan berbagai lembaga survei merilis hasil perhitungannya. Berdasarkan pengalaman, selama ini hasil hitung cepat quickcount cukup bisa dipercaya dengan margin of error cukup kecil yang biasanya di angka + 1%.

Partai-partai politik (parpol) sudah melakukan pendekatan, bahkan beberapa sudah secara resmi berkoalisi mengusung calon presiden (capres) tertentu walau sampai saat ini belum ada satu pun yang sudah resmi memiliki calon wakil presiden yang diusung.

Kita memang harus berterima kasih pada KPU yang sudah mampu mengorganisasi gelaran demokrasi ini. Namun, kritik tetap harus dilancarkan pada KPU karena proses pemilu ini tidak berjalan mulus. Masih banyak kekurangan dalam penyelenggaraan Pileg 2014.

Sementara yang sangat mengkhawatirkan dari seluruh kekurangan tersebut adalah kecurangan yang sangat marak terjadi. Kecurangan dilakukan para ”pemain” itu memang hal yang acap terjadi— walaupun bukan hal yang bisa dimaklumi—dan itulah fungsi KPU maupun KPUD sebagai ”wasit”.

Sayangnya, pada Pileg 2014 masih sangat banyak ”wasit” dari KPUD yang terbukti melakukan kecurangan secara terorganisasi. Seharusnya pada pemilu keempat pasca-Reformasi ini beritaberita mengenai perbaikanlah yang seharusnya kita dengar. Namun, rupanya ekspektasi itu masih terlalu tinggi untuk dipenuhi. Pada beberapa titik bahkan terjadi kemunduran.

Misalnya pada kemampuan teknologi informasi (TI) KPU untuk memberikan data yang bisa dipegang langsung oleh masyarakat untuk saat ini tidak ada. Padahal pada 2004 saja KPU saat itu sudah mampu membangun sistem TI yang mana semua elemen masyarakat bisa memantau hasil pemilu per TPS. Hanya dalam jangka waktu satu hari hampir 100% data sudah masuk ke sistem TI walau tetap untuk resminya menunggu hasil rekapitulasi nasional.

Padahal dengan sistem TI yang baik kecurangan misalnya dalam bentuk penggelembungan suara bisa lebih mudah dipantau semua orang cukup hanya dengan mengakses sistem TI penghitungan cepat KPU. Inovasi yang sangat bermanfaat seperti itu justru dilupakan pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 ini. Dengan pengumuman hasil rekapitulasi suara nasional hasil Pileg 2014 oleh KPU, kini saatnya kita beranjak ke gelaran selanjutnya yaitu Pilpres pada 9 Juli nanti.

KPU harus belajar sungguh-sungguh dan berupaya agar berbagai kekurangan pada Pileg 2014 tidak terulang. Berbagai kritik yang dilancarkan ke KPU harus dipandang para komisioner beserta jajarannya sebagai saran paling baik untuk mendapat masukan demi kesempurnaan pelaksanaan pemilu.

Sementara untuk para parpol, ketidakpuasan itu hal yang wajar dalam politik. Bahkan tidak jarang ada yang merasa dicurangi. Hak merekalah untuk mencari keadilan akan apa yang dirasa sebagai haknya. Namun, harus diingat agar dalam mengupayakan keadilan gunakanlah koridor hukum yang telah tersedia seperti mengajukan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dari sana bisa diambil keputusan terbaik dalam perseteruan terkait hasil pemilu.

Sementara berbagai kecurangan yang memiliki indikasi pidana pemilu bisa diupayakan untuk masuk ke meja hijau. Satu hal yang harus diingat, gelaran pemilu ini terlalu besar untuk dinihilkan nilainya karena kepentingan politik yang sempit. Jangan sampai kita mengambil langkah kontraproduktif yang justru akan merugikan seluruh bangsa ini.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4815 seconds (0.1#10.140)