KPK gali aktor intelektual dari kesaksian Boediono
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan Jumat (9/5/2014) akan menggali kebenaran aktor intelektual dari kesaksian mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Beodiono yang bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Boediono dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK sebagai saksi dalam sidang terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Budi Mulya terkait kasus korupsi pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, kehadiran Boediono harus didudukan sebagai hal yang biasa saja. Boediono adalah bagian dari masyarakat yang menjadi warga negara.
Dalam hukum itu dikenal equality before the law atau semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Yidak ada yang punya previlage.
JPU tentu sudah mempersiapkan berbagai pertanyaan yang utuh dan tidak spesifik. JPU bahkan akan mendalami sedalam-dalamnya kepada Boediono seperti pada saksi lainnya.
"Saksi di hadapan persidangan idealnya yang bersangkutan kita mengimbau supaya memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. Agar supaya Century bisa terbuka secara luas, terang benderang dan tidak meninggalkan pertanyaan. Semua saksi kita dalami sedalam-dalamnya, agar supaya kita ingin mengetahui siapa aktor intelektual dari kasus Century. Ini adalah salah satu bentuk keseriusan KPK dalam membingkat kasus Century," kata Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Kamis malam 8 Mei 2014.
Pendiri Anti Corruption Commission (ACC) Makassar ini menuturkan, upaya pendalaman siapa aktor intelektual dari kasus Century dalah salah satu bentuk keseriusan KPK dalam membongkar kasus Century.
KPK tidak main-main. Sekali lagi KPK mempunya tugas besar harus membongkar kasus Century dan tidak boleh ada yang tersisakan. Siapapun aktornya.
"Karena kalau ada yang tersisahkan kasus Century ini nanti menjadi beban sejarah dari generasi selanjutnya. Kita harus selsaikan," imbuhnya.
Doktor hukum pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini menyatakan, KPK tentu menghargai keterangan M Jusuf Kalla, wakil presiden saat itu dalam persidangan kemarin.
Tetapi kata dia keterangan JK bahwa Sri Mulyani Indrawati dan Boediono yang tidak melaporkan kondisi sebenarnya masih merupakan keterangan satu pihak.
Dalam hukum itu keterangan yang baru berdiri sendiri dan harus dikonfirmasi KPK lewat JPU dengan keterangan-keterangan lain.
Misalnya bagaimana keterangan JK dibandingkan dengan keterangan saksi-saksi lain seperti Boediono, Sri Mulyani, dan pejabat BI, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Kalau yang satu sudah memberikan kemudian didukung penjelasan keterangan lain, inilah yang kita anggap benar. Pada ahkirnya nanti kita bisa mencocokan. Jadi JPU KPK akan menggali sedalam-dalamnya dari Boediono," imbuhnya.
Dia menuturkan, untuk penyediaan fasilitas tidak ada pengeluaran biaya dari KPK. Karena penyiapan beberapa peralatan adalah kewenangan pengadilan.
Lebih lanjut, pimpinan KPK memantau jalannya proses persidangan Budi Mulya dengan kesaksian Boediono. Tetapi Abraham mengatakan dia tidak akan datang ke pengadilan secara langsung.
Menurut Abraham, hari ini tidak perlu pimpinan KPK menjadi JPU meski dalam UU KPK memperbolehkan itu. Pimpinan akan menyaksikan lewat layar kaca di KPK yang sudah terkoneksi langsung dengan pengadilan.
"Kita pantau, tapi tidak kita arahkan pertanyaan ke JPU. Mana ada bisa saat sidang kita nelpon. Kita pantu lewat televisi," tandasnya.
Boediono dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK sebagai saksi dalam sidang terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Budi Mulya terkait kasus korupsi pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, kehadiran Boediono harus didudukan sebagai hal yang biasa saja. Boediono adalah bagian dari masyarakat yang menjadi warga negara.
Dalam hukum itu dikenal equality before the law atau semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Yidak ada yang punya previlage.
JPU tentu sudah mempersiapkan berbagai pertanyaan yang utuh dan tidak spesifik. JPU bahkan akan mendalami sedalam-dalamnya kepada Boediono seperti pada saksi lainnya.
"Saksi di hadapan persidangan idealnya yang bersangkutan kita mengimbau supaya memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. Agar supaya Century bisa terbuka secara luas, terang benderang dan tidak meninggalkan pertanyaan. Semua saksi kita dalami sedalam-dalamnya, agar supaya kita ingin mengetahui siapa aktor intelektual dari kasus Century. Ini adalah salah satu bentuk keseriusan KPK dalam membingkat kasus Century," kata Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Kamis malam 8 Mei 2014.
Pendiri Anti Corruption Commission (ACC) Makassar ini menuturkan, upaya pendalaman siapa aktor intelektual dari kasus Century dalah salah satu bentuk keseriusan KPK dalam membongkar kasus Century.
KPK tidak main-main. Sekali lagi KPK mempunya tugas besar harus membongkar kasus Century dan tidak boleh ada yang tersisakan. Siapapun aktornya.
"Karena kalau ada yang tersisahkan kasus Century ini nanti menjadi beban sejarah dari generasi selanjutnya. Kita harus selsaikan," imbuhnya.
Doktor hukum pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini menyatakan, KPK tentu menghargai keterangan M Jusuf Kalla, wakil presiden saat itu dalam persidangan kemarin.
Tetapi kata dia keterangan JK bahwa Sri Mulyani Indrawati dan Boediono yang tidak melaporkan kondisi sebenarnya masih merupakan keterangan satu pihak.
Dalam hukum itu keterangan yang baru berdiri sendiri dan harus dikonfirmasi KPK lewat JPU dengan keterangan-keterangan lain.
Misalnya bagaimana keterangan JK dibandingkan dengan keterangan saksi-saksi lain seperti Boediono, Sri Mulyani, dan pejabat BI, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Kalau yang satu sudah memberikan kemudian didukung penjelasan keterangan lain, inilah yang kita anggap benar. Pada ahkirnya nanti kita bisa mencocokan. Jadi JPU KPK akan menggali sedalam-dalamnya dari Boediono," imbuhnya.
Dia menuturkan, untuk penyediaan fasilitas tidak ada pengeluaran biaya dari KPK. Karena penyiapan beberapa peralatan adalah kewenangan pengadilan.
Lebih lanjut, pimpinan KPK memantau jalannya proses persidangan Budi Mulya dengan kesaksian Boediono. Tetapi Abraham mengatakan dia tidak akan datang ke pengadilan secara langsung.
Menurut Abraham, hari ini tidak perlu pimpinan KPK menjadi JPU meski dalam UU KPK memperbolehkan itu. Pimpinan akan menyaksikan lewat layar kaca di KPK yang sudah terkoneksi langsung dengan pengadilan.
"Kita pantau, tapi tidak kita arahkan pertanyaan ke JPU. Mana ada bisa saat sidang kita nelpon. Kita pantu lewat televisi," tandasnya.
(sms)